KABARBURSA.COM – Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan pulau Jawa tidak bisa lagi diandalkan menjadi lokasi swasembada pangan Indonesia.
Zulkifli Hasan menyebut Indonesia kini tidak bisa lagi ketergantungan kepada pulau Jawa untuk swasembada pangan karena menurutnya tanah di pulau Jawa sudah mulai menipis.
“Kalau pertanian kita mengandalkan pulau Jawa, mau sampai kapan? Mau swasembada gula, beras, orang dan tanahnya enggak ada, ” kata Zulkifli dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 8 Juli 2024.
Zulkifli menjelaskan, tanah di pulau Jawa sudah banyak dibangun pabrik dan perumahan. Karenanya, kata dia, mustahil rasanya bisa swasembada di pulau Jawa.
Menurut Zulkifli, pulau Kalimantan dan Papua menjadi masa depan Indonesia di sektor pertanian. Dia menilai dua pulau ini masih memiliki tanah yang luas.
“Masa depan kita di Kalimantan dan Papua yang tanahnya besar. Kita bisa bikin mekanisasi jagung, tebu, dan beras,” ujar dia.
Kendati begitu, Zulkifli Hasan mengaku pemanfaatan tanah di Kalimantan dan Papua tidak akan berjalan mudah. Namun jika serius dijalani, ia yakin Indonesia bisa swasembada pangan di dua pulau tersebut.
Beberapa hari lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa upaya pemerintah untuk mencapai swasembada pangan merupakan proses panjang yang dihadapkan pada tantangan iklim dan perubahan cuaca yang tidak menentu.
“Ini proses panjang ya swasembada pangan itu. Tidak hanya, kadang sudah baik, turun lagi karena iklim yang enggak menentu,” ujar Presiden Jokowi usai meninjau pompa air di Desa Layoa, Bantaeng, Sulawesi Selatan, dalam video yang disiarkan Sekretariat Presiden Jakarta, Jumat 5 Juli 2024.
Jokowi menjelaskan bahwa Indonesia sebelumnya telah mencapai swasembada pangan. Namun, saat produksi pertanian meningkat, kerap terjadi penurunan akibat fenomena iklim seperti El Nino dan La Nina. Menurut dia, iklim sangat mempengaruhi produktivitas pertanian, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia.
“Saya kira iklim sangat mempengaruhi produktivitas di semua negara dan dalam dua tahun ini negara-negara yang biasanya produksinya berlebih itu pun juga mengalami penurunan yang tajam,” kata Presiden Jokowi.
Sementara, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyatakan bahwa pemerintah menargetkan swasembada dan menjadi lumbung pangan dunia dalam waktu cepat.
Fokus kerja yang sedang dilakukan mencakup pemasangan pompa, pencetakan sawah, hingga transformasi dari pertanian tradisional ke pertanian modern.
“Dulu kita swasembada di 2017, 2019, dan 2020. Dan yang kita kerjakan ini adalah produk kebijakan serta kolaborasi bersama. Karena itu sejak awal saya masuk kabinet tekad saya mutlak harus swasembada,” ujar Amran.
Dia pun meminta para petani tidak perlu khawatir karena sektor pertanian tetap menjadi perhatian utama meski kepemimpinan nasional berganti dari Jokowi dan akan ke Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Amran menyebutkan beberapa langkah yang diambil termasuk penambahan alokasi pupuk hingga 100 persen serta keterlibatan TNI dalam pemasangan pompa.
Kementan menegaskan ada tiga program prioritas yang dirancang untuk menjaga ketahanan pangan di tengah ancaman perubahan iklim. Program tersebut meliputi optimalisasi lahan rawa, pompanisasi, dan tumpang sisip (tusip) padi gogo.
“Bapak Menteri Pertanian saat ini memiliki tiga program utama yang menjadi fokus sesuai arahan Bapak Presiden untuk mengatasi dampak perubahan iklim, serta penurunan produksi akibat El Nino dan musim kemarau yang akan segera kita hadapi,” kata Kepala Badan Standardisasi Instrumen Pertanian Kementan, Fadjry Djufry, di Jakarta, Senin 24 Juni 2024.
Fadjry menjelaskan, program optimalisasi lahan rawa mencakup perbaikan irigasi dan drainase pada lahan sawah yang ada, agar distribusi air yang merupakan kebutuhan pokok tanaman dapat terpenuhi.
Ia memproyeksikan ada 400.000 hektare lahan rawa yang optimal tersebar di 11 provinsi, termasuk Lampung, Bangka Belitung, Jambi, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.
Selanjutnya, program pompanisasi bertujuan untuk menghidupkan kembali lahan kering yang sebelumnya tidak produktif melalui redistribusi air, sehingga lahan tersebut bisa kembali menghasilkan.
“Kita menargetkan sekitar 1 juta hektare, dengan rincian 500.000 hektare di wilayah Jawa dan 500.000 hektare di luar Jawa,” jelasnya.
Program Tusip Padi Gogo bertujuan memperluas cakupan antisipasi kekurangan pangan akibat gagal panen yang disebabkan oleh perubahan iklim. Caranya dengan memanfaatkan lahan sela di antara tanaman kelapa sawit atau tanaman perkebunan lainnya, dengan target seluas 500 ribu hektare.
Untuk diketahui, program Tusip Padi Gogo tujuannya adalah memperluas cakupan antisipasi kekurangan bahan pangan akibat gagal panen karena dampak perubahan iklim, dengan cara pemanfaatan lahan sela di antara tanaman perkebunan lain. (yog/*)