KABARBURSA.COM – Kondisi perpolitikan di Amerika Serikat akan memberi pengaruh besar pada situasi perekonomian banyak negara, termasuk Indonesia. Mundurnya Biden dan semakin besarnya peluang Donald Trump memenangkan kompetisi pilpres Amerika Serikat, akan membawa sentimen tersendiri bagi Rupiah.
Analis memperkirakan, Rupiah akan semakin melemah di hadapan Dolar apabila Donald Trump memenangkan pemilu. Ibrahim Assuaibi, Direktur Laba Forexindo Berjangka menjelaskan, rencana pembunuhan Trump beberapa waktu lalu mmembawa Dolar semakin menguat. Suku unga sendiri memiliki efek yang lebih kecil ketimbang upaya pembunuhan Trump.
“Memang dalam taruhan di Amerika Serikat, Donald Trump sudah di atas angin, 68 persen memenangkan Pilpres di November mendatang. Tapi, kalau lawannya Joe Biden,” kata Ibrahim, Jumat, 19 Juli 2024.
Belum lagi pernyataan Trump bahwa jika dirinya terpilih maka kemungkinan besar perang di Rusia-Ukraina serta Israel-Palestina, pasti mereda. Inilah yang kemudian menjadi titik balik, karena Amerika diketahui begitu mendukung Ukraina dan Israel, sehingga perang sampai saat ini masih terjadi.
Tidak sampai di situ saja, kampanye Trump berlanjut dengan penegasan bahwa jika dirinya terpilih maka perang dagang dengan Tiongkok tahao tiga akan terlaksana. Begitupun dengan Taiwan, yang selama ini tidak pernah memberikan timbali balik kepada AS meskipun negara tersebut selalu mendapatkan pasokan persenjataan dari Amerika.
“Amerika itu seperti perusahaan asuransi bagi Taiwan, sehingga ini mempengaruhi pasar. Saat ini, pasar sedang bergolak, saham-saham di Amerika mengalami kenaikan terutama ditopang oleh saham-saham teknologi. Sama halnya dengan Eropa,” jelas Ibrahim.
Rupiah Dibuka Loyo
Pagi ini, Rupiah spot membuka perdagangan pekan ini dengan melemah. Nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berada di level Rp 16.235, menunjukkan penurunan sebesar 0,27 persen dibandingkan dengan penutupan pekan sebelumnya di Rp16.191 per dolar AS.
Di kawasan Asia, Rupiah memimpin pelemahan mayoritas mata uang terhadap dolar AS. Selain Rupiah, mata uang Taiwan melemah 0,25 persen, diikuti oleh peso Filipina yang turun 0,22 persen, yen Jepang yang mengalami penurunan 0,06 persen, yuan China yang melemah 0,04 persen, baht Thailand yang juga mengalami penurunan 0,04 persen, dan dolar Singapura yang terkoreksi sebesar 0,007 persen terhadap dolar AS.
Namun, beberapa mata uang Asia lainnya justru menguat terhadap dolar AS pagi ini. Won Korea menguat 0,11 persen, ringgit Malaysia naik 0,03 persen, dan dolar Hong Kong mengalami kenaikan 0,01 persen terhadap dolar AS.
Indeks dolar, yang mencerminkan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama dunia, saat ini berada di level 104,35. Angka ini menunjukkan penurunan dari posisi akhir pekan sebelumnya yang mencapai 104,39.
Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) membuka perdagangan awal pada Senin, 22 Juli 2024 di zona hijau dan menguat 21,75 poin atau 0,30 persen ke posisi 7.316,25.
Sementara itu, kelompok 45 saham unggu (LQ45) naik 4,43 poin atau 0,48 persen ke posisi 923,96.
Mirae Sekuritas mencatat IHSG tutur 0,4 persen di akhir pekan lalu, ditutup di level 7294,5, dan melemah 0,5 persen selama sepekan.
Di saat yang sama, laju rupiah pada pekan lalu ditutup pada level Rp16,190 per dolar AS, setelah sempat menguat pada hari Rabu menjadi Rp16,100 per dolar AS. Selama sepekan, Rupiah melemah 0,3 persen.
“Kami memandang pelemahan selama sepekan ini sebagai koreksi sementara, mengingat baik IHSG maupun rupiah mengalami penguatan signifikan sepanjang Juli,” jelas Mirae Sekuritas dalam risetnya.
Selama Juli 2024, IHSG dan rupiah masing-masing melemah sebesar 3,3 persen dan 1,1 persen.
Sejak penutupan terendah tahun ini pada 19 Juni 2024 di level 6.726,9, IHSG menguat 8,4 persen. Penguatan tersebut didorong oleh saham-saham yang memiliki fundamental kuat, khususnya saham-saham unggulan sektor perbankan seperti BRI, Bank Mandiri, dan BCA yang menguat masing-masing sebesar 19,5 persen, 13,5 persen, dan 11,9 persen hingga penutupan pekan lalu.
“Posisi IHSG saat ini hanya terpaut 1,9 persen dari posisi tertinggi 7.433,3 yang dicapai pada 14 Maret 2024. Namun, tantangan ke depan masih besar untuk merebut kembali posisi rekor tersebut, mengingat perekonomian yang melambat dan tingginya suku bunga,” tegas Mirae.
Pasar Saham Asia Berguguran
Pasar saham Asia juga berguguran, karena kondisi Tiongkok sebagai salah satu negara ekonomi terbesar kedua di dunia sedang mengalami permasalahan setelah pertumbuhan ekonomi di kuartal II/2024 berada di luar dugaan.
China, mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,7 persen yang sebelumnya diekspektasikan sebesar 5,1 persen. Hal ini diperparah dengan testimoni dari Trump yang melakukan perang dagang, sehingga publik menganggap bahwa Donald Trump kemungkinan besar akan memenangkan pilpres di November mendatang,
“Sekali lagi, ini membuat harga saham di Asia berguguran dan berdampak dengan IHSG juga Rupiah,” tutup Ibrahim.(*)