KABARBURSA.COM – Terpilihnya Donald Trump kembali sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) memicu berbagai spekulasi terkait dampaknya terhadap nilai tukar rupiah.
Namun, menurut Abdul Manap Pulungan, peneliti Center of Macroeconomics and Finance Indef, dampak penguatan dolar AS terhadap rupiah kali ini diperkirakan tidak akan terlalu signifikan, meskipun akan ada gejolak jangka pendek di pasar.
“Terpilihnya Trump memang berpotensi memengaruhi nilai tukar rupiah, tetapi gejolak ini sifatnya jangka pendek. Dalam jangka panjang, pengaruhnya lebih ditentukan oleh kekuatan ekonomi domestik kita sendiri,” ujar Abdul kepada Kabarbursa.com, Jumat, 8 November 2024.
Menurut Abdul, posisi cadangan devisa dan kedalaman pasar keuangan Indonesia masih menjadi kendala yang membuat rupiah rentan terhadap fluktuasi eksternal.
“Rupiah kita memang rentan terhadap gejolak eksternal, terutama karena cadangan devisa dan investasi kita masih relatif rendah. Ini membuat nilai tukar mudah terguncang oleh isu-isu global, termasuk perkembangan politik di AS,” jelasnya.
Abdul menambahkan, meski ada gejolak jangka pendek, pengaruh terpilihnya Trump tidak akan berdampak signifikan jika ekonomi domestik lebih kuat dan memiliki cadangan devisa yang besar.
“Kita butuh cadangan devisa yang signifikan dan pasar keuangan yang dalam agar lebih tahan terhadap dampak eksternal. Saat ini, fluktuasi nilai tukar cenderung lebih mudah terjadi karena faktor-faktor tersebut,” tambahnya.
Sebagai langkah antisipasi, Abdul menambahkan agar pemerintah terus memperkuat fundamental ekonomi dan memperbanyak cadangan devisa, sehingga nilai tukar lebih stabil meskipun ada gejolak dari luar.
“Dengan cadangan devisa yang kuat, isu-isu global tidak akan terlalu mengganggu stabilitas rupiah. Penguatan ekonomi domestik adalah kunci untuk menghadapi dinamika eksternal seperti ini,” tutup Abdul.(*)