KABARBURSA.COM – Pemerintah melalui Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Pangan, memangkas 145 regulasi yang dianggap menghambat distribusi pupuk subsidi. Dengan pemangkasan regulasi ini, petani diharapkan akan lebih mudah memperoleh pupuk subsidi.
Menanggapi hal tersebut, Pakar Kebijakan Publik Universitas Nasional Hilmi Rahman, menilai pemangkasan 145 regulasi merupakan langkah tepat mempermudah akses penyaluran pupuk subsidi ke petani. Pasalnya, distribusi pupuk subsidi begitu rumit lantaran harus melewati birokrasi yang panjang.
Hilmi menjelaskan, industri pupuk di Indonesia diatur oleh banyak regulasi yang kompleks, dengan 41 undang-undang, 23 peraturan pemerintah, serta 6 peraturan presiden (Perpres) dan instruksi presiden (Inpres) yang mengatur sektor ini. Penyederhanaan aturan dan pengalihan penyaluran langsung ke petani dianggap sebagai solusi efektif untuk mempercepat akses pupuk yang tepat sasaran.
“Saya kira, ini merupakan kebijakan yang tepat, karena selama ini penyaluran pupuk bersubsidi harus melewati birokrasi yang panjang dan rumit. Pemangkasan ini dapat mempermudah dan mempercepat penyaluran pupuk tepat sasaran,” kata Hilmi dalam keterangannya, dikutip Jumat, 15 November 2024.
Selain mempercepat capaian program swasembada pangan, Hilmi menilai kebijakan itu juga menunjukkan komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam meningkatkan kesejahteraan petani. Ia berharap, Perpres penyaluran pupuk subsidi dapat segera diterbitkan lantaran berpengaruh langsung terhadap peningkatan produksi pangan nasional.
“Kebijakan ini semakin menunjukkan komitmen Presiden Prabowo terhadap kesejahteraan petani kita. Oleh karena itu, saya berharap Presiden Prabowo segera menerbitkan Perpres tentang penyaluran pupuk bersubsidi tersebut, karena ini sangat dinantikan oleh para petani,” ucap Hilmi.
Sebelumnya, Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono, mengungkapkan bahwa pemerintah berencana memangkas 145 regulasi terkait penyaluran pupuk subsidi. Menurutnya, hal ini menjadi bagian dari upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan petani serta mengurangi mata rantai yang menghambat distribusi pupuk subsidi.
Sudaryono menegaskan, penyederhanaan alur distribusi pupuk bersubsidi tersebut merupakan langkah konkret Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan janjinya kepada para petani.
“Kami ingin memutus mata rantai yang menghambat distribusi pupuk bersubsidi,” ucap Sudaryono dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, 12 November 2024.
Dalam sistem baru, penyaluran pupuk tidak lagi memerlukan Surat Keputusan (SK) dari kepala daerah, melainkan cukup dengan SK dari Kementerian Pertanian. Dengan demikian, PT Pupuk Indonesia (Persero) sebagai penyalur dapat langsung mendistribusikan pupuk kepada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan).
Komitmen Pemerintah
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas) menuturkan, pemangkasan regulasi itu menjadi komitmen pemerintah untuk mempermudah akses petani terhadap pupuk subsidi.
“Pemerintah berkomitmen mempermudah akses petani terhadap pupuk subsidi dengan memangkas aturan yang selama ini jadi penghambat. Kita ingin petani lebih cepat mendapatkan pupuk tanpa melalui prosedur yang berlapis,” kata Zulhas dalam keterangannya, Selasa, 12 November 2024.
Menurut Zulhas, Industri pupuk merupakan industri dengan peraturan dan pengelolaan yang kompleks. Terdapat 41 undang-undang, 23 peraturan pemerintah, serta 6 Perpres dan Inpres yang mengatur tentang pupuk. Untuk penyaluran ke petani pun, kata Zulhas, dibutuhkan persetujuan dari pemerintah daerah yang berakibat petani terlambat mendapatkan pupuk.
“Mulai sekarang, tidak ada lagi izin berlapis dari pemerintah daerah ataupun kementerian/Lembaga lain. Kementan langsung menetapkan alokasi setiap daerah ke PT Pupuk Indonesia berdasarkan data yang reliabel dan valid, dilanjutkan distribusi ke Gapoktan yang akan membagikan langsung ke petani binaan,” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, menyebut keputusan ini sebagai kabar baik bagi para petani. Penyederhanaan aturan yang dilakukan pemerintah dinilai sebagai upaya nyata untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
“Ini adalah berkah bagi petani Indonesia. Dengan kebijakan ini, kita akan lebih fokus memenuhi kebutuhan pupuk petani secara tepat waktu. Arahan Presiden untuk menambah kuota pupuk subsidi dua kali lipat kini dapat dilaksanakan lebih efisien,” jelasnya.
Menurutnya, selama ini alur distribusi pupuk kerap tertunda akibat persetujuan berjenjang dari pemerintah daerah, seperti bupati dan gubernur.
“Bayangkan, keputusan soal pupuk subsidi turun pada Januari, tapi Surat Keputusan dari daerah baru selesai pada Juni. Ini jelas memperlambat distribusi,” tutupnya.
Keluh Mentan Soal Pupuk
Amran sebelumnya sempat mengungkap ada yang keliru dalam sistem pertanian dalam negeri. Hal ini dia ungkap dalam Rapat Kerja perdana Kementerian Pertanian bersama Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 5 November 2024.
Amran menuturkan, kekeliruan sistem terletak dari koordinasi antara Kementerian Pertanian dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berada di sektor pangan. “Pertanian kita keliru. Tidak satu komando. Jadi seluruh penentu produksi itu tidak di pertanian seperti Bapak Ibu (anggota Komisi IV) ketahui. Ini salah, tapi kita teruskan,” kata Amran.
Amran pun memberi contoh yang terjadi pada produksi pupuk subsidi. Pada era Menteri Pertanian Syahrul Yasim Limpo, produksi target hanya sebanyak 4,7 ton di tahun 2024. Kendati begitu, Amran mengaku telah menambah stok pupuk subsidi 100 persen menjadi 9,55 juta ton.
“Pupuk tidak tersedia, kemarin (kurang) 50 persen. Pupuk untung Rp6 triliun, pegawainya untung, enggak masalah. Tapi petaninya berteriak seluruh Indonesia. Sekalian kami jawab, (pupuk subsidi) sudah ditambah 100 persen, pupuk sekarang baru 60 persen terserap,” ungkap Amran.
Tercatat sebanyak lima BUMN pupuk yang tergabung dalam Pupuk Indonesia Holding Company atau PIHC, yakni PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT), PT Pupuk Sriwijaya (Pusri) Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, dan PT Pupuk Iskandar Muda (PIM). Di sisi lain, Amran juga menyebut ada kekeliruan dari sistem penghitungan pupuk.(*)