KABARBURSA.COM – Data penting ekonomi Amerika Serikat yang dirilis tadi malam mungkin telah membuat pelaku pasar keuangan di seluruh dunia kurang nyenyak tidur.
Pertumbuhan ekonomi negara dengan PDB terbesar di dunia ini tetap kuat meskipun ada pengetatan moneter paling agresif dalam empat dekade terakhir.
Ekonomi AS tumbuh 2,8 persen pada kuartal II 2024, naik dari 1,4 persen pada kuartal sebelumnya dan jauh di atas perkiraan pasar sebesar 2 persen. Angka yang lebih tinggi dari perkiraan ini membuat pasar semakin gugup.
Ekspektasi terhadap penurunan suku bunga acuan Federal Reserve (The Fed) pada akhir kuartal ini turut menurun. Berdasarkan data CME Fed Watch, probabilitas penurunan suku bunga The Fed pada September turun menjadi 87,7 persen dari sebelumnya 94 persen.
Analisis ekonom BloombergEconomics menilai, pertumbuhan ekonomi AS yang lebih cepat pada kuartal lalu mungkin akan membuat The Fed memperlambat siklus penurunan suku bunga tahun ini. Namun, data keseluruhan, termasuk pasar tenaga kerja yang mulai melemah, masih memberikan peluang pada penurunan suku bunga The Fed mulai September nanti.
Pada 31 Juli atau Rabu pekan depan, The Fed akan menggelar pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) yang diprediksi akan menahan suku bunga acuan, Fed fund rate, di level sekarang. Pasar juga memperkirakan ‘hold’ dengan probabilitas mencapai 90,7 persen, seperti terlihat di CME Fed Watch pagi ini.
Belanja konsumen, yang menjadi mesin utama pertumbuhan, tercatat menguat pada kuartal II 2024. Namun, jika dilihat selama semester pertama, terjadi penurunan signifikan dibandingkan paruh kedua tahun lalu.
“Kami memperkirakan pasar tenaga kerja yang mendingin dan pertumbuhan pendapatan yang melambat akan memperkuat perlambatan tersebut,” kata Eliza Winger, ekonom BloombergEconomics, dalam catatan pascarilis data PDB.
Berikut ini beberapa kesimpulan penting dari rilis data PDB Amerika menurut ekonom BloombergEconomics:
- Pertumbuhan PDB riil meningkat menjadi 2,8 persen pada kuartal II 2024 dari 1,4 persen pada kuartal I 2024, melampaui estimasi kami sebesar 2,1 persen dan ekspektasi konsensus pasar sebesar 2 persen.
- Data tersebut menunjukkan ekonomi AS tumbuh pada kecepatan rata-rata 2,1 persen pada semester I 2024, sesuai proyeksi The Fed untuk pertumbuhan tahun ini. Indeks PCE inti melambat ke angka yang masih tinggi yakni 2,9 persen, dibandingkan 3,7 persen sebelumnya.
- Penjualan akhir, PDB tidak termasuk inventaris, meningkat menjadi 2 persen dibandingkan 1,8 persen sebelumnya. Inventaris secara tidak proporsional mendorong pertumbuhan, menambahkan 0,82 poin persentase ke angka utama didorong oleh peningkatan penjualan mobil karena diler mobil menghadapi dampak serangan siber.
- Penjualan final kepada konsumen domestik (PDB yang tidak termasuk inventaris dan perdagangan) meningkat jadi 2,7 persen dibandingkan sebelumnya 2,4 persen. Sementara penjualan final kepada pembeli domestik swasta, yang mengecualikan belanja pemerintah, tetap tumbuh 2,6 persen.
- Belanja konsumen tumbuh moderat sebesar 2,3 persen dibandingkan 1,5 persen sebelumnya. Peningkatan ini sebagian besar mencerminkan kebutuhan seperti perawatan kesehatan, perumahan, dan utilitas. Dengan menipisnya nilai tabungan, tingkat tunggakan pinjaman konsumen yang lebih tinggi, dan pasar tenaga kerja yang semakin landai, kami memperkirakan konsumen akan mengencangkan ikat pinggang dalam beberapa bulan ke depan.
- Investasi perumahan turun 1,4 persen dari 16 persen sebelumnya karena pembeli dan penjual menunggu bunga KPR turun dan harga rumah menjadi lebih terjangkau.
- Investasi bisnis secara mengejutkan meningkat, tumbuh 5,2 persen dibandingkan 4,4 persen sebelumnya, didorong oleh peralatan yang naik tajam 11,6 persen dari sebelumnya hanya 1,6 persen. Produk kekayaan intelektual melambat menjadi 4,5 persen dari sebelumnya 7,7 persen. Sementara investasi bisnis pada struktur terkontraksi
- 3,3 persen dari sebelumnya 3,4 persen. Dolar yang kuat dan momentum permintaan baru-baru ini untuk produk AI dan teknologi baru lainnya telah menjadi titik terang. Namun, tema keseluruhan dari survei Fed regional adalah niat belanja modal masih suam-suam kuku untuk tahun ini.
- Kesimpulannya, tingkat pertumbuhan 2,8 persen pada kuartal II 2024 jauh di bawah pertumbuhan rata-rata 4,2 persen pada paruh kedua tahun lalu. Hal ini disebabkan oleh melambatnya belanja konsumen, yang menjadi mesin utama pertumbuhan AS, menjadi hanya 1,9 persen pada semester I 2024 dari 3,2 persen pada semester II 2023. Kami meyakini, pasar tenaga kerja yang melemah telah membebani laju belanja konsumen. Dengan demikian, The Fed bisa mendahului kurva dengan memangkas suku bunga acuan pada September, mempertimbangkan histori nonlinier dari kemerosotan pasar tenaga kerja.
Tekanan terhadap Rupiah
Rupiah kemungkinan akan menghadapi tekanan yang semakin besar dalam perdagangan pasar spot. Sentimen pasar berbalik memburuk pascarilis data ekonomi AS yang memperlihatkan perekonomian terbesar di dunia itu masih sangat tangguh.
Indeks dolar AS memang masih stabil di 104,29. Akan tetapi, bagi aset-aset di pasar emerging market mungkin akan tetap terdampak penurunan keyakinan akan pelonggaran moneter Federal Reserve pada akhir kuartal ini.
Rupiah offshore terperosok ke level Rp16.300-an sejak penutupan bursa New York, memberikan sinyal gerak rupiah spot hari ini kemungkinan akan makin melemah setelah kemarin ditutup lemah di Rp16.250 per USD.
Secara teknikal nilai rupiah berpotensi melanjutkan pelemahan dengan koreksi terdekat di level Rp16.300 per USD yang menjadi level support usai MA-50 tertembus. Level pelemahan selanjutnya akan tertahan di Rp16.350 per USD.
Apabila level itu kembali jebol, nilai rupiah berpotensi melemah makin dalam menuju level Rp16.370 per USD sebagai support terkuatnya.
Jika nilai rupiah terjadi penguatan hari ini, resistance menarik dicermati pada level Rp16.200 per USD dan selanjutnya Rp16.180 per USD.
Melihat tren jangka menengah, rupiah masih memiliki potensi penguatan meski kian terbatas untuk kembali ke level Rp16.150 per USD potensial. (*)