KABARBURSA.COM – Indeks sektoral perindustrian Bursa Efek Indonesia (BEI) terus melorot 14,80 persen secara year to date (ytd) hingga perdagangan Senin, 10 Juni 2024 kemarin. Dalam perdagangan hari itu, sektor tersebut ditutup di zona merah 1,28 persen atau mengalami penurunan 12,045.
Sejak awal tahun 2024, IDX Industrials melemah bersama dengan sektor teknologi dan sektor transportasi dan logistik. Dua sektor tersebut mengalami penurunan 27,63 persen dan 21,23 persen ytd.
Lebih lanjut secara makroekonomi, Indeks Manajer Pembelian atau Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia sedang dalam posisi landai. PMI Manfaktur Indonesia pada Mei 2024 menyusut 0,8 poin secara bulanan (month to month/mtm) dari 52,9 menjadi 52,1.
Analis melihat, emiten di sektor industri memang relatif sensitif terhadap sentimen makroekonomi, kebijakan moneter, dan pergerakan nilai tukar mata uang terhadap rupiah. Oktavianus Audi, Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas, menyampaikan sejumlah sentimen itu mampu menekan sektor industri Tanah Air.
“Kami melihat sektor industri cenderung tertekan di tengah ketidakpastian pertumbuhan ekonomi global sebab pengetatan kebijakan moneter yang dilakukan bank sentral global, termasuk Bank Indonesia serta pelemahan nilai tukar rupiah,” kata Audi.
Pada kinerja kuartal I 2024, sejumlah emiten di sektor ini. Audi mencontohkan PT Astra International Tbk (ASII), PT United Tractors Tbk (UNTR), PT Arwana Citramulia Tbk (ARNA) dan PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) yang laba bersihnya menyusut dengan level penurunan double digits.
Namun demikian, analis menyampaikan bahwa sejumlah emiten di sektor industri masih ada yang mampu untuk bertahan, seperti PT Mark Dynamics Indonesia Tbk (MARK) dan PT KMI Wire & Cable Tbk (KBLI) yang kompak menumbuhkan laba bersih 137 persen pada kuartal pertama tahun ini.
Di samping itu, secara pembobotan saham ASII masih menopang sektor industri. Tapi kinerja emiten holding multi-industri tersebut sedang tertekan. Secara year to date, saham ASII mengakumulasi pelemahan 20,18 persen, ada di jajaran atas saham laggard penggerus indeks.
Prediksi Saham ASII
Dalam konteks itu, JP Morgan dan sejumlah analis memprediksi harga saham ASII akan melanjutkan tren kenaikan. Bahkan, ASII bisa mencapai harga Rp5.000 per saham.
Saham ASII adalah salah satu saham dengan karakteristik blue chip di Bursa Efek Indonesia (BEI). Saham blue chip adalah saham lapis satu yang telah berpengalaman di lantai bursa dan memiliki fundamental kuat serta kapitalisasi pasar besar.
Harga saham ASII pada perdagangan Senin 10 Juni 2024 ditutup di level 4.510, turun 50 poin atau 1,10 persen. Selama perdagangan 5 hari terakhir, harga saham ASII stagnan di level tersebut. Harga saham ASII sempat dalam tren meningkat setelah mencapai level harga terendah sejak Mei 2020. Harga terendah saham ASII terjadi pada 31 Mei 2024 di level 4.290, turun 1.140 poin atau 20 persen sejak awal tahun ini.
Tim Asean Metals, Indo Auto & Consumer Research JP Morgan menyatakan bahwa mereka telah mengakhiri pandangan underweight pada saham ASII. Kinerja saham ASII tercatat turun 17 persen secara ytd, lebih buruk dibandingkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang turun 15,5 persen.
“Kami melihat sebagian besar berita buruk dan tesis negatif terhadap perusahaan sudah muncul. Kami pun melihat risiko-imbalan menjadi seimbang di level harga saat ini,” tulis Tim JP Morgan dalam risetnya.
JP Morgan mengubah pandangannya dari underweight menjadi netral untuk saham ASII. JP Morgan memperkirakan harga saham ASII akan berada dalam kisaran Rp 4.000 – Rp 5.000 dalam waktu dekat, didorong oleh penjualan bulanan kendaraan roda empat, termasuk model hybrid dan BEV.
Penurunan harga saham juga dipengaruhi oleh perkiraan penjualan kendaraan roda empat yang hanya mencapai 900.000 unit tahun ini, serta peluncuran model baru dari ASII dan kompetitornya. Khususnya, kompetitor BYD yang meluncurkan HEV dengan jangkauan 2.000 kilometer.
Sementara itu, Junior Research Analyst Pilarmas Investindo Sekuritas Arinda Izzaty Hafiya mencatat harga saham ASII terus melemah, setara dengan harga empat tahun lalu. Secara teknikal, saham ASII tengah retest support pada level 4.510.
“Pelemahan harga saham ASII disebabkan oleh turunnya laba bersih sebesar 15,81 persen yoy menjadi Rp 7,46 triliun dari sebelumnya Rp11,59 triliun,” jelas Arinda.
Penurunan laba bersih ASII dipicu oleh pendapatan yang turun 2,13 persen yoy pada kuartal I 2024, serta penjualan mobil dan sepeda motor yang masing-masing turun 20 persen yoy dan 7,8 persen yoy. Namun, Arinda tetap optimis dengan prospek jangka panjang ASII, mengingat rencana pembangunan Astra Biz Center-IKN yang akan menjadi kompleks terpadu untuk 11 merek perusahaan Grup Astra.
Tren IDX Industrials
Kembali ke sektor industri, Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana menambahkan bahwa secara umum IDX Industrial masih berada di fase downtrend dan masih didominasi oleh volume penjualan.
Sementara itu, mempertimbangkan turbulensi pasar dan risiko ketidakpastian makro ekonomi yang masih membayangi, Audi menyarankan wait and see terlebih dulu untuk saham-saham di sektor industri.
“Apalagi sektor ini juga terpengaruh langsung terhadap fluktuasi kurs dan suku bunga,” imbuh Audi.
Namun pelaku pasar masih bisa memilih secara selektif saham-saham industri yang masih prospektif. Sambil menunggu sentimen yang lebih kondusif, Audi menyarankan untuk beralih terlebih dulu ke saham-saham dengan kategori defensif.
“Sampai nanti sudah mulai cooling down dari kebijakan moneter dan situasi stabil kembali, maka saham yang berkategori cyclical akan menjadi menarik lagi,” terang Audi. (*)