Scroll untuk baca artikel
Headline

Harga Tiket Pesawat Kelas Ekonomi bakal Turun?

×

Harga Tiket Pesawat Kelas Ekonomi bakal Turun?

Sebarkan artikel ini
MGL2495 11zon
Suasana Bandara Soekarno-Hatta (foto: KabarBursa/Abbas Sandji)

KABARBURSA.COM – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Badan Kebijakan Transportasi (BKT), bersama Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dan para pemangku kepentingan, telah menyelesaikan kajian mendalam mengenai harga tiket pesawat.

Hasil kajian ini menghasilkan serangkaian rekomendasi dan langkah strategis, baik dalam jangka pendek maupun menengah, untuk menurunkan harga tiket pesawat angkutan udara niaga berjadwal domestik di kelas ekonomi.

Penting untuk dipahami bahwa harga tiket yang dibayar oleh masyarakat mencakup berbagai komponen: tarif jarak tempuh, pajak, iuran wajib asuransi, serta biaya tambahan seperti surcharge.

Rekomendasi jangka pendek sebagian besar berfokus pada komponen yang berada dalam kendali pemerintah. Sementara itu, upaya jangka menengah dan panjang melibatkan peninjauan kembali Tarif Batas Bawah (TBB) dan Tarif Batas Atas (TBA).

Kepala Badan Kebijakan Transportasi Kemenhub, Robby Kurniawan, mengungkapkan bahwa kajian serta diskusi mendalam dengan para stakeholder mengarah pada kebijakan jangka pendek dan panjang untuk menurunkan harga tiket pesawat.

“Kebijakan ini memerlukan pendekatan lintas sektoral, tidak hanya dapat dilakukan oleh Kementerian Perhubungan saja,” tegas Robby dalam keterangan pers, dikutip Minggu 4 Agustus 2024.

Langkah-langkah kebijakan jangka pendek meliputi:

  1. Memberikan insentif fiskal untuk biaya avtur, suku cadang pesawat, serta subsidi dari penyedia jasa bandar udara untuk biaya pelayanan seperti pendaratan, penempatan, dan penyimpanan pesawat (PJP4U), serta ground handling throughput fee. Subsidi juga diperlukan untuk biaya operasi langsung, termasuk pajak bahan bakar minyak dan pajak suku cadang dalam rangka overhaul atau pemeliharaan.
  2. Mengusulkan penghapusan pajak tiket pesawat agar terjadi kesetaraan perlakuan dengan moda transportasi lainnya yang sudah dihapuskan pajaknya, sesuai PMK Nomor 80/PMK.03/2012.
  3. Menghapus konstanta dalam formula perhitungan avtur, berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2019 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Avtur yang Disalurkan Melalui Depot Pengisian Pesawat Udara.
  4. Menerima usulan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk menerapkan sistem multi provider (tidak monopoli) dalam supply avtur.

Kemenhub juga telah menyampaikan surat kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, berisi saran mengenai penerapan sistem multi provider BBM penerbangan.

Surat ini bertujuan mencegah praktik monopoli dan mendorong implementasi sistem multi provider di bandara, agar harga avtur menjadi lebih kompetitif.

Untuk jangka menengah hingga panjang, Robby menyarankan peninjauan kembali formulasi TBA yang berlaku saat ini.

Hal ini penting karena perubahan kondisi pasar memerlukan penyesuaian, khususnya terhadap komponen biaya operasi yang berdampak pada keselamatan penerbangan dan keberlanjutan layanan transportasi udara.

Selanjutnya, upaya jangka panjang melibatkan kolaborasi dengan stakeholder di bidang sumber daya energi untuk meratakan harga avtur di seluruh bandara Indonesia, termasuk pembangunan kilang di berbagai lokasi.

Dengan pemerataan harga ini, diharapkan sektor aviasi Indonesia dapat berkembang lebih baik dan memberikan dampak positif bagi seluruh sektor terkait,” ungkap Robby.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk mengimplementasikan kembali pajak tiket pesawat, setelah sebelumnya ada kebijakan penghapusan untuk meringankan beban konsumen di masa pandemi. Pajak ini diterapkan untuk penerbangan domestik dan internasional dengan tujuan meningkatkan pendapatan negara dan menyeimbangkan fiskal.

Tarif pajak tiket pesawat mengalami penyesuaian berdasarkan kebijakan terbaru dari Kementerian Keuangan. Penyesuaian ini bisa melibatkan perubahan persentase pajak yang dikenakan pada tiket, baik untuk penerbangan domestik maupun internasional.

Sementara itu, upaya keberlanjutan dan mengurangi dampak lingkungan dari penerbangan, pajak tambahan yang berfokus pada emisi karbon dan dampak lingkungan mulai diterapkan. Pajak ini bertujuan untuk mendorong maskapai penerbangan mengadopsi teknologi yang lebih ramah lingkungan dan mengurangi jejak karbon mereka.

Beberapa bandara di Indonesia mengalami kenaikan pajak layanan, termasuk biaya pendaratan dan biaya lainnya. Kenaikan ini seringkali diteruskan kepada penumpang dalam bentuk tambahan pada harga tiket.

Pemerintah juga mengeluarkan regulasi baru yang mengatur cara pajak dikenakan pada tiket pesawat. Regulasi ini mencakup pengaturan baru mengenai tarif batas bawah (TBB) dan tarif batas atas (TBA), yang mempengaruhi harga tiket pesawat secara keseluruhan.

Sebagai bagian dari upaya untuk mendorong investasi di sektor penerbangan dan mendukung maskapai penerbangan lokal, pemerintah mungkin menawarkan insentif pajak atau pengurangan pajak untuk maskapai penerbangan yang memenuhi kriteria tertentu.

Untuk meningkatkan transparansi dan pemahaman konsumen, pemerintah meluncurkan inisiatif yang mewajibkan maskapai penerbangan untuk lebih jelas dalam merinci komponen biaya tiket, termasuk pajak dan biaya tambahan.

Kenaikan Harga Bahan Bakar

Kenaikan harga bahan bakar aviasi secara global berdampak langsung pada biaya operasional maskapai. Peningkatan biaya bahan bakar sering kali diteruskan kepada konsumen dalam bentuk kenaikan harga tiket pesawat. Fluktuasi harga ini menjadi perhatian utama bagi penumpang yang merasa dampaknya dalam tagihan perjalanan mereka.

Kebijakan pemerintah mengenai tarif batas bawah (TBB) dan tarif batas atas (TBA) mempengaruhi harga tiket pesawat. Upaya pemerintah untuk menstabilkan harga tiket melalui regulasi sering kali menjadi topik hangat, baik di kalangan konsumen maupun pelaku industri. Implementasi kebijakan baru atau penyesuaian tarif dapat menciptakan sentimen beragam di pasar.

Persaingan antara maskapai penerbangan berbiaya rendah dan maskapai full-service menciptakan variasi harga tiket. Maskapai berbiaya rendah sering menawarkan tiket dengan harga lebih kompetitif, sementara maskapai full-service mungkin mempertahankan harga lebih tinggi dengan menawarkan fasilitas tambahan. Persaingan ini mempengaruhi sentimen konsumen, yang cenderung membandingkan opsi yang ada untuk mendapatkan nilai terbaik.

Dinamika permintaan dan penawaran memainkan peran penting dalam menentukan harga tiket pesawat. Selama periode liburan atau musim puncak perjalanan, harga tiket seringkali meningkat akibat tingginya permintaan. Sebaliknya, selama periode sepi, penurunan harga dapat terjadi untuk merangsang permintaan. Sentimen konsumen seringkali dipengaruhi oleh ketersediaan penawaran dan potensi diskon.

Kondisi ekonomi umum, termasuk inflasi dan daya beli masyarakat, mempengaruhi sentimen terhadap harga tiket pesawat. Dalam situasi ekonomi yang tidak stabil atau mengalami inflasi tinggi, konsumen mungkin merasa lebih tertekan dengan biaya perjalanan, yang berpotensi mempengaruhi frekuensi perjalanan mereka.

Kemajuan teknologi dalam sistem pemesanan dan manajemen harga dapat mempengaruhi sentimen harga tiket. Penerapan teknologi seperti dynamic pricing, di mana harga tiket dapat berubah berdasarkan waktu pemesanan dan permintaan, memberikan dampak langsung pada persepsi konsumen terhadap harga.

Faktor-faktor eksternal seperti fluktuasi nilai tukar mata uang, kebijakan internasional, dan situasi geopolitik juga mempengaruhi harga tiket pesawat. Perubahan dalam faktor-faktor ini dapat menciptakan ketidakpastian di pasar dan mempengaruhi harga yang dibayar oleh konsumen. (*)