KABARBURSA.COM – Presiden AS Joe Biden pada akhirnya mengalah dan mengumumkan pengunduran dirinya sebagai kandidat calon presiden petahana dari Partai Demokrat. Pengumuman dilakukan pada Minggu, 21 Juli 2024, waktu setempat. Keputusan tersebut didasarkan oleh beberapa hal, baik internal maupun eksternal.
Dalam unggahan di akun mendsos X miliknya, Biden menyampaikan bahwa pengunduran dirinya adalah demi kepentingan terbaik partai dan negara. Saat ini, ia akan lebih fokus memenuhi tugas sebagai Presiden di sisa masa jabatannya.
“Saya mengundurkan diri untuk kepentingan terbaik partai dan negara. Dan, saya menyatakan dukungan penuh bagi wakil presiden Kamala Harris untuk menjadi calon presiden AS dari Partai Demokrat. Ini saatnya untuk bersatu dan mengalahkan Trump,” tulis Biden di X, seperti dikutip Senin, 22 Juli 2024.
Sementara, sosok Wapres Kamala Harris memang menjadi pilihan yang paling masuk akal untuk menggantikan Biden. Ada 58 persen pemilih Partai Demokrat yang menilai Harris bisa menjadi presiden yang baik. Pencalonannya juga mampu mengamankan suara pemilih kulit hitam yang merupakanblok dukungan yang penting bagi partainya.
Sebagai pewaris, Harris bisa menggunakan dana kampanye yang menurut laportan terakhir pada Juni, sudah terkumpul hingga 91 juta Dolar AS atau sekitar Rp1,4 triliun.
Namun, untuk menghindari kesan tidak demokratis dari penobatan Harris ini, Partai Demokrat mempersilahkan beberapa kandidat untuk ikut maju. Seperti Gubernur California Gavin Newsom, Gubernur Pennsylvania Josh Shapiro, dan Gubernur Michigan Gretchet Whitmer.
Wait and See Investor
Calon pengganti Biden untuk melawan Trump, sudah ditetapkan. Pertanyaannya sekarang, bagaimana dengan nasib pasar yang sejauh ini menaruh harapan besar pada Biden?
Para investor sudah bertaruh banyak atas kembalinya Trump ke Gedung Putih, contohnya dengan memangkan kepemilikan obligasi dan membeli Bitcoin. Dan kini, semua seperti berputar ke arah semula, para investor mempertimbangkan ulang strategi tersebut usai Biden menyatakan mundur. Mereka menilai, mundurnya Biden justru memberikan lebih banyak ketidakpastian.
“Ada banyak keyakinan tentang kemenangan Trump dan pasar yang tidak menyukai ketidakpastian baru ini, bersama dengan siklus berita tentang siapa yang masuk, siapa yang keluar,” kata pendiri dan mitra pengelola Deepwater Asset Management Gene Munster, dikutip hari ini.
Di awal pekan, Senin, 22 Juli 2024, memang pasar Asia relatif tenang, Investor masih mengambil pendekatan wait and see. Dolar AS juga sedikit lebih rendah pada mata uang utama, sementara harga Bitcoin berkisar USD68.000, serta saham berjangka hampir tidak berubah.
Pasar mungkin bergejolak, karena para pedagang juga masih menunggu untuk melihat apakah Kama Harris mampu mengamankan nominasi partainya dan melawan Trump dalam jajak pendapat. Pasar taruhan Predictiti menempatkan Harris sebagai favorit untuk menjadi calon presiden dari Partai Demokrat.
Tapi jangan salah, Donald Trump juga masih difavoritkan untuk memenangkan kursi presiden periode 2024-2029. Dari isu tersebut, beberapa perdagangan di pasar obligasi sudah mereda, investor mengalihkan perhatian untuk kembali ke data ekonomi dan Federal Reserve (the Fed).
Pergerakan saham baru-baru ini juga ditandai dengan pergerakan dari saham Big Tech ke perusahaan-perusahaan kecil di sektor-sektor yang sebelumnya lambat.
Sementara, kepala eksekutif Roundhill FInancial menyarankan para investor untuk mengantisipasi lonjakan volatilitas. Menurut dia, Jika Wapres Kamala Harris dapat bergerak cepat untuk memberi Trump peluang yang signifikan, maka volatilitas tersebut akan bertahan lama. Namun jika sebalinya, Trump unggul dalam jajak pendapat dan investor melihat kemenangan yang tak terelakkan, maka perdagangan Trump akan mengambil alih dan berimbas pada volatilitas yang menurun.
Ahli strategis Markets Live Mark Cranfield menambahkan, jika ada perubahan material pada peluang Trump, maka para pedagang kemungkinan akan memposisikan diri mereka untuk menghadapi pelemahan dolar AS, karena ada lebih banyak serangan verbal terhadap mata uang yang asing yang lebih lemah menjelang November 2024.
“Peningkatan kurva kemungkinan akan berlanjut di tengah kekhawatiran tentang defisit yang lebih besar, tetapi dalam kerangka penurunan imbal hasil saat the Fed bergerak menuju pemotongan suku bunga pertamanya tahun ini,” ujar Cranfield.
Intinya, saat ini para investor tengan menunggu dan melihat apakah Kamala Harris mampu menebarkan pesonanya sebagaimana yang dilakukan Biden. Jika ya, maka tidak ada pengaruh besar terhadap pasar dan pergerakan perekonomian.
Yang berubah kemudian jika Trump memastikan diri di posisi teratas dan tidak tergoyahkan, maka potensi bergejolaknya volatilitas yang perlu diperhatikan dengan teliti.(*)