KABARBURSA.COM – Inflasi kelompok makanan, minuman, dan tembakau mencapai 3,66 persen pada Juli 2024 secara tahunan (year on year/yoy). Kelompok ini memberi andil sebesar 1,04 persen terhadap inflasi umum tahunan Indonesia yang tercatat sebesar 2,13 persen yoy.
Pada gilirannya, inflasi tersebut mengerek naik Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 103,88 pada Juli 2023 menjadi 106,09 pada Juli 2024. Lantas, apakah data ini memberikan dampak terhadap emiten sektor konsumer saat ini?
Secara makro, inflasi bulan tersebut, menurut Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta, masih berada dalam rentang target Bank Indonesia (BI). “Yang penting, inflasinya masih berada dalam range Bank Indonesia. Di 2,5 plus minus 1 persen,” kata Nafan kepada Kabar Bursa, Minggu 4 Agustus 2024.
ICBP
Salah satu emiten di subsektor ini adalah PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP). Pada paruh pertama tahun 2024, emiten makanan ini melaporkan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp3,53 triliun, mengalami penurunan signifikan sebesar 38,20 persen dibandingkan dengan laba Rp5,72 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Namun, ICBP mencatat peningkatan penjualan bersih konsolidasi sebesar 7 persen menjadi Rp36,96 triliun, naik dari Rp34,48 triliun pada tahun lalu. Kontribusi terbesar berasal dari produk mi instan, yang menyumbang Rp27,29 triliun, meningkat 7,78 persen dibandingkan tahun lalu. Penjualan produk dairy juga naik menjadi Rp5,03 triliun dari sebelumnya Rp4,86 triliun.
Walaupun penjualan meningkat, beban pokok penjualan juga naik 4,69 persen menjadi Rp22,97 triliun. Namun, laba usaha ICBP meningkat signifikan sebesar 25 persen menjadi Rp8,89 triliun dari Rp7,10 triliun pada semester pertama tahun lalu, dengan marjin usaha membaik menjadi 24,1 persen dibandingkan dengan 20,6 persen tahun lalu.
Beban operasional mengalami kenaikan, dengan beban penjualan dan distribusi naik menjadi Rp3,84 triliun dari Rp3,71 triliun tahun lalu, dan beban umum dan administrasi meningkat menjadi Rp1,46 triliun dari Rp1,28 triliun. Beban operasi lain juga naik menjadi Rp178,39 miliar, dan beban keuangan melonjak menjadi Rp3,84 triliun dari sebelumnya Rp989,31 miliar.
Dalam hal aset, total aset ICBP meningkat dari Rp119,26 triliun pada akhir tahun 2023 menjadi Rp125,20 triliun per 30 Juni 2024, mencerminkan pertumbuhan perusahaan meskipun laba mengalami penurunan.
Walaupun ada penurunan kinerja pada emiten ICBP, Nafan menyebut jika perseroan masih tetap berkomitmen untuk mempertahankan kinerja yang positif secara berkelanjutan.
“Tapi setidaknya perusahaan berkomitmen untuk mempertahankan kinerja yang positif secara berkesenambungan. Ya, seperti itu misalnya,” imbuh Nafan.
MYOR
Di sisi lain, PT Mayora Indah Tbk (MYOR) mencatat laba tahun berjalan sebesar Rp1,75 triliun untuk semester I tahun 2024, meningkat 41,12 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2023 yang sebesar Rp1,24 triliun. Berdasarkan laporan keuangannya, pendapatan bersih MYOR mencapai Rp16,2 triliun hingga Juni 2024, naik 9,4 persen dari Rp14,8 triliun pada tahun sebelumnya.
Seiring dengan peningkatan pendapatan, beban pokok pendapatan pada paruh pertama tahun 2024 juga meningkat menjadi Rp12,03 triliun dibandingkan Rp10,8 triliun pada tahun 2023. Dengan demikian, laba kotor MYOR naik 6,34 persen menjadi Rp4,19 triliun dari Rp3,94 triliun.
Dalam hal beban usaha, beban penjualan MYOR turun menjadi Rp1,76 triliun pada Juni 2024 dari Rp1,82 triliun tahun lalu, sementara beban umum dan administrasi meningkat menjadi Rp417,8 miliar dari Rp380,8 miliar. Total beban usaha turun menjadi Rp2,18 triliun dari Rp2,20 triliun.
Akibatnya, laba usaha MYOR pada semester I tahun 2024 meningkat 15,6 persen menjadi Rp2,00 triliun dari Rp1,73 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Setelah dikurangi penghasilan lain-lain, laba sebelum pajak MYOR mencapai Rp2,2 triliun pada Juni 2024, naik dari Rp1,5 triliun sebelumnya. Setelah memperhitungkan beban pajak, laba tahun berjalan menjadi Rp1,75 triliun, meningkat 41,12 persen dibandingkan Rp1,24 triliun pada tahun 2023.
Total aset MYOR hingga semester I tahun 2024 mencapai Rp27,4 triliun, naik 15,12 persen dibandingkan dengan aset tahun 2023 yang sebesar Rp23,8 triliun.
GOOD
PT Garudafood Putra Putri Jaya Tbk (GOOD) mencatat kinerja positif pada paruh pertama tahun ini. Hingga 30 Juni 2024, perusahaan mencatatkan pertumbuhan laba sebesar 20,12 persen, mencapai Rp258 miliar, dibandingkan dengan Rp214,8 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Pertumbuhan laba ini sejalan dengan peningkatan penjualan GOOD pada semester I 2024 yang naik 9,27 persen menjadi Rp5,71 triliun, dibandingkan dengan penjualan bersih Rp5,23 triliun pada semester I tahun lalu.
Peningkatan penjualan tersebut disertai dengan kenaikan beban pokok penjualan menjadi Rp4,1 triliun dari Rp3,85 triliun pada semester I 2023. Meski demikian, perusahaan berhasil mencatat laba kotor sebesar Rp1,6 triliun pada semester I 2024, meningkat dari Rp1,38 triliun pada semester I 2023.
Pada semester I 2024, beban penjualan tercatat sebesar Rp867,35 miliar, beban umum dan administrasi sebesar Rp359,9 miliar, serta bagian atas rugi bersih entitas asosiasi sebesar Rp2 miliar. Selain itu, perusahaan mencatat penghasilan keuangan sebesar Rp26,79 miliar, biaya keuangan sebesar Rp90,37 miliar, penghasilan lainnya sebesar Rp29,45 miliar, dan beban lainnya sebesar Rp27,95 miliar.
Setelah memperhitungkan beban pajak penghasilan, perusahaan mencatat laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp258 miliar, meningkat 20,12 persen dibandingkan dengan laba semester I 2023 yang tercatat sebesar Rp225,26 miliar.
Dari sisi aset, perusahaan mencatat peningkatan menjadi Rp7,56 triliun per 30 Juni 2024, dibandingkan dengan posisi akhir tahun lalu sebesar Rp7,43 triliun. Liabilitas naik menjadi Rp4,09 triliun dari Rp3,52 triliun pada akhir tahun lalu. Sementara itu, ekuitas per 30 Juni 2024 tercatat sebesar Rp3,47 triliun, turun dibandingkan dengan posisi Desember 2023 yang sebesar Rp3,91 triliun.
Meskipun inflasi kelompok meningkat, kinerja tiga emiten utama di sektor konsumer menunjukkan hasil yang bervariasi. ICBP mencatatkan peningkatan penjualan, namun labanya mengalami penurunan signifikan akibat kenaikan beban operasional dan keuangan. Sebaliknya, MYOR dan GOOD berhasil meningkatkan laba masing-masing sebesar 41,12 persen dan 20,12 persen, didorong oleh pertumbuhan penjualan yang stabil meskipun dihadapkan pada kenaikan beban pokok.
Hal ini menunjukkan bahwa emiten di sektor konsumer memiliki daya tahan yang bervariasi terhadap tekanan inflasi, dengan beberapa mampu mengelola beban dan tetap mencatatkan pertumbuhan laba. (*)