KABARBURSA.COM – Pemerintah sedang menggarap proyek ambisius dengan mengembangkan lahan tebu seluas 2 juta hektare di Kabupaten Merauke, Papua Selatan. Proyek ini bertujuan untuk memperkuat swasembada gula dan bioetanol di kawasan tersebut. Hingga kini, pembangunan proyek terus berjalan dengan progres yang signifikan. Wakil Menteri Investasi/Wakil Kepala BKPM Yuliot Tanjung, mengungkapkan bahwa total investasi untuk perkebunan tebu terintegrasi di Merauke mencapai USD5,62 miliar atau setara dengan Rp83,27 triliun.
“Saat ini, infrastruktur dan pendanaan telah disiapkan oleh pelaku usaha di Kabupaten Merauke,” kata Yuliot dalam keterangannya di Jakarta, Minggu, 21 Juli 2024.
Rincian investasi ini mencakup beberapa komponen penting:
- Perkebunan tebu dengan teknologi mekanisasi pertanian: Rp29,2 triliun
- Pembangunan lima pabrik gula dan bioetanol: Rp53,8 triliun
- Pusat pelatihan sumber daya manusia: Rp120 miliar
- Fasilitas riset dan inovasi: Rp150 miliar per tahun
Selain itu, pemerintah juga telah membangun Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) dan menjalin kerja sama dengan Sugar Research Australia (SRA) untuk meningkatkan riset dan inovasi di sektor ini.
Yuliot juga mengungkapkan bahwa pemerintah berencana memberikan fasilitas impor bagi perusahaan pertanian untuk pengadaan mesin dan peralatan pertanian. Kebijakan ini bertujuan mendukung program ketahanan pangan dan energi, yang tengah dijalankan melalui pengembangan perkebunan tebu terintegrasi dengan industri gula, bioetanol, dan pembangkit listrik.
“Fasilitas impor mesin peralatan untuk sektor pertanian masih melalui mekanisme normal dengan bea masuk. Namun, untuk mendukung ketahanan pangan dan energi ke depan, sektor pertanian perlu mendapatkan fasilitas khusus,” tegas Yuliot.
Menteri Bahlil Syaratkan ini
Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, pada Mei lalu menegaskan tiga aturan utama yang harus dipatuhi oleh pihak-pihak yang terlibat dalam investasi pabrik gula dan bioetanol di Merauke, Papua Selatan.
“Ada tiga hal yang saya wajibkan: Pertama, hak-hak rakyat harus dihormati. Kedua, sistem plasma inti harus diterapkan. Ketiga, pengusaha lokal harus dilibatkan. Tenaga kerja dan katering jangan semuanya dari luar,” ujar Bahlil kepada wartawan, 18 Mei 2024.
Kunjungan Bahlil pada 17 Mei lalu bertujuan untuk memastikan bahwa para pengusaha memprioritaskan penyerapan tenaga kerja lokal. Bahlil menegaskan pentingnya hal ini dengan ancaman tegas akan menindak perusahaan yang tidak mematuhi aturan tersebut.
“Penyerapan tenaga kerja lokal itu wajib. Jika perusahaan-perusahaan di Merauke tidak melakukannya, saya tidak segan-segan untuk menindak,” tegas Bahlil.
Dia juga mengingatkan pengusaha lokal untuk siap bekerja dengan baik.
“Jangan memaksa investor untuk menggunakan pengusaha daerah jika kalian sendiri tidak bekerja dengan benar. Itu sama saja dengan mengakibatkan kebangkrutan perusahaan,” tambah Bahlil.
Dalam lawatannya, Bahlil juga memperkenalkan bibit baru tanaman tebu yang diharapkan dapat mengatasi kegagalan program sebelumnya. Program Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) sebelumnya mengalami kendala karena varietas bibit tebu yang tidak cocok dengan kondisi tanah di Merauke.
“Program MIFEE di Merauke sudah beberapa kali gagal karena masalah pada bibit. Kami telah mengatasi masalah ini dengan menyesuaikan varietas bibit yang cocok dengan tanah di sini,” ungkap Bahlil.
Kondisi Food Estate Tebu
PT Perkebunan Nusantara III (PTPN III), holding BUMN sektor perkebunan, baru-baru ini membeberkan perkembangan proyek food estate tebu di Merauke, yang merupakan bagian dari inisiatif percepatan swasembada gula nasional. Direktur Utama PTPN III Mohammad Abdul Ghani, mengungkapkan bahwa hasil piloting project pertanaman tebu menunjukkan pertumbuhan yang menggembirakan.
Ghani menjelaskan bahwa uji coba ini melibatkan penanaman 10 varietas tebu di lahan seluas satu hektare. “Orang sering mengatakan bahwa Merauke tidak cocok untuk tebu, tetapi setelah lima bulan, kami melihat hasil yang sangat baik,” ujar Ghani.
Meski demikian, Ghani mengakui adanya tantangan terkait kelayakan investasi pertanian di Merauke. Kelayakan investasi yang rendah membuat banyak investor ragu untuk menanamkan modalnya dalam proyek food estate tebu di kawasan ini.
Ghani menilai bahwa pembangunan infrastruktur menjadi kunci untuk menarik investasi dalam proyek swasembada gula di Merauke. Infrastruktur yang diperlukan mencakup jembatan, bendungan, jalan, pelabuhan, serta mekanisasi pertanian. “Pembangunan infrastruktur harus menyeluruh, termasuk mekanisasi pertanian. Tanpa mekanisasi, sulit untuk menemukan tenaga kerja yang memadai di sana,” tegasnya.
Program percepatan swasembada gula nasional sendiri telah menjadi fokus utama pemerintah. Hal ini tertuang dalam Perpres No. 40/2023, yang menargetkan Indonesia dapat mencapai swasembada gula konsumsi dan bioetanol pada 2028. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, mengungkapkan bahwa pemerintah berencana membangun pabrik gula di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Merauke.
Dengan kebutuhan investasi mencapai Rp3 triliun, pemerintah mendorong keterlibatan pihak swasta sebagai investor. Amran menambahkan, “Pembangunan pabrik gula ini akan dilakukan di kawasan food estate yang sebelumnya sempat gagal digarap pemerintah.”
Rencananya, pabrik gula akan dibangun tahun depan dengan mengandalkan dana dari swasta. Amran menjelaskan bahwa besar kebutuhan biaya, yaitu Rp2,5 triliun hingga Rp3 triliun, menjadi alasan utama pemerintah untuk melibatkan kontribusi swasta dalam proyek ini.(*)