Scroll untuk baca artikel
Editorial

Gaung Maung, Bye bye Esemka

×

Gaung Maung, Bye bye Esemka

Sebarkan artikel ini
Gaung Maung Garuda, Bye Bye Esemka
Ilustrasi oleh Andrew Bernard

KABARBURSA.COM – Lain padang lain belalang. Lain presiden lain pula kendaraan favoritnya. Jika Joko Widodo (Jokowi) begitu membanggakan mobil Esemka, maka lain lagi dengan penerusnya: Prabowo Subianto. Sebagai seorang yang berlatar belakang militer, Presiden Prabowo lebih memilih mengendarai mobil dengan standar keamanan militer. Pilihannya jatuh pada Maung jenis MV3 bernama Garuda Limousine produksi PT Pindad.

Gebrakan Prabowo yang berbeda dari pendahulunya, tak berhenti sampai pada seremoni pelantikan saja. Seluruh jajaran anggota Kabinet Merah Putih hanya diberi waktu menerima ucapan selamat beberapa jam. Setelahnya, semua diangkut ke Lembah Tidar, Magelang, untuk menjalani pelatihan bela negara selama kurang lebih 72 jam. Padahal, sebelum pelantikan pun mereka sudah dicuci otak di Hambalang, kediaman pribadi Prabowo.

Di awal pekan kedua berkuasa, Prabowo kembali menghentak publik. Seluruh jajaran kabinet hingga pejabat eselon 1, diperintahkan untuk tidak menggunakan kendaraan operasional mewah buatan luar negeri. Semua diminta memakai mobil Maung produksi PT Pindad, sama seperti kendaraan dinas operasional yang dipakai Prabowo dan wakilnya, Gibran Rakabuming Raka.

Dari segi harga, Maung buatan Pindad relatif lebih murah dari kendaraan operasional jajaran kabinet di era Jokowi ataupun SBY. Seperti rilis harga kendaraan Maung untuk sipil dari Pindad, per unitnya dijual di kisaran Rp400 jutaan. Jauh lebih murah dari kendaraan dinas kabinet SBY yang menggunakan sedan mewah jenis Toyota Crown seharga Rp500 jutaan. Tapi, itu harga 20 tahun silam.

Bagaimana di era Jokowi? Alih-alih memakai Esemka. Bapak kandung Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, itu justru memilih mobil lebih mewah lagi. Jokowi yang ketika masih di Solo sebagai walikota (2007) hingga sebagai Gubernur DKI Jakarta (2012) kerap mengampanyekan mobil Esemka, justru lebih memilih Toyota Crown 2.5 HV G-Executive. Pada 2019, harga per unit jenis hibrid ini jauh lebih fantastis dari seri Toyota Crown pilihan SBY: Rp800 jutaan.

Infografis Estimasi Biaya Pengadaan dan Pemeliharaan scaled

Selama dua periode berkuasa, Jokowi nyaris tak pernah sekalipun menggunakan mobil Esemka sebagai kendaraan operasional. Padahal, keberhasilan dia melenggang ke istana kali pertama sepuluh tahun silam, berkat kesuksesan mengampanyekan sekaligus menjadikan Esemka sebagai alat propaganda utama. Esemka dipadupadankan dengan kebiasaan blusukan hingga ke gorong-gorong. Maka, semakin kloplah sudah Jokowi dalam personifikasi pejabat yang merakyat.

Namun, seiring habisnya masa bakti Jokowi di istana, nasib Esemka yang digadang-gadang akan diproduksi massal, pun semakin terbenam. Prabowo sebagai penerusnya, justru lebih memilih Maung produksi Pindad. Semoga saja dalam lima tahun ke depan, Prabowo mau bermurah hati untuk menghidupkan kembali Esemka sebagai mobil produksi dalam negeri. Ya, agar Esemka tidak semakin menguap seiring kian memudarnya pesona Jokowi.

Konsekuensi Maung-isasi

Prabowo telah menginstruksikan penggantian kendaraan dinas seluruh pejabat eselon dari mobil mewah impor ke Maung, kendaraan taktis produksi Pindad. Berdasarkan instruksi ini, sebanyak 756 unit Maung akan disediakan untuk para pejabat. Termasuk menteri dan wakil menteri (109 unit), pejabat badan/utusan/lembaga khusus (22 unit), serta pejabat eselon 1 di kementerian/lembaga (625 unit).

Dengan harga satuan Maung untuk penggunaan sipil diperkirakan sekitar Rp400 juta per unit, total biaya pengadaan kendaraan ini mencapai Rp302,4 miliar. Langkah pengadaan ini bukan hanya sebagai bentuk dukungan bagi industri otomotif lokal, tetapi juga diharapkan meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar dalam negeri.

Selain biaya pengadaan, alokasi dana untuk pemeliharaan juga terbilang tidak murah. Biaya pemeliharaan tahunan kendaraan ini diperkirakan sebesar lima persen dari harga kendaraan per unit, atau sekitar Rp20 juta per unit per tahun. Dengan tambahan estimasi kenaikan biaya pemeliharaan sebesar tiga persen setiap tahunnya, total biaya pemeliharaan selama lima tahun untuk 756 unit Maung diproyeksikan mencapai Rp80,27 miliar.

Secara keseluruhan, dalam kurun waktu lima tahun, kebijakan penggantian kendaraan dinas ini akan menelan biaya sebesar Rp382,67 miliar. Angka ini mencakup biaya pengadaan awal dan pemeliharaan, menjadikan kebijakan ini sebagai langkah investasi jangka panjang untuk memperkuat penggunaan produk dalam negeri di lingkungan birokrasi, sekaligus sebagai simbol kemandirian industri strategis nasional.

Sekilas tentang PT Pindad

PT Pindad resmi berdiri sebagai unit usaha resmi pemerintah pada tahun 1983. Namun, akar sejarah Pindad sebagai industri manufaktur, berawal jauh sebelumnya. Yakni pada masa pendudukan Belanda. Tepatnya tahun 1808, sebagai bengkel peralatan militer di Surabaya. Setelah kemerdekaan Indonesia, bengkel ini kemudian dikelola oleh pemerintah Indonesia dan berkembang menjadi pusat produksi alat pertahanan nasional.

Pada tahun 1983, pemerintah Indonesia secara resmi menyulap Pindad sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sebagai BUMN, Pindad berfokus pada produksi alat utama sistem persenjataan (alutsista) dan peralatan komersial. Sejak saat itu, Pindad terus berkembang. Memproduksi berbagai lini produk seperti kendaraan taktis, senjata, amunisi, dan alat berat untuk keperluan militer maupun sipil.

Sebagai pionir industri pertahanan dan keamanan nasional, Pindad telah mengukuhkan posisinya sebagai produsen strategis berbagai peralatan militer dan komersial di Indonesia. Fokusnya tak hanya mencakup pengembangan kendaraan tempur dan senjata, tetapi juga berbagai peralatan yang mendukung industri sipil.

Infografis Tentang PINDAD scaled

Pindad mengembangkan lini kendaraan taktis unggulan untuk memenuhi kebutuhan operasi tempur, seperti Maung. Maung merupakan kendaraan taktis ringan yang dapat diandalkan dalam berbagai medan. Ada juga Anoa, kendaraan angkut lapis baja beroda 6×6 yang dikenal sebagai andalan TNI.

Komodo dan Badak, dua kendaraan taktis lain yang dilengkapi lapis baja, adalah produksi lain Pindad. Masing-masing berperan dalam misi pengawalan dan operasi bersenjata. Sementara Harimau, tank medium hasil kerja sama dengan FNSS Turki, menjawab kebutuhan tempur dengan mobilitas tinggi.

Di sektor persenjataan, Pindad memproduksi serangkaian senjata api canggih. Seri SS (Senapan Serbu) seperti SS-1 dan SS-2 menjadi andalan militer dan kepolisian. Sementara seri SPR (Senapan Runduk) seperti SPR-2 dan SPR-3, menawarkan daya tembak jarak jauh yang efektif untuk penembak jitu. Untuk kebutuhan khusus, Pindad menghadirkan PM Series dan Pistol G2, dua pilihan senjata ringan semi-otomatis yang populer di kalangan aparat dan pasar komersial.

Infografis Produk PINDAD part 1 scaled

Pindad juga memproduksi berbagai jenis amunisi. Dari Kaliber Kecil untuk senjata ringan seperti peluru 5,56 mm dan 7,62 mm hingga Kaliber Besar untuk senjata berat termasuk mortir dan roket. Untuk memenuhi permintaan industri, Pindad juga menyediakan amunisi dan bahan peledak non-militer yang digunakan dalam pertambangan dan olahraga.

Di luar sektor pertahanan, Pindad mendukung sektor sipil dengan menyediakan peralatan konstruksi dan pertanian. Produksi eksavator serta alat berat lainnya, seperti traktor dan perangkat mekanis industri, membantu mempercepat pembangunan infrastruktur nasional.

Sebagai mitra sektor industri, Pindad memproduksi bahan peledak berkekuatan tinggi yang aman dan andal untuk keperluan komersial. Khususnya dalam industri pertambangan, memastikan kebutuhan peledakan industri dalam negeri dapat terpenuhi secara mandiri.

Infografis Produk PINDAD part 2 scaled

Pindad juga menyediakan peralatan proteksi seperti helm balistik dan rompi antipeluru untuk personel militer dan sipil. Dengan layanan teknologi dan pemeliharaan berkala, Pindad berkomitmen menjaga kesiapan optimal peralatan militer nasional. (*)