KABARBURSA.COM – Pengamat otomotif, Yannes Martinus Pasaribu, memberikan saran kepada merek otomotif asal Jepang, terutama Toyota, agar mengadopsi pendekatan yang lebih adaptif dalam menghadapi kompetisi di sektor mobil ramah lingkungan, khususnya terhadap merek Tiongkok seperti BYD yang baru memasuki pasar.
“Sebagai pemimpin pasar dalam segmen mobil hybrid di Indonesia, Toyota perlu mempertimbangkan penyesuaian strategis, terutama dalam hal harga, untuk tetap bersaing dan mempertahankan dominasinya di tengah persaingan yang semakin intens,” ujar Yannes kepada KabarBursa pada Minggu, 4 Juli 2024.
Ancaman yang ditimbulkan oleh mobil listrik murah dari China telah menjadi tantangan signifikan bagi banyak merek Jepang yang telah lebih dulu menguasai segmen kendaraan listrik. Keberhasilan peluncuran BYD M6 di Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2024 menunjukkan daya tariknya, dengan mobil listrik ini meraih perhatian besar dari pengunjung.
Segmen multi-purpose vehicle (MPV) dengan tiga baris kursi ini menarik minat pengunjung untuk mencoba langsung. GIIAS 2024 bahkan memberikan penghargaan kepada mobil ini sebagai “most driven car” karena menjadi yang paling banyak dicoba selama 10 hari pameran.
Tercatat sebanyak 2.181 kali mobil ini dicoba pengunjung. Jumlah ini jauh meninggalkan merek-merek lain yang juga bermain di segmen EV. Bahkan jumlah peminatnya mengalahkan mobil-mobil Jepang, China dan Eropa.
Tak hanya itu, capaian seluruh surat pemesanan kendaraan (SPK) BYD juga mencapai angka 2.920. Jumlah ini bahkan mengungguli Honda yang hanya berhasil mengoleksi 1.861 SPK. Bahkan, capaian SPK BYD juga mengalahkan Chery yang juga berasal dari Tiongkok dan saat ini menjadi pemimpin pasar mobil listrik di Indonesia.
Di GIIAS 2024, Chery berhasil mengumpulkan 1.009 SPK, padahal dari sisi jumlah kendaraan yang telah dirilis Chery jauh lebih banyak dibandingkan dengan BYD.
Brand China lain seperti Wuling yang juga sempat mendominasi pasar mobil listrik dengan Air ev, juga harus menelan ludah karena hanya mencatatkan 2.301 SPK di GIIAS 2024. Selain itu, BYD dan SERES tertinggal lebih jauh lagi. Brand yang juga dari Tiongkok ini harus puas dengan 546 SPK.
Para pakar menilai, kemampuan brand China bersaing melawan dominasi Jepang, Eropa dan Korea di Indonesia adalah karena tidak kalah canggih dalam hal teknologi dan fitur. Jika mobil-mobil murah Jepang masih perhitungan dalam hal fitur, brand EV murah China justru lebih royal.
Selain fitur, EV dari China dianggap lebih dapat memenuhi kebutuhan konsumen di Indonesia yang rata-rata suka bepergian jauh. China menangkap peluang ini dengan menghadirkan mobil listrik yang menawarkan daya jangkau tinggi, kecepatan isi daya dan garansi baterai yang lebih lama dibanding kompetitor.
Selain itu, faktor utama lainnya adalah harga mobil listrik China relatif lebih murah dibandingkan dengan mobil Jepang, Korea dan Eropa. Bahkan harga BYD M6 di pasar otomotif hanya Rp379 juta untuk varian standard dan Rp429 juta untuk varian tertinggi.
Bahkan BYD berani membanderol EV-nya dengan harga yang jauh di bawah mobil hybrid Jepang. Para pengamat menilai, hanya soal waktu sampai pabrikan otomotif China ikut-ikutan memproduksi mobil hybrid yang harganya pasti jauh lebih murah dibandingkan Kijang Innova Zenix hybrid yang saat ini menjadi pemimpin pasar.
Innovasi Teknologi dan Fitur
Yannes menyarankan agar Toyota mempertimbangkan harga menurunkan harga Zenix di pasaran. Kendati demikian, ia menilai penurunan harga bukan satu-satunya solusi mempertahankan peringkat pertama sebagai market leader di segmen hybrid.
“Mereka juga perlu terus berinovasi dalam hal teknologi, fitur, dan layanan purna jual untuk mempertahankan posisi mereka sebagai pemimpin pasar,” ujarnya.
Akademisi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) ini juga mengingatkan agar Toyota perlu memperkuat strategi pemasaran dan komunikasi untuk memastikan agar konsumen menyadari keunggulan dan nilai tambah mobil hybrid produksi Toyota.
“Toyota perlu bersikap adaptif dan responsif terhadap perubahan pasar. Penyesuaian harga yang tepat, dikombinasikan dengan inovasi dan strategi pemasaran yang efektif, akan membantu Toyota mempertahankan posisinya sebagai pemimpin pasar mobil hybrid di Indonesia,” jelasnya.
Selain Toyota, ada banyak brand yang terancam eksistensinya berkat mulai merebaknya mobil China yang memenuhi jalanan di Indonesia. Menurutnya, brand mobil Jepang lainnya juga perlu berfokus pada inovasi produk, termasuk teknologi baru robotic dan mengembangkan teknologi hybrid dan EV berfitur lengkap yang lebih menarik dibandingkan dengan yang sudah mengaspal.
“Penyesuaian harga dengan menawarkan opsi pembiayaan fleksibel juga penting. Penguatan citra merek melalui kampanye marketing yang efektif dan kemitraan strategis dapat meningkatkan visibilitas. Selain itu, pelayanan pelanggan yang responsif dan layanan 3S yang handal sangat penting,” jelasnya.
Selain itu, faktor-faktor yang juga berperan penting dalam mempertahan dominasi pasar adalah pengembangan jaringan distribusi melalui perluasan dealer dan platform online.
“Adaptasi terhadap perubahan pasar melalui riset yang berkala dan fleksibilitas dalam strategi bisnis juga sangat diperlukan,” pungkasnya. (*)