Scroll untuk baca artikel
HeadlineMarket Hari Ini

Ekonom Baca Kemungkinan CAD RI Melebar, ini Faktornya

×

Ekonom Baca Kemungkinan CAD RI Melebar, ini Faktornya

Sebarkan artikel ini
MGL7954 11zon
Ilustrasi Teller bank (foto: KabarBursa/abbas sandji)

KABARBURSA.COM – Defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) Indonesia kemungkinan melebar pada kuartal I 2024, menurut ekonom. Hal ini dapat terjadi seiring dengan menyusutnya surplus neraca perdagangan.

Josua Pardede, yang menjabat sebagai Kepala Ekonom di Bank Permata, memperkirakan bahwa defisit neraca transaksi berjalan Indonesia akan mencapai -0,40 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada kuartal pertama tahun ini. Hal ini berbeda dengan situasi pada kuartal pertama tahun sebelumnya, yang tercatat surplus sebesar 0,90 persen dari PDB.

Josua juga menyatakan bahwa perluasan defisit tersebut juga terlihat dari angka -0,38 persen dari PDB yang tercatat pada kuartal IV 2023. Dia menjelaskan bahwa peningkatan defisit transaksi berjalan tersebut terutama disebabkan oleh penurunan surplus dalam neraca perdagangan, yang turun dari USD12,11 miliar pada periode Januari-Maret 2023 menjadi USD7,41 miliar pada periode yang sama tahun 2024.

Sementara itu, defisit transaksi berjalan Indonesia pada kuartal I 2024, meskipun sedikit meningkat dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, masih didorong oleh meningkatnya surplus dalam neraca perdagangan barang. Menurut data dari Bank Indonesia (BI), situasi ini didukung oleh peningkatan ekspor barang seiring dengan membaiknya permintaan global dan harga komoditas.

Impor barang meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat selama musim Natal dan Tahun Baru. Sementara itu, defisit dalam neraca jasa dan neraca pendapatan primer juga mencatat peningkatan, sejalan dengan meningkatnya aktivitas domestik dan pola pembayaran bunga selama periode pelaporan.

Sepanjang tahun 2023, transaksi berjalan mencatat defisit sebesar USD1,6 miliar atau 0,1 persen dari PDB, setelah sebelumnya mencatat surplus sebesar USD13,2 miliar atau 1,0 persen dari PDB pada tahun 2022.

Josua memproyeksikan bahwa defisit dalam transaksi berjalan akan tetap terkendali pada tahun 2024, mencapai 0,75 persen dari PDB. Dia menjelaskan bahwa proyeksi ini didasarkan pada beberapa faktor, termasuk penormalan harga komoditas secara bertahap dan permintaan domestik yang stabil sejalan dengan prospek ekonomi domestik yang positif.

Selain itu, Josua juga mencatat bahwa meningkatnya ketidakpastian global masih akan memiliki dampak pada permintaan global secara keseluruhan.

Rekor Neraca Perdagangan 

Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan Indonesia pada April 2024 mencapai USD3,56 miliar. Akan tetapi surplus ini mengalami penurunan sebesar 5,17 persen month on month (mom) jika dibandingkan bulan sebelumnya.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Pudji Ismartini menyampaikan neraca perdagangan Indonesia April 2024 mengalami surplus USD3,56 miliar terutama berasal dari sektor nonmigas USD5,17 miliar, namun tereduksi oleh defisit sektor migas senilai USD1,61 miliar.

Menurutnya, komoditas nonmigas tersebut, yang menjadi penyumbang surplus utama adalah bahan bakar mineral (HS 27), lemak atau minyak hewan nabati (HS 15), besi dan baja (HS 72). Namun surplus neraca perdagangan April 2024 lebih rendah jika dibandingkan dengan bulan lalu (mtm) serta bulan yang sama pada tahun lalu (yoy).

Pada saat yang sama, neraca perdagangan komoditas migas tercatat defisit USD1,61 miliar dengan komoditas penyumbang defisit adalah hasil minyak dan minyak mentah.

“Neraca perdagangan Indonesia April 2024 mengalami surplus USD3,56 miliar atau turun sebesar USD1,02 miliar secara bulanan,” tuturnya.

Adapun surplus neraca perdagangan pada April 2024 lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya dan secara tahunan. Jika dibandingkan pada April 2023, surplus neraca perdagangan turun 5,53 persen yang mencapai USD3,94 miliar.

Lebih lanjut, Indonesia pernah mengalami surplus neraca perdagangan selama 12 tahun 11 bulan beruntun sejak Juni 1995 hingga April 2008. Jika dikalkukasikan, neraca perdagangan Indonesia pada periode tersebut mengalami surplus selama 155 bulan beruntun.

“Berdasarkan catatan BPS, surplus terpanjang pernah terjadi berturut-turut pada Juni 1995 sampai dengan April 2008,” kata Pudji.

Pudji menyampaikan, setelah periode tersebut, neraca perdagangan Indonesia juga pernah mencatatkan surplus selama 18 bulan berturut-turut, yaitu sejak Januari 2016 hingga Juni 2017.

Sementara itu, neraca perdagangan Indonesia saat ini telah mencatatkan surplus selama 48 bulan atau 4 tahun beruntun sejak Mei 2020 hingga Mei 2024.

“Akumulasi surplus neraca perdagangan Indonesia selama 48 bulan beruntun hingga April 2024 adalah sebesar USD157,21 miliar,” tandasnya.

Kinerja Ekspor Impor

BPS mencatat nilai ekspor Indonesia pada April 2024 anjlok menjadi USD19,65 miliar. Kinerja ekspor pada April 2024 turun 16,40 persen dibandingkan Maret 2024 (mtm). “Pada April 2024, nilai ekspor mencapai USD19,62 miliar, turun 12,97 persen dibanding Maret 2024. Ekspor migas naik 5,03 persen dan ekspor nonmigas turun 14,06 persen,” ujarnya.

Dia mengatakan penurunan kinerja ekspor pada April 2024 didorong penurunan ekspor nonmigas, terutama pada logam mulia perhiasan permata dengan andil penurunan 2,12 persen, mesin dan perlengkapan elektrik dan bagiannya 1,44 persen, kendaraan dan bagiannya andil 0,77 persen. Secara tahunan, ekspor April 2024 mengalami peningkatan 1,72 persen.

Dia mengungkapkan kenaikan ini dorong peningkatan nonmigas pada logam mulia dan perhiasan permata, barang dari besi dan baja, dan nikel dan barang daripadanya. Nilai ekspor nonmigas di seluruh sektor mengalami penurunan secara bulanan, utamanya terjadi pada industri pengolahan, turun 15,95 persen, dengan andil penurunan 11,79 persen.

Sementara itu, ​​nilai impor Indonesia pada April 2024 mencapai USD16,06 miliar atau turun 10,60 persen (mtm) dibandingkan Maret 2024 serta naik 4,62 persen (yoy) dibandingkan April 2023. Impor migas April 2024 tercatat senilai USD2,96 miliar, turun 11,01 persen (mtm) dibandingkan Maret 2024 atau naik 0,18 persen (yoy) dibandingkan April 2023.