KABARBURSA.COM – Menteri Pekerjaan Umum (PU), Dody Hanggodo, menyatakan bahwa rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan berdampak pada biaya konstruksi dalam pembangunan proyek infrastruktur. Menurut Dody, kebijakan ini dapat memengaruhi alokasi anggaran infrastruktur yang kemungkinan akan mengalami pembengkakan.
“Tentu akan ada dampaknya, pasti ada eskalasi harga dan lain sebagainya, tetapi itu nanti saja, belum saat ini. Kita masih harus berdiskusi dengan para pemangku kepentingan terkait,” ujar Dody ketika ditemui di Kantornya, Senin, 18 November 2024.
Meski demikian, Dody menilai kenaikan tersebut masih dalam batas wajar. Ia juga menyebut bahwa potensi pembengkakan anggaran bisa diatasi melalui relokasi anggaran.
Fokus utama dari anggaran yang akan disesuaikan adalah pembangunan infrastruktur yang mendukung ketahanan pangan dan energi.
“Oh iya, tentu akan ada [relokasi anggaran], karena anggaran 2025 sudah disahkan pada 2024. Tapi mungkin fokusnya sedikit berubah. Saat ini, anggaran 2025 diarahkan untuk menjadi dasar dalam mewujudkan Asta Cita Presiden Prabowo, yang menitikberatkan pada ketahanan pangan dan energi,” jelasnya.
Sebagai informasi, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa pemerintah merencanakan kenaikan tarif PPN sebagai amanat Undang-Undang (UU) No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 7/2021 disebutkan bahwa tarif PPN akan meningkat sebesar 1 persen, dari 11 persen menjadi 12 persen pada 2025. Ketentuan ini juga menjadi dasar kenaikan sebelumnya dari 10 persen ke 11 persen pada April 2022.
“Hal ini sudah dibahas bersama bapak ibu sekalian dan tertuang dalam undang-undang. Kita perlu mempersiapkan agar kebijakan tersebut dapat diterapkan pada 2025 dengan penjelasan yang baik sehingga bisa dilaksanakan,” ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR, Rabu, 13 November 2024.
Diterapkan Pada Januari 2025
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan penerapan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan mulai diterapkan pada Januari 2025.
Kata Sri Mulyani, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), harus dilaksanakan.
“Undang-undangnya sudah ada, jadi kami perlu mempersiapkan pelaksanaannya dengan baik, namun tetap dengan penjelasan yang jelas. Kami tidak ingin melakukannya sembarangan, karena APBN harus tetap terjaga,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama anggota Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 13 November 2024.
Sri Mulyani mengatakan itu karena anggota Komisi XI mempertanyakan kepastian mengenai kebijakan kenaikan PPN tersebut.
Mantan Direktur Bank Dunia (World Bank) ini juga memastikan bahwa pemerintah akan memberikan penjelasan yang transparan kepada masyarakat terkait alasan dan manfaat kebijakan kenaikan tarif PPN ini bagi keuangan negara.
Di tengah tekanan ekonomi, terlihat dari melambatnya tingkat konsumsi masyarakat hingga kuartal III-2024, penyesuaian ini dianggap penting.
Pada kuartal III-2024, konsumsi rumah tangga yang menyumbang 53,08 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) hanya tumbuh 4,91 persen, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan 4,93 persen pada kuartal II-2024.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2024 tercatat hanya 4,95 persen, lebih rendah dibandingkan dengan kuartal I-2024 yang mencapai 5,05 persen.
“Saya setuju bahwa kami perlu memberikan penjelasan lebih lanjut kepada masyarakat. Kebijakan pajak, termasuk PPN, tidak dilakukan tanpa mempertimbangkan sektor-sektor penting seperti kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan pokok yang sebelumnya menjadi bahan perdebatan panjang,” jelasnya.
Meskipun ada kenaikan tarif PPN, Sri Mulyani menegaskan, pemerintah tetap akan memberikan keringanan pajak untuk meringankan beban daya beli masyarakat. Beberapa barang dan jasa masih akan dibebaskan dari pajak atau dikenakan tarif lebih rendah, sesuai dengan peraturan yang ada.
“Sebetulnya, sudah banyak barang dan jasa yang tidak dikenakan pajak atau mendapatkan tarif yang lebih rendah, dan itu sudah diatur dengan jelas,” pungkasnya.
Harga Tiket Pesawat Melambung
Rencana pemerintah Indonesia untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen, yang akan berlaku mulai Januari 2025, diperkirakan akan berdampak pada harga tiket pesawat.
Pengamat penerbangan Gatot Rahardjo menjelaskan bahwa kenaikan PPN ini secara otomatis akan menyebabkan kenaikan harga tiket pesawat sekitar 1 persen.
“PPN dikenakan pada tarif dasar ditambah fuel surcharge. Dengan kenaikan 1 persen pada tarif PPN, harga tiket pesawat juga akan naik sekitar 1 persen,” kata Gatot kepada Kabar Bursa, Selasa, 12 November 2024.
Menurut Gatot, bagi maskapai penerbangan, PPN berfungsi sebagai pajak masukan, yang akan disesuaikan dengan PPN pada bahan bakar avtur pada akhir tahun. Oleh karena itu, kenaikan PPN tidak langsung memengaruhi operasional maskapai. Namun, dampaknya akan dirasakan langsung oleh penumpang karena mereka harus membeli tiket dengan harga yang lebih tinggi.
“PPN tiket ini tidak berpengaruh langsung pada maskapai, tapi berpengaruh langsung pada penumpang. PPN tiket ini masuk pajak masukan, yang kemudian akan disesuaikan dengan PPN avtur yang dibeli maskapai,” jelas Gatot.
Kenaikan harga tiket yang diperkirakan terjadi akibat kenaikan PPN ini juga bisa berdampak pada jumlah penumpang.
Dengan harga tiket yang lebih mahal, beberapa calon penumpang mungkin akan beralih ke moda transportasi lain, yang dapat menurunkan jumlah penumpang pesawat. Jika hal ini terjadi, pendapatan maskapai bisa berkurang secara tidak langsung.
“Ini akan berakibat pada berkurangnya jumlah pendapatan maskapai. Jadi itu dampak tidak langsungnya pada maskapai,” ujar Gatot.
Sebelumnya, Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra telah memperingatkan potensi kenaikan harga tiket pesawat akibat penerapan kebijakan PPN 12 persen.(*)