KABARBURSA.COM-Impor nikel yang akan diproduksi di China saat ini hampir mencapai titik terendah dalam 10 tahun terakhir. Ini menunjukkan adanya pergeseran dalam rantai produksi nikel global pada tahun 2023.
Menurut laporan dari Reuters, permintaan China terhadap produk nikel kelas I mengalami penurunan selama beberapa bulan terakhir. Ini disebabkan oleh peningkatan permintaan China akan impor logam jenis lain dari Indonesia.
Mayoritas material yang diimpor dari Indonesia adalah nikel pig iron (NPI), yang digunakan untuk sektor baja tahan karat di China.
Sejak Indonesia melarang ekspor bijih nikel pada tahun 2020, China, yang merupakan pengimpor bijih nikel terbesar dari Indonesia, telah membangun pabrik pengolahan nikel di Indonesia. Akibatnya, aliran bijih antara kedua negara telah berubah menjadi NPI dari pabrik baru di Indonesia.
Sementara sebagian besar material yang diimpor oleh China masih digunakan untuk sektor baja tahan karat, NPI tetap menjadi kategori perdagangan dengan volume terbesar antara kedua negara. Volume impor tersebut meningkat dari 47% menjadi 7,92 juta metrik ton pada tahun 2023.
Dengan peningkatan kapasitas produksi di Indonesia, terutama yang dimiliki dan dioperasikan oleh perusahaan China, sekarang lebih banyak bijih laterit yang diolah menjadi bentuk nikel lain seperti matte dan MHP untuk digunakan dalam pembuatan baterai.
Impor matte China dari Indonesia meningkat drastis dari 10.800 ton pada tahun 2020 menjadi 300.500 ton pada tahun 2023, dengan Indonesia menyumbang 93% dari total impor tersebut.
Produksi pertambangan nikel di Indonesia melonjak 48% dari tahun 2021 ke tahun 2022, dan lagi sebesar 29% dalam 11 bulan pertama tahun 2023. Saat ini, Indonesia menyumbang lebih dari separuh dari total produksi global, meningkat dari hanya sepertiga pada tahun 2019.
Di sisi lain, China merupakan importir bersih nikel olahan yang signifikan. Namun, meningkatnya arus bahan nikel dari Indonesia telah mengurangi permintaan impor logam nikel dengan kemurnian tinggi Kelas I.
Impor China untuk nikel Kelas I pada tahun lalu mencapai 91.000 ton, menurun 42% dibandingkan dengan tahun 2022, dan merupakan angka impor tahunan terendah sejak tahun 2005.
Namun, terdapat perubahan signifikan dalam pola perdagangan China, dengan peningkatan ekspor logam olahan.