KABARBURSA.COM – Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) menyarankan para investor untuk mencermati sejumlah faktor dalam penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) perusahaan energi terbarukan. Langkah ini didorong oleh adanya peluang pendanaan energi terbarukan melalui Bursa Efek Indonesia (BEI).
IESR menilai, pasar modal dapat menjadi alternatif bagi perusahaan energi terbarukan untuk memperoleh pendanaan dari investor. Pendanaan ini dinilai penting untuk mereformasi kebijakan ketenagalistrikan dan mendukung implementasi pendanaan Just Energy Transition Partnership (JETP) sebagai upaya mempercepat transisi energi bersih.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan investor sebaiknya mencermati faktor pendukung (enabling environment) yang akan memperkuat pengembangan energi terbarukan di Indonesia, seperti kebijakan, regulasi, ekosistem bisnis, stabilitas negara, dan kondisi makroekonomi.
Selain itu, Fabby menilai investor perlu melihat fundamental perusahaan. Selain itu, kata dia, investor perlu memperhatikan sejumlah hal, antara lain prospek pengembangan bisnis ke depan, daya saing, keunikan produk, keterampilan dan keahlian, pengalaman, kredibilitas, kemitraan, serta strategi pengembangan dan pertumbuhan bisnis untuk mencapai profitabilitas berkelanjutan.
“Kalau saya sebagai investor, misalnya, akan memilih membeli saham energi terbarukan ketimbang saham batu bara. Namun, saya harus melihat prospek perusahaan energi terbarukan yang IPO, apakah proyeksinya berkembang cepat atau lambat,” katanya, Sabtu, 9 November 2024.
Sebagaimana diketahui, pemerintah Indonesia menargetkan karbon netral atau net zero emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat dengan target bauran energi bersih sebesar 23 persen pada 2025 dan 40 persen pada 2030. Dari sisi industri energi terbarukan, Indonesia juga memiliki potensi energi terbarukan yang besar.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), potensi energi surya di Indonesia mencapai 3.295 gigawatt (GW), hidro 95 GW, bioenergi (biogas dan biomassa) 57 GW, bayu (angin) 155 GW, arus laut 60 GW, dan panas bumi 24 GW, sehingga totalnya mencapai 3.686 GW. Namun, hingga 2023, pemanfaatan energi bersih baru mencapai 12,54 GW.
Komitmen pemerintah dalam mendorong transisi energi terbarukan juga ditegaskan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam pidato perdana usai Ketua Umum Partai Gerindra itu dilantik. Saat itu, Prabowo menyampaikan komitmen untuk mencapai swasembada energi, termasuk melalui pengembangan energi terbarukan.
Kementerian ESDM juga menetapkan dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2035, bahwa target bauran energi bersih minimal 60 persen. Komitmen ini diperkuat oleh PT PLN (Persero) yang akan melibatkan swasta dalam pembangunan pembangkit energi terbarukan hingga kontribusi sebesar 60 persen.
Tren Emiten Berbasis Energi Terbarukan
Ernst and Young (EY) Indonesia sebelumnya memprediksi IPO dari sektor energi terbarukan akan ditunggu seiring dengan meningkatnya minat pasar. Dalam lima tahun terakhir, ada beberapa IPO yang sukses dari perusahaan energi terbarukan, termasuk PT Kencana Energi Lestari Tbk (KEEN), PT Arkora Hydro Tbk (ARKO), PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN).
Harga saham perusahaan-perusahaan tersebut telah meningkat setidaknya 30 persen sejak penawaran perdana hingga 30 September 2024. Sejak IPO pada 2 September 2019 hingga 30 September 2024, diketahui harga saham KEEN sudah naik 15,25 persen. Selain itu, harga saham ARKO sudah melonjak 244,64 persen sejak IPO pada 8 Juli 2022 hingga 30 September 2024.
Sementara itu, emiten energi terbarukan juga membukukan pertumbuhan laba bersih pada kuartal III tahun 2024. Sebut saja laba BREN senilai USD86,05 juta atau tumbuh 1,87 persen secara tahunan (year-on-year/YoY), laba PGEO naik 0,36 persen YoY menjadi USD133,99 juta.
Selain itu, laba KEEN juga naik 0,94 persen YoY menjadi USD12,82 juta. EY Indonesia menyampaikan, emiten energi terbarukan juga membukukan pertumbuhan kinerja setelah mendapatkan dana dari pasar modal.