Scroll untuk baca artikel
HeadlineMakro

Uang Beredar Melonjak Rp9.206 Triliun, Apa Dampaknya?

×

Uang Beredar Melonjak Rp9.206 Triliun, Apa Dampaknya?

Sebarkan artikel ini
MGL7745 11zon
Gedung Bank Indonesia (foto: KabarBursa/abbas sandji)

KABARBURSA.COM – Bank Indonesia (BI) melaporkan adanya pertumbuhan uang beredar pada bulan Juni. Salah satu faktor pendukungnya adalah peningkatan kredit perbankan.

Pada Senin 22 Juli 2024, BI mencatat uang beredar dalam arti luas (M2) mencapai Rp 9.026,2 triliun pada bulan Juni. Angka ini naik 7,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).

Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan bulan Mei yang hanya naik 7,6 persen yoy. Kenaikan ini terutama didorong oleh pertumbuhan uang beredar sempit (M1) sebesar 7 persen yoy dan uang kuasi yang meningkat sebesar 7,7 persen yoy.

Perkembangan M2 pada Juni 2024 dipengaruhi oleh penyaluran kredit dan aktiva luar negeri bersih. Penyaluran kredit pada Juni 2024 tumbuh sebesar 11,5 persen yoy, yang relatif stabil dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 11,4 persen yoy, menurut laporan BI.

Sementara itu, aktiva luar negeri bersih tumbuh sebesar 3,1 persen yoy, lebih baik dibandingkan pertumbuhan Mei yang hanya sebesar 0,6 persen yoy. Selain itu, tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat tumbuh sebesar 14 persen yoy, namun melambat dibandingkan Mei yang melonjak hingga 22,7 persen yoy.

Uang beredar di Indonesia terus tumbuh pada tahun 2023 dan 2024. Pada tahun 2023, pertumbuhan uang beredar tertinggi terjadi pada bulan Maret (3,8 persen) dan Desember (3,5 persen). Pada tahun 2024, pertumbuhan uang beredar tertinggi terjadi pada bulan Maret (7,2 persen). Pertumbuhan uang beredar sedikit melambat pada bulan April dan Mei 2024. Pertumbuhan uang beredar pada bulan Juni 2024 sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan bulan Mei 2024.

Untuk menghindari dampak negatif, bank sentral seperti Bank Indonesia biasanya akan mengatur kebijakan moneter untuk mengontrol jumlah uang yang beredar, melalui instrumen seperti suku bunga, operasi pasar terbuka, dan persyaratan cadangan bank.

Dengan demikian, penting bagi otoritas moneter untuk menjaga keseimbangan dalam jumlah uang yang beredar guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang stabil tanpa memicu inflasi yang tidak terkendali.

Namun berkaca dari kasus Zimbabwe pada awal 2000-an, negara itu mengalami hiperinflasi karena pemerintah mencetak uang dalam jumlah besar untuk membiayai pengeluaran negara, yang mengakibatkan harga-harga naik secara eksponensial.

Pada tahun 1920-an, Republik Weimar di Jerman mencetak uang dalam jumlah besar untuk membayar utang perang, yang menyebabkan hiperinflasi dan kehancuran ekonomi.

Kenaikan uang beredar dan peningkatan kredit perbankan memiliki kaitan erat dalam dinamika ekonomi. Berikut adalah penjelasan mengenai hubungan antara kedua fenomena tersebut:

Ketika bank memberikan pinjaman atau kredit kepada nasabah, jumlah uang yang beredar di perekonomian meningkat. Kredit yang disalurkan bank menciptakan simpanan baru di rekening nasabah, yang pada gilirannya meningkatkan jumlah uang beredar dalam arti luas (M2).

Proses ini dikenal sebagai efek multiplikasi kredit, di mana uang yang dipinjamkan berulang kali beredar di perekonomian, memperbesar efek awal dari penciptaan uang tersebut.

Peningkatan jumlah uang beredar meningkatkan likuiditas di sistem perbankan. Bank memiliki lebih banyak dana yang tersedia untuk disalurkan sebagai kredit, sehingga dapat memperluas portofolio pinjaman mereka.

Uang beredar yang melimpah cenderung menurunkan suku bunga. Suku bunga yang lebih rendah membuat pinjaman lebih murah bagi konsumen dan bisnis, yang kemudian meningkatkan permintaan akan kredit.

Bank Indonesia, dapat mempengaruhi jumlah uang beredar melalui kebijakan moneter. Dengan menurunkan suku bunga atau membeli surat berharga, bank sentral meningkatkan likuiditas perbankan, yang kemudian dapat meningkatkan kredit perbankan.

Pertumbuhan ekonomi yang kuat biasanya disertai dengan peningkatan permintaan kredit, yang mendorong bank untuk menyalurkan lebih banyak pinjaman. Penyaluran kredit ini meningkatkan jumlah uang beredar.

Pada Juni 2024, Bank Indonesia melaporkan bahwa peningkatan uang beredar didorong oleh pertumbuhan kredit perbankan sebesar 11,5 persen year-on-year (yoy), yang relatif stabil dibandingkan bulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit ini berkontribusi langsung terhadap peningkatan jumlah uang beredar dalam ekonomi​ 

Hubungan antara uang beredar dan kredit perbankan bersifat dua arah dan saling mempengaruhi. Kebijakan moneter yang mengatur jumlah uang beredar dapat mendorong atau membatasi penyaluran kredit perbankan, sementara peningkatan kredit perbankan dapat meningkatkan jumlah uang beredar, yang pada akhirnya mempengaruhi kondisi ekonomi secara keseluruhan.

Peningkatan kredit perbankan dapat merangsang pertumbuhan ekonomi dengan menyediakan dana untuk investasi dan konsumsi.

Namun, peningkatan uang beredar yang terlalu cepat dapat menyebabkan inflasi jika pertumbuhan kredit tidak diimbangi dengan peningkatan produksi barang dan jasa. Penyaluran kredit yang berlebihan tanpa kontrol yang memadai bisa menyebabkan risiko stabilitas keuangan, seperti pembentukan gelembung aset.

Dampak Positif-Negatif

Kenaikan uang beredar yang terlalu tinggi dapat memiliki berbagai dampak ekonomi, baik positif maupun negatif. Berikut beberapa dampak yang mungkin terjadi:

Dampak Positif:

  1. Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi:
    • Peningkatan uang beredar dapat mendorong konsumsi dan investasi, sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
  2. Peningkatan Likuiditas:
    • Dengan lebih banyak uang yang beredar, bisnis dan konsumen memiliki akses lebih mudah ke kredit, yang bisa mendorong ekspansi bisnis dan pembelian barang.

Dampak Negatif:

  1. Inflasi:
    • Kenaikan uang beredar yang terlalu tinggi dapat menyebabkan inflasi. Ketika terlalu banyak uang mengejar terlalu sedikit barang, harga cenderung naik.
    • Inflasi yang tinggi dapat mengurangi daya beli masyarakat, terutama bagi mereka dengan pendapatan tetap.
  2. Depresiasi Nilai Mata Uang:
    • Peningkatan uang beredar yang berlebihan bisa menyebabkan depresiasi nilai mata uang, karena peningkatan pasokan uang melebihi permintaan.
  3. Ketidakstabilan Ekonomi:
    • Kenaikan yang tidak terkendali dalam uang beredar bisa menciptakan ketidakstabilan ekonomi, dengan potensi untuk menyebabkan gelembung aset yang kemudian bisa meledak dan menyebabkan krisis.
  4. Suku Bunga yang Lebih Tinggi:
    • Bank sentral mungkin terpaksa menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi, yang bisa berdampak negatif pada pinjaman dan investasi.
  5. Pengaruh Negatif pada Tabungan:
    • Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan uang beredar dapat mengurangi nilai tabungan masyarakat, karena uang yang disimpan akan memiliki daya beli yang lebih rendah di masa depan. (*)