KABARBURSA.COM – Informasi tentang kenaikan harga beras hingga mencapai Rp18.000 per kilogram telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat. Namun, situasinya berbeda di Pasar Gondangdia, Jakarta Pusat, di mana harga beras bahkan melonjak hingga mencapai Rp21.000 per kilogram.
Berdasarkan pantauan langsung oleh jurnalis Kabar Bursa, Syahrianto, pada Jumat siang sekitar pukul 15.30 WIB, 21 Februari 2024, beras dengan kualitas terendah dijual seharga Rp16.000 per kilogram, sementara untuk kualitas tertinggi sudah mencapai Rp21.000 per kilogram.
Syahrianto merekam harga-harga tersebut melalui foto tulisan yang dipajang oleh para pedagang di pasar tradisional tersebut.
Pedagang di pasar tersebut menyatakan bahwa kenaikan harga beras belakangan ini telah mencapai level tertinggi dalam sejarah di era Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bahkan, harga beras telah melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh pemerintah, mencatat rekor baru dengan mencapai Rp18.000 per kilogram.
Keluhan Pedagang: Engga Untung!
Salah seorang pedagang sembako di Pasar Gondangdia, Jakarta Pusat mengaku tidak mampu jika menyetok banyak beras dari Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) lantaran masalah harga. Alasan lainnya banyak pembeli menahan untuk belanja beras sehingga hanya mengandalkan pelanggan yang kerap membeli beras secara rutin. “Kita enggak mampu aja mau beli banyak karena mau dijual ke mana? (Jual) ke langganan aja,” kata pedagang di Pasar Gondangdia, Rusno kepada Kabar Bursa, Jumat, 23 Februari 2024.
Ia mengeluhkan tidak mendapatkan untung dari penjualan beras karena kenaikan harga yang hampir terjadi satu kali seminggu. “Pusing. Di kalkulatornya untung, tapi buat belanja lagi pas. (Keuntungannya) enggak kelihatan ya, enggak dapat-dapat untung,” ucapnya. Selama berjualan beras sejak 1997, Rusno mengaku harga beras pada 2024 merupakan yang tertinggi dalam sejarahnya. Jika ada kenaikan pada tahun-tahun sebelumnya masih dalam batas wajar.
Namun demikian, Rusno mengatakan bahwa meski harga beras melambung tinggi di kisaran Rp16.000-Rp21.000 per kilo, ia tetap membeli sekitar 1-2 ton beras sebagai cadangan penjualannya. “Makanya mau gimana-gimana ya belanja (beras) tetap, ngikutin pelanggan. Mahal ya mahal, murah ya murah,” akunya.
Menurutnya, intervensi pemerintah untuk mengendalikan harga beras tidak teras di pasar tempatnya berjualan. “Belum terasa. Tapi saya ikutnya dari induk (Cipinang). Kalau induk turun, sini turun, tapi induk masih mahal,” tegasnya.
Sebagai pedagang yang mengandalkan dari penjualan sembako khususnya beras, Rusno hanya berharap harga beras dapat stabil. “Ya stabil, normal ajalah kayak kemarin. Kalau paling turun sih enggak mungkin, tapi kalau sudah naik ya normal lagi kayak semula. Stabillah gitu,” jelasnya.
Karena, ia hanya memperoleh keuntungan di kisaran Rp1.000-Rp2.000 setiap penjualan yang mengakibatkan ia pesimis dengan kondisi harga beras sekarang. Apalagi setiap minggu stok beras diperbarui. “Supaya buat jualan enggak terlalu pusing. Belanja naik, belanja naik, enggak ketemu. Kalau sudah stabil kan enak,” tandas dia.
Keluhan Pembeli di Pasar Gondangdia: Kami Ngga Mampu Lagi!
Sementara itu, Wati salah seorang pekerja swasta yang ditemui KabarBursa tak jauh dari Pasar Gondangdia merasakan dampak kenaikan harga beras terkini. “Ya kondisi saat ini ya cukup memberatkan ya karena hampir 50 persen harga berasnya naik. Yang satu liter biasanya Rp9.000-Rp10.000 sekarang bisa sekitar Rp15.000. Biasanya beli Rp30.000 dapat tiga liter, ini cuma dapat dua liter. Cost operational untuk dapur bertambah,” ujarnya.
Ia mengaku bahwa kenaikan harga beras ini tidak hanya memberatkan tetapi semakin menambah beban utamanya untuk rumah tangga. “Untuk kebutuhan dapur jadi bahan kebutuhan lainnya ikut naik. Yang biasanya kita belanja Rp60.000 kini malah jadi Rp80.000,” kata dia bercerita.
Ia pun mengakui kenaikan harga beras pada 2024 yang tertinggi sepanjang ia merasakannya. Menurutnya hal ini sebuah ironi bagi Indonesia. “Ya ironis aja ya, seperti tikus mati di lumbung padi. Kita ini kan punya potensi pertanian yang sangat luas ya, hanya sektor beras saja tidak bisa ditangani gitu,” sambungnya.
“Harapannya sih simpel saja ya bahwa sembako bisa terjangkau buat masyarakat, dan bisa stabillah,” tegasnya. Hal yang sama juga dikatakan oleh Leni salah satu warga Bogor yang bekerja sebagai cleaning service di KAI. Kenaikan harga beras tahun ini menurutnya memberatkan.
“Berat sih ya karena kan setiap hari konsumsi bisa seliter,” ucapnya. Untuk itu, Leni akhirnya menyiasati kebutuhan beras hariannya dengan trik mencampur beras kualitas rendah dan tinggi dengan tujuan kuantitas terpenuhi.
“Jadi kita belinya kayak dua liter yang Rp15.000 dan dua liter yang Rp12.000. Jadi enggak semuanya sih (yang mahal),” akunya. “Jadi nyari yang agak bagus dikit sama yang kualitasmya mungkin agak kurang,” lanjut dia. Leni mengaku masih menaruh harapan harga beras akan turun di kisaran harga Rp10.000 atau Rp11.000 per liter, khususnya menjelang bulan Ramadan. “Mudah-mudahan ya beras udah enggak naik lagi atau bahkan jangan sampai lebih naik lagi,” tutupnya.