KABARBURSA.COM – Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta minta pemerintah untuk menyelesaikan polemik penyebab pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penutupan pabrik, akibat perseteruan beberapa kementerian
“Semakin lama kita berdebat soal aturan, kondisi industri tekstil kita semakin memburuk, karena permasalahan utamanya kan impor ilegal yang saat ini masih terus berlangsung” kata Radma, Rabu, 10 Juli 2024.
Dalam pernyataannya, Redma, seorang perwakilan dari APSyFI, mengecam DitJen Bea Cukai karena dianggap lamban dalam menindak modus impor borongan, pelarian harga sampai dengan under invoicing yang telah merajalela.
“Untuk kesekian kalinya kami meminta pemerintah membereskan kerja buruk DitJen Bea Cukai yang membiarkan modus impor borongan, pelarian HS hingga under invoicing terjadi didepan mata dengan bebas, sehingga barang impor murah membanjiri pasar domestik” jelas Redma.
Ia juga menekan Ibu Sri Mulyani, Menteri Keuangan, untuk tidak mengalihkan isu dan mencari alasan guna menutupi kinerja buruk DitJen Bea Cukai yang seharusnya dalam pengawasannya.
“Kami minta Menteri Keuangan bertanggung jawab atas apa yang menimpa kami, PHK dan penutupan pabrik terjadi dimana-mana akibat ulah oknum pejabat dan petugas Bea Cukai yang memfasilitasi importir pedagang dan perusahaan logistik nakal untuk terus menjalankan praktik importasi ilegal” tegas Redma
Lanjutnya, APSyFI menyambut baik upaya Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian dalam mengendalikan impor tekstil dan pakaian jadi melalui kebijakan Permendag 36 tahun 2023 dan Permenperin 5 tahun 2024.
Namun, Redma mengkritik keputusan relaksasi impor melalui Permendag 8 tahun 2024 yang diduga akibat tekanan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab di Bea Cukai.
“Disini kita lihat bagaimana oknum Bea Cukai bersama para mafia impor melakukan perlawanan atas perintah Presiden pada tanggal 6 Oktober 2023,” tambahnya.
Dalam pandangannya, kalangan pertekstilan nasional mendesak Ibu Sri Mulyani untuk segera membersihkan Bea Cukai dari oknum pejabat dan petugas yang terlibat dalam praktik ilegal bersama mafia impor demi menyelamatkan industri tekstil nasional.
Sementara itu, Redma mengapresiasi langkah Kementerian Perdagangan yang akan membentuk SATGAS impor ilegal bersama KADIN Indonesia untuk memberantas peredaran barang impor yang ilegal di pasar domestik.
Ketua Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB), Nandi Herdiaman, menambahkan bahwa permasalahan utama terletak pada masuknya barang impor ilegal yang tidak terpantau dengan baik di pelabuhan, yang seharusnya menjadi tanggung jawab Bea Cukai.
“Jadi tolong Bu Sri Mulyani jangan diam saja seolah merestui praktik impor ilegal yang dilakukan oleh banyak oknum Bea Cukai,” pungkas Nandi.
Kritik ini menyoroti eskalasi ketegangan antara industri dalam negeri dengan DitJen Bea Cukai, sementara pemerintah diharapkan untuk segera mengambil langkah tegas guna menyelesaikan permasalahan yang telah berkepanjangan ini.
Regulasi Impor
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (Apsyfi) Redma Gita Wirawasta menyampaikan bahwa rencana pengetatan regulasi impor adalah bukti nyata keberpihakan pemerintah terhadap industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri.
Pihaknya menyambut baik respons Presiden Joko Widodo yang mempertimbangkan untuk kembali memberlakukan pengetatan impor khususnya produk TPT, yang sebelumnya direlaksasi dalam Permendag 8/2024.
“Kami menyambut baik arahan Presiden, ini menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap produk dalam negeri dan penyediaan lapangan kerja,” ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Rabu 26 Juni 2024.
Ia menekankan bahwa rencana tersebut harus dikawal dan direalisasikan dengan baik oleh lembaga terkait, sehingga manfaat dari larangan dan pembatasan (lartas) produk impor yang masuk ke pasar domestik bisa dirasakan kembali oleh pelaku industri.
Lebih lanjut, ia meminta pemerintah untuk melakukan investigasi terhadap produk impor TPT ilegal yang dinilainya sudah berlangsung selama beberapa tahun, serta menegakkan hukum bagi oknum yang terbukti bersalah.
“Perlu ada penegakan hukum karena praktik impor ilegal yang dilakukan bertahun-tahun ini terus dibiarkan hingga semakin merajalela. Sebaiknya dilakukan penyelidikan, dan mereka yang terbukti terlibat harus segera ditangkap dan diadili,” tegasnya.
Selain itu, ia mengapresiasi langkah Kementerian Perindustrian yang dengan tegas menginginkan pembatasan impor kembali diberlakukan guna menjaga keberlangsungan industri di tanah air.
Berikut adalah data PHK di industri tekstil Indonesia di tahun 2024:
Jumlah Korban PHK:
- Total: Sekitar 13.800 orang pekerja tekstil telah mengalami PHK sejak awal tahun 2024.
- 11.000 orang di antaranya terkena PHK karena perusahaan berskala besar tutup.
- 2.800 orang di antaranya terkena PHK karena efisiensi perusahaan.
- Daerah:
- Jawa Barat: 700 orang di PT Alenatex
- Jawa Tengah:
- 500 orang di PT Kusumahadi Santosa
- 400 orang di PT Bitratex
- Sekitar 1.000 orang di PT Pulomas
- 2.000 orang di PT Sinar Pantja Djaja Semarang
- Jawa Timur: Ratusan pekerja di Sleman
Penyebab PHK:
- Penurunan permintaan global: Permintaan global terhadap produk tekstil menurun akibat resesi di beberapa negara.
- Meningkatnya impor: Banjir produk impor tekstil ke Indonesia membuat produk lokal kalah bersaing.
- Kenaikan harga bahan baku: Harga bahan baku tekstil, seperti kapas, mengalami kenaikan yang signifikan.
- Pelemahan nilai tukar rupiah: Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS membuat impor bahan baku tekstil semakin mahal.
- Efisiensi perusahaan: Beberapa perusahaan tekstil melakukan PHK untuk meningkatkan efisiensi dan menekan biaya produksi.
Dampak PHK:
- Meningkatnya pengangguran: PHK di industri tekstil menambah jumlah pengangguran di Indonesia.
- Penurunan daya beli masyarakat: Penurunan daya beli masyarakat akibat PHK dapat berdampak negatif pada sektor lain.
- Kemiskinan: PHK dapat mendorong peningkatan angka kemiskinan. (Dian/*)