KABARBURSA.COM – Pada perdagangan Kamis, 5 September 2024, indeks acuan S&P 500 dan Dow Jones berakhir melemah setelah sempat mengalami penguatan singkat yang dipicu oleh sejumlah laporan ekonomi, namun dampaknya mulai memudar seiring berjalannya waktu.
Di tengah ketidakpastian pasar, para investor menantikan data penting mengenai ketenagakerjaan yang akan dirilis pada Jumat, 6 September 2024, yang diharapkan dapat memberikan gambaran lebih jelas tentang arah kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed).
Di sisi lain, indeks Nasdaq berhasil mencatat kenaikan tipis meskipun pasar secara umum melemah.
Berdasarkan laporan dari Reuters, Indeks Dow Jones Industrial Average mencatat penurunan sebesar 219,22 poin atau sekitar 0,54 persen, ditutup pada level 40.755,75. Indeks S&P 500 juga mengalami penurunan, kehilangan 16,66 poin atau 0,30 persen, sehingga berada di angka 5.503,41. Sebaliknya, Nasdaq Composite mencatatkan kenaikan sebesar 43,37 poin atau sekitar 0,25 persen, ditutup pada level 17.127,66.
Dari 11 sektor yang membentuk indeks S&P 500, delapan sektor mengalami pelemahan. Sektor yang paling tertekan adalah sektor kesehatan dan industri, yang masing-masing mencatat penurunan signifikan. Namun, sektor konsumsi non-primer justru mencatatkan kenaikan terbesar, didorong oleh lonjakan saham Tesla yang terus mendapatkan sentimen positif dari para investor.
Menjelang rilis data ketenagakerjaan non-farm payrolls, pelaku pasar tampak berhati-hati. Data ini dipandang krusial karena dapat menjadi dasar bagi The Fed untuk mulai mempertimbangkan pemangkasan suku bunga pada akhir bulan.
Meskipun demikian, pada awal sesi perdagangan, indeks utama di Wall Street sempat menguat, didorong oleh laporan-laporan yang mampu meredakan kekhawatiran akan semakin memburuknya kondisi pasar tenaga kerja di Amerika Serikat.
Salah satu laporan yang mendorong sentimen positif adalah survei dari Institute for Supply Management, yang menunjukkan bahwa aktivitas sektor jasa mengalami peningkatan pada bulan Agustus.
Selain itu, klaim tunjangan pengangguran juga turun pada pekan sebelumnya, berdasarkan data yang dirilis oleh Departemen Tenaga Kerja AS. Penurunan ini memberikan harapan bahwa pasar tenaga kerja masih cukup kuat untuk mendukung perekonomian.
Menurut Wasif Latif, Presiden dan Kepala Investasi di Sarmaya Partners yang berbasis di Princeton, New Jersey, pasar saat ini bergerak sangat cepat, naik dan turun seiring dengan respons terhadap data ekonomi yang dirilis. Ia menambahkan bahwa pergerakan pasar ini sejalan dengan pernyataan The Fed, yang menyatakan akan terus memantau data ekonomi untuk menentukan kebijakan moneter ke depan.
Selain itu, Latif menjelaskan bahwa pelaku pasar sedang mencoba menganalisis data untuk memahami skenario pendaratan ekonomi yang ideal serta dampaknya terhadap kebijakan suku bunga yang akan diambil oleh The Fed. Skenario pendaratan ini sangat penting karena akan menentukan apakah ekonomi AS akan mengalami perlambatan tajam atau dapat menghindari resesi.
Secara historis, bulan September memang cenderung menjadi bulan yang lemah bagi pasar ekuitas di AS. Sejak tahun 1928, rata-rata indeks S&P 500 mengalami penurunan sekitar 1,2 persen pada bulan ini. Pada pekan ini, indeks tersebut telah mencatatkan penurunan lebih dari 2,5 persen, sementara saham-saham teknologi turun sekitar 4,8 persen, menunjukkan bahwa volatilitas masih menjadi faktor utama yang mempengaruhi pergerakan pasar.
Di sisi lain, laporan ADP National Employment Report menunjukkan bahwa pada bulan Agustus, perusahaan-perusahaan swasta di AS hanya mempekerjakan sedikit pekerja, yang merupakan angka terendah sejak Januari 2021. Bahkan, data bulan sebelumnya juga direvisi lebih rendah. Hal ini mungkin menjadi tanda perlambatan yang lebih tajam di pasar tenaga kerja, yang dapat memberikan dampak besar terhadap prospek ekonomi AS ke depan.
Latif juga menambahkan bahwa pasar saat ini sebenarnya menginginkan adanya pelemahan dalam data ekonomi, namun ruang untuk pergerakan positif semakin sempit. Menurut pandangannya, pasar ekuitas saat ini sudah diproyeksikan untuk skenario pendaratan lunak atau bahkan tidak ada pendaratan sama sekali, sedangkan pasar obligasi, dengan ekspektasi pemotongan suku bunga, cenderung memproyeksikan adanya resesi.
Di sisi korporasi, saham Tesla melonjak hampir 5 persen setelah perusahaan kendaraan listrik tersebut mengumumkan akan meluncurkan perangkat lunak self-driving secara penuh di Eropa dan China pada kuartal pertama tahun depan, dengan catatan menunggu persetujuan dari regulator setempat. Hal ini semakin meningkatkan sentimen positif terhadap saham Tesla, yang selama ini menjadi salah satu saham unggulan di sektor teknologi.
Namun, di sisi lain, saham Frontier Communications merosot tajam, turun 10 persen setelah Verizon mengumumkan rencana akuisisi terhadap perusahaan tersebut dalam kesepakatan senilai USD20 miliar secara tunai. Di tengah akuisisi ini, saham Verizon juga turun tipis sebesar 0,4 persen.
Sementara itu, saham JetBlue Airways melonjak hingga 7 persen setelah maskapai penerbangan tersebut menaikkan perkiraan pendapatan untuk kuartal ketiga, memberikan sinyal bahwa sektor penerbangan mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan setelah menghadapi tekanan berat akibat pandemi COVID-19. (*)