KABARBURSA.COM – Pengamat otomotif Yannes Martinus Pasaribu menilai sinyal positif dari pemerintah terkait pemberian subsidi motor listrik yang disampaikan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan merupakan upaya peningkatan populasi kendaraan listrik di Indonesia.
“Sinyal penambahan subsidi motor listrik di Indonesia adalah langkah positif yang akan mempercepat adopsi kendaraan listrik dan mendukung transisi energi. Subsidi yang lebih besar dan inklusif akan membuat motor listrik lebih terjangkau bagi masyarakat,” kata Yannes kepada KabarBursa, Senin, 9 September 2024.
Sebelumnya, Luhut mengapresiasi subsidi motor listrik sebagai langkah positif yang harus dilanjutkan. Sementara itu, berdasarkan data subsidi motor listrik yang tertera di laman Sistem Informasi Bantuan Pembelian Kendaraan Bermotor Listrik Roda Dua (SISAPIRa) pada tanggal 9 September 2024, alokasi anggaran yang masih tersedia tahun 2024 sebanyak 1.732 unit.
Sedangkan untuk unit kendaraan yang diterima masyarakat pada tahun 2024 sebanyak 59.125. Pada tahun sebelumnya, jumlah motor listrik yang terserap sebanyak 11.532 unit. Kemudian proses pendaftaran yang masuk 19.591, terverifkasi 664 dan kendaraan yang tersalurkan sebanyak 38.870 unit.
Pembangunan Infrastruktur Pendukung
Yannes meminta agar pemerintah tidak hanya mendorong pemberian subsidi untuk meningkatkan populasi motor listrik, tapi juga memperhatikan infrastruktur pendukung agar tidak muncul masalah baru di masyarakat karena sampai hari ini jumlah fasilitas isi daya kendaraan listrik di Indonesia masih terbatas di kota-kota besar. Bahkan jumlah fasilitas ini masih relatif terbatas.
“Program ini perlu terus dikawal dan dikontrol secara gradual tren perkembangannya. Selain subsidi, pembangunan infrastruktur pengisian daya yang merata harus diberikan,” ujarnya.
Karena, salah satu kendala terbesar dari peningkatan populasi kendaraan listrik di Indonesia dalah ketersediaan infrastruktur pengisian kendaraan listrik. Berdasarkan data dari PLN, jumlah stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) di Indonesia baru hingga akhir 2023 mencapai 1.081 unit.
“Meski pabrikan memberi alternatif untuk mengisi daya motor listrik di rumah, sepertinya masyarakat masih enggan, karena proses pasang home charging di rumah harus menambah daya,” tuturnya.
Yannes menyebut, sebuah rumah yang memiliki kapasitas daya listrik hanya 900 watt ke bawah, harus menambah daya. “Untuk menambah daya listrik di rumah, harus mengeluarkan uang lagi,” jelas Yannes.
Selain ketersediaan SPKLU, infrastruktur lainnya yang perlu ditambah adalah bengkel khusus motor listrik. Penguasaan teknologi motor listrik belum dapat dijangkau bengkel-bengkel kecil yang biasa menangani motor konvensinal.
Belum Sesuai Kriteria
Akademisi Institut Teknologi Bandung itu juga menilai rendahnya penjualan motor listrik di Indonesia adalah karena tidak sesuai dengan keinginan atau kriteria masyarakat.
Konsumen di Indonesia butuh sepeda motor murah namun tangguh untuk menunjang kebutuhan sehari-hari. Kriteria lain motor listrik yang diharapkan adalah murah perawatan, bebas risiko dan punya daya jangkau tinggi.
Menurutnya, populasi motor listrik yang beredar masih jauh dari harapan masyarakat, terutama bagi kelompok low segment pembeli motor listrik. Sementara bagi kelompok ini harga motor listrik relatif jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan motor konvensional, baik dalam kondisi baru atau bekas.
Menurutnya, hal ini yang membuat masyarakat cenderung lebih memilih membeli motor konvensional dibandingkan dengan motor listrik baru. Selain karena keterbatasan infrastuktur, pemerintah belum mampu membuat motor listrik menjadi preferensi konsumen.
Butuh Waktu Lama Ubah Gaya Hidup
Sementara itu, pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko setijowarno menilai, mengubah gaya hidup masyarakat, dari menggunakan motor konvensional ke listrik tidak semudah seperti yang dikatakan pemerintah. Ia mencontohkan, proses transisi dari motor konvensional ke motor listrik di Tiongkok butuh waktu 80 tahun.
“China saja yang sudah memaksa rakyatnya membutuhkan waktu selama itu. Apalagi kita, yang pejabatnya memaksakan agar dirinya saja yang makin kaya,” ungkapnya.
Fakta lainnya, kata Djoko, serapan subsidi dari penjualan motor listrik di Indonesia tidak sampai 5 persen. Padahal, menurutnya, pemerintah telah menggelontorkan anggaran untuk subsidi sudah cukup besar, yakni Rp12,3 triliun.
“Motor listrik itu kurang laku. Sudah dicoba diberi subsidi sebesar Rp7 juta, tetap saja enggak laku. Kecuali sepeda listrik, itu laku.
Hal lainnya yang membuat motor listrik sepi pembeli yaitu sulit untuk menjual kembali karena masih banyak masyarakat yang belum percaya dengan performa dan keamanan motor listrik.
“Semua orang sudah punya sepeda motor, ngapain beli lagi. Walau dikonversi, masyarakat tetap belum terlalu berminat. Masyarakat juga akan berpikir bagaimana jika baterai habis di tengah jalan. Kalau pakai motor biasa, hanya sekitar lima menit sudah terisi,” jelasnya.