KABARBURSA.COM – Judi online (judol) terbukti memberikan ancaman nyata berupa kecanduan hingga utang yang nilainya fantastis terhadap setiap orang di Indonesia saat ini. Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan, ada sebanyak 168 juta transaksi judol dengan total akumulasi perputaran dana mencapai Rp327,05 triliun sepanjang tahun 2023.
Merujuk data yang sama, terjadi peningkatan signifikan data transaksi judol di Indonesia dari tahun ke tahun. Pada 2021, perputaran uangnya mencapai Rp57,81 triliun dan mengalami lonjakan 80,63 persen menjadi Rp104,42 triliun tahun 2022. Dari 2022 ke 2023, transaksi ini meningkat drastis sebesar 213,21 persen yang mencapai Rp327,05 triliun.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan bahwa ada sebanyak 3,2 juta masyarakat Indonesia yang bermain judol. Dari jumlah tersebut, hampir 80 persennya menghabiskan Rp100.000 dalam sehari untuk judol.
“Dan dari 3,2 juta yang kita identifikasi pemain judi online itu, rata-rata main di atas Rp100.000. Hampir 80 persen dari 3,2 juta pemain yang teridentifikasi itu,” ujar Ivan.
Mirisnya, rata-rata pemain judol tersebut didominasi oleh pelajar hingga ibu rumah tangga. Apabila pendapatan sebuah keluarga Rp200.000 per harinya, maka mereka sudah memotong setengah dari pendapatan itu untuk main judi online.
“Ada pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga, dan ini yang cukup mengkhawatirkan buat kita sebagai anak bangsa. Kalau Rp100.000-nya dibuat judi online, itu kan signifikan, ya, mengurangi gizi dari keluarga yang ada,” tuturnya.
Kecanduan Judi Online
Salah satu pegawai swasta yang bekerja di Jakarta, Rania (28 tahun) mengamini data tersebut. Pasalnya, ia menjadi salah satu orang yang sempat terjebak bahkan kecanduan pada perjudian yang ditransaksikan secara digital itu.
“Saya dulu, dua tahun lalu, pernah kecanduan judi online,” ungkap Rania, mengenang masa-masa kelamnya saat ditemui oleh Kabarbursa.com di Jakarta, Sabtu, 16 November 2024.
Rania menceritakan proses awal dirinya tercebur dalam judol. Ia mengaku diberi keberuntungan untuk menang saat pertama mencoba, namun lambat laun kerugian menghampiri, alih-alih mendapat cuan.
“Awalnya hanya coba-coba. Saya melihat banyak teman dan rekan kerja yang bermain judi online, dan saya pun tertarik untuk mencoba. Mulanya saya pikir, ‘sekali saja’, tapi ternyata semakin sering mencoba, saya jadi ketagihan, karena saya sering menang di awal-awal mencoba,” ungkapnya.
“Saya jadi semakin merasa tertantang untuk terus bermain,” tegas dia saat bercerita.
Wanita 28 tahun itu merasa cukup menjalani perjudian tersebut karena telah menumpuk banyak rugi. Sayangnya, aku dia, ia merasakan perasaan dorongan kuat untuk terus bermain. Bahkan, ia sampai meminta bantuan psikolog.
“Saya mulai hitung-hitung, ternyata sudah banyak uang yang saya keluarkan. Waktu itu saya sadar, saya sudah terjebak.” tambahnya.
“Psikologi saya terganggu, saya merasa seperti tidak bisa berhenti. Melalui konseling, saya bisa memahami bagaimana kecanduan judi online memengaruhi pola pikir saya, dan perlahan-lahan saya berhasil keluar dari kecanduan itu,” tutup Rania.
Ditemui terpisah, Ayu (32 tahun) yang juga merupakan pegawai swasta menanggapi penyebab judol masih terus berkembang di Indonesia.
Ditemui oleh Kabarbursa.com secara terpisah, salah seorang pegawai swasta Ayu (32) menyayangkan pemerintah belum cukup serius menangani masalah judi online. “Faktanya, aplikasi dan website judi online masih bisa diakses dengan mudah di Indonesia. Bahkan, di media sosial masih ada yang memasarkan judi online,” katanya.
“Sosialisasi yang lebih merata dan peraturan yang lebih ketat sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah ini,” tambah Ayu, dengan tegas.
Ia pun menyampaikan pendapatnya mengenai judol tersebut. Salah satu faktor utamanya adalah masalah perekonomian masyarakat, yang belum dapat terpenuhi secara menyeluruh dan merata oleh pemerintah. Pada gilirannya banyak orang memutuskan mendapatkan uang secara instan.
“Masih banyak orang yang memiliki mindset ingin mendapatkan uang dengan cara cepat atau instan. Di banyak platform, iklan judi online menjanjikan keuntungan besar, dan banyak orang tergoda untuk mencobanya,” ujarnya.
Ayu juga menyoroti kurangnya sosialisasi tentang bahaya judi online dan bagaimana sistemnya bekerja. “Banyak yang tidak tahu mengenai risiko jangka panjangnya, apalagi bisnis judi online yang memang dirancang untuk membuat penggunanya ketagihan. Jadi, banyak yang tetap tertarik melihat potensi keuntungan yang dijanjikan,” jelasnya.
Dampak jangka panjang dari judi online, menurut Ayu, sangat serius. “Judi itu bisa membuat seseorang ketagihan, yang pada akhirnya bisa berujung pada hutang besar atau masalah sosial yang lebih parah. Ada kasus pembunuhan karena perselisihan judi, hingga bunuh diri akibat kerugian yang ditanggung,” ujar Ayu dengan khawatir.
Ironi Penindakan Judi Online
Dalam perkembangan terakhir, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) mengumumkan kebijakan tegas terhadap 11 pegawai yang telah ditahan oleh pihak kepolisian terkait dugaan pelanggaran hukum.
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengatakan, keputusan penonaktifan ini merupakan langkah awal dari komitmen Kemkomdigi dalam menjaga integritas dan kredibilitas institusi di tengah tantangan peningkatan kejahatan digital.