KABARBURSA.COM – Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) membutuhkan anggaran besar untuk mendorong produktivitas biodiesel 40 persen (B40). Adapun B40 sendiri ditargetkan beroperasi di awal tahun 2025.
Direktur Utama BPDPKS, Eddy Abdurrachman menuturkan, kebutuhan dana akan semakin besar di tahun depan. Pasalnya, BPDPKS tidak hanya mendanai perkebunan kelapa sawit di sektor rumah tangga, melainkan pemanfaatan biodiesel.
Dia menuturkan, volume biodiesel B40 sendiri bisa mencapai 16 juta kiloliter. Sementara yang berjalan saat ini B35, membutuhkan sekitar 13,4 kiloliter. Karenanya, kebutuhan dana dalam mendukung keberlansungan B40 juga semakin meningkat.
“Kalau itu B40 itu kira-kira volumenya bisa sampai 16 juta kiloliter karena sekarang B35 kita ini 13,4 juta kiloliter, kalau B40 itu bisa 16 juta kiloliter. Dikalikan dengan selisih harga yang kita tanggung, ini kan bugdet-nya juga harus naik,” kata Eddy dalam diskusi panel acara ‘Peluncuran Buku Sawit, Anugerah yang Perlu Diperjuangkan’ di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Kamis, 5 September 2024.
Sejauh ini, tutur Eddy, BPDPKS memperoleh dana dari windfall tax pada tahun 2021 yang sejalan dengan progresifnya tarif kelapa sawit. Kendati begitu, dana windfall tax terus mengalami penyusutan.
“itu anugerah itu tadi (windfall), sehingga kita mempunyai reserve yang cukup besar. Tetapi reserve ini yang digerogoti terus. Dan kita proyeksikan, kalau tahun 2025 nanti berlaku B40 tadi, PSR-nya Rp60 juta, itu reserve kita kurang lebih Rp2 triliun lagi,” jelasnya.
Saat ini, reserve yang dimiliki BPDPKS sendiri masih sekitar Rp40 triliun. Akan tetapi, dengan skema pembiayaan biodiesel dilakukan sebagaimana saat ini, kemampuan BPDPKS akan semakin menurun.
“Penerimaan kita, penerminaan BPDPKS khususnya berasal dari PE, itu sudah tidak bisa lagi membiayai belanja program, negative, sudah negatif,” tutupnya.
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono mengungkap, produktivitas menjadi tantangan pihaknya dalam mendukung pemanfaatan B40.
Dalam hal ini, Eddy menilai Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) menjadi kunci dalam memacu produksi kelapa sawit. Seandainya PSR mencapai target 5 ton per hektare per tahun dengan luas perkebunan 16,3 hektare, Indonesia mendapatkan produksi kelapa sawit 81,5 juta ton.
“Artinya apakah masih perlu itu penambahan areal yang terdegradasi? Belum tentu, tergantung bagaimana nanti kebijakannya. Kalau memang kita akan mencapai 100 juta ton di tahun 2045, kita cukup membuka areal yang terdegradasi itu sekitar 3 juta hektare,” ungkapnya.