Scroll untuk baca artikel

Saham Pembuat Chip Masih Topang Lonjakan Wall Street

×

Saham Pembuat Chip Masih Topang Lonjakan Wall Street

Sebarkan artikel ini
wall street
Wall Street. (Foto: Getty Images)

KABARBURSA.COM – S&P 500 dan Nasdaq menorehkan pencapaian tertinggi sepanjang masa pada Senin 8 Juli 2024 semalam waktu Indonesia. Para investor bersiap menyambut data inflasi terbaru, komentar dari Ketua The Fed Jerome Powell, serta dimulainya musim laporan pendapatan kuartalan.

Menurut Reuters, S&P 500 naik 0,10 persen, mengakhiri sesi di 5.572,85 poin. Nasdaq menguat 0,28 persen, mencapai 18.403,74 poin, sementara Dow Jones Industrial Average turun tipis 0,08 persen, menjadi 39.344,79 poin.

Ini merupakan penutupan rekor tertinggi kelima berturut-turut bagi Nasdaq dan keempat berturut-turut bagi S&P 500. Dari 11 sektor dalam indeks S&P 500, enam mengalami penurunan, dengan sektor layanan komunikasi merosot 1,01 persen, diikuti penurunan 0,59 persen di sektor energi.

Saham Nvidia melesat hampir 2 persen, Intel melonjak lebih dari 6 persen, dan Advanced Micro Devices bertambah 4 persen, yang mengangkat indeks semikonduktor Philadelphia sebesar 1,9 persen.

Para pedagang akan memperhatikan data harga konsumen yang akan dirilis pada Kamis 11 Juli 2024 dan data harga produsen yang dijadwalkan pada Jumat 12 Juli 2024, untuk menilai upaya The Fed dalam memerangi inflasi.

Investor khawatir bahwa penundaan penurunan suku bunga dapat merusak pasar tenaga kerja dan mendorong ekonomi ke dalam resesi. Mereka akan memantau dengan seksama kesaksian setengah tahunan Powell di hadapan komite Senat dan DPR AS pada hari Selasa dan Rabu.

Ross Mayfield, analis strategi investasi di Baird, menyatakan bahwa investor mendambakan nada dovish dan pengakuan bahwa risiko dua sisi lebih seimbang saat ini, terutama terkait pasar tenaga kerja.

Ekspektasi penurunan suku bunga sedini September meningkat setelah laporan nonfarm payrolls pada Jumat lalu, yang menunjukkan perlambatan pertumbuhan pekerjaan AS pada Juni – data terbaru yang mencerminkan kelemahan dalam kondisi pasar tenaga kerja.

Pedagang kini melihat lebih dari 75 persen peluang penurunan suku bunga setidaknya 25 basis poin pada September, naik dari 60 persen pekan lalu, menurut CME’s FedWatch.

Citigroup, JPMorgan Chase, dan Wells Fargo dijadwalkan memulai musim laporan pendapatan kuartal kedua Wall Street pada Jumat. Saham Citigroup naik 1,1 persen, sementara Wells Fargo turun 1 persen.

Analis rata-rata memperkirakan perusahaan S&P 500 akan meningkatkan laba per saham agregat mereka sebesar 10,1 persen pada kuartal kedua, naik dari peningkatan 8,2 persen pada kuartal pertama, menurut LSEG I/B/E/S.

Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, memperkirakan Bank Sentral AS, The Fed, akan mempertahankan suku bunga di kisaran 5,25-5,50 persen pada pertemuan Juli 2024.

The Fed tetap berhati-hati dalam menurunkan suku bunga sebelum inflasi konsisten mendekati target 2 persen.

“Diperkirakan The Fed hanya akan menurunkan FFR (Fed Fund Rate) satu kali tahun ini, lebih sedikit dari rencana sebelumnya yang tiga kali pada Maret 2024. Hal ini menyebabkan aliran dana asing terus keluar dari pasar domestik dan rupiah terus melemah terhadap dolar AS,” kata Asmoro dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Data terakhir dari AS yang membaik diharapkan dapat mendorong The Fed untuk memangkas suku bunga menjelang akhir tahun, sehingga bisa membuat rupiah menguat dan menarik kembali aliran dana asing ke Indonesia.

Secara teknis, rupiah diperkirakan akan bergerak di kisaran 16.300 – 16.500 per dolar AS.

Asmoro menganalisa berdasarkan risalah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) terakhir, mayoritas pejabat The Fed melihat potensi penurunan suku bunga menjelang akhir tahun. Namun, tingkat kekhawatiran berbeda terkait risiko penurunan suku bunga masih ada, menunjukkan kehati-hatian The Fed dalam keputusan ini.

Ketua The Fed, Jerome Powell, menyatakan bahwa inflasi mulai menurun, tetapi belum memastikan apakah The Fed akan menurunkan suku bunga pada September 2024.

Meski laporan inflasi terbaru cukup menjanjikan, The Fed masih memerlukan lebih banyak bukti dari data lainnya sebelum menurunkan suku bunga.

Berdasarkan perkiraan pasar (CME Group), per 5 Juli 2024, penurunan suku bunga pertama tahun ini diprediksi terjadi pada September 2024 dengan probabilitas 66,5 persen, dan penurunan kedua pada Desember 2024 dengan probabilitas 45,2 persen.

Investor akan memperhatikan laporan dari sektor tenaga kerja AS hari ini. Para ekonom memperkirakan penambahan non-farm payrolls sebesar 190 ribu pada Juni 2024, lebih rendah dari bulan sebelumnya.

“Angka pengangguran AS diperkirakan tetap di level 4 persen. Diharapkan data ini menunjukkan perekonomian melambat secara terkendali, membuktikan bahwa inflasi terkendali tanpa menyebabkan resesi,” ujar Asmoro.

Selain itu, indeks pasar saham Asia bergerak melemah dengan Shanghai turun 0,29 persen menjadi 2.949,1 dan Hang Seng turun 0,86 persen menjadi 17.872,8.

Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,34 persen ke level 7.245,2, dengan delapan dari sebelas sektor yang diperdagangkan menguat, dipimpin oleh sektor industri.

Imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia dengan tenor 10 tahun turun 1,3 bps menjadi 7,00 persen. Sementara, yield obligasi pemerintah AS (US Treasury Notes) acuan tenor 10 tahun turun 0,6 bps menjadi 4,35 persen. (*)