Scroll untuk baca artikel
Makro

Timah dan Nikel Lewat Simbara, Luhut: Bisa Rp5-10 Triliun

×

Timah dan Nikel Lewat Simbara, Luhut: Bisa Rp5-10 Triliun

Sebarkan artikel ini
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa pembentukan "family office" di Indonesia memiliki potensi besar. (Foto: Instagram/luhut.pandjaitan)

KABARBURSA.COM – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyatakan bahwa negara berpotensi mendapatkan pemasukan sebesar Rp5 triliun hingga Rp10 triliun berkat masuknya komoditas timah dan nikel ke Sistem Informasi Mineral dan Batubara Kementerian/Lembaga (Simbara).

“Hanya dari royalti, kita bisa dapat Rp5 triliun sampai Rp10 triliun. Itu baru dari royalti, belum termasuk pajak,” ujar Luhut saat memberikan sambutan dalam acara Peluncuran dan Sosialisasi Implementasi Komoditas Nikel dan Timah melalui Simbara yang diadakan di Aula Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin.

Luhut yakin, dengan masuknya komoditas timah dan nikel ke Simbara, para pengusaha akan lebih tertib dalam menjalankan bisnis di sektor mineral.

Menurut Luhut, Simbara dapat mencegah kebocoran penerimaan negara akibat praktik penambangan ilegal dan penghindaran pembayaran penerimaan negara.

“Jadi, kalau tidak patuh, oleh Bea Cukai mereka tidak bisa ekspor. Siapa pun itu, mau pakai baju kuning, merah, hitam, tidak bisa. Sistem ini akan mendisiplinkan kita,” tegasnya.

Kedisiplinan tersebut, menurut Luhut, akan meningkatkan pemasukan negara.

Menteri Keuangan Sri Mulyani merinci capaian Simbara sebelum bergabungnya komoditas timah dan nikel.

Menurut Sri Mulyani, Simbara berhasil mencegah kebocoran penerimaan negara sebesar Rp3,47 triliun dari praktik penambangan ilegal dan penghindaran pembayaran penerimaan negara.

Selain itu, kebocoran sebesar Rp2,53 triliun juga berhasil dicegah melalui pengawasan berdasarkan profil risiko pelaku usaha.

Penerimaan negara lainnya berasal dari penyelesaian piutang dengan mengimplementasikan sistem blok otomatis untuk meningkatkan kepatuhan pelaku usaha, yang mendatangkan penerimaan negara sebesar Rp1,1 triliun.

“Ini baru dari batu bara. Dengan nikel dan timah, yang merupakan mineral terbesar nomor satu dan dua di dunia, dampaknya akan besar seperti yang disebutkan Pak Luhut, berpotensi mencapai Rp10 triliun,” kata Sri Mulyani.

Masuknya komoditas timah dan nikel ke Simbara merupakan hasil percepatan yang diperintahkan oleh Menko Luhut.

Luhut mengungkapkan bahwa dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 yang ditangani oleh Kejaksaan Agung menjadi pendorong utama percepatan pengintegrasian mineral timah dan nikel ke sistem Simbara.

“Kejadian korupsi di timah itu mendorong kami mempercepat proses ini,” tutup Luhut.

Langkah Strategis Jokowi

Perusahaan raksasa nikel yang berbasis di Rusia, Nornickel, tengah berunding dengan beberapa perusahaan baterai China untuk memproduksi nikel setengah jadi. Tidak lama setelah kabar ini mencuat, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan langkah pemerintah dalam memperkuat posisi produksi nikel Indonesia.

Mengutip Reuters, Nornickel siap memasok 50.000 metrik ton nikel per tahun ke pabrik “masa depan” di China, yang mencakup hampir seperempat dari total produksi tahunannya sebesar 209.000 ton pada 2023, atau 6 persen dari produksi global.

Dua perusahaan yang didekati Nornickel adalah CNGR Advanced Material Co Ltd dan Brunp Recycling, anak perusahaan dari raksasa baterai Contemporary Amperex Technology Co Ltd yang berbasis di China. Nornickel berencana menempatkan lokasi produksi utama di Provinsi Hunan, pusat industri baterai di China.

Rencana Nornickel untuk memindahkan sebagian produksi nikelnya ke China merupakan inisiatif besar ketiga perusahaan ini. Dua inisiatif sebelumnya adalah memindahkan peleburan tembaga ke China dan membangun kilang logam di Bahrain.

Pada Maret lalu, Nornickel juga melaporkan akan mencari cara mengintegrasikan nikelnya ke dalam sektor baterai global, sebagai bagian dari restrukturisasi bisnis dan penjualan untuk mengurangi dampak sanksi Barat terhadap Rusia.

Tak lama berselang, Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia sedang mendekati dua negara selain Persatuan Emirat Arab (PEA) untuk memperkuat posisi Indonesia di pasar nikel dunia. Dua negara ini diharapkan memastikan Indonesia sebagai pemegang pangsa pasar nikel terbesar secara global.

“Kalau ini berhasil, kita harapkan bisa menguasai 80-85 persen pasar dunia,” kata Presiden Jokowi saat konferensi pers di Stadion Jalak Harupat, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat, Jumat, 19 Juli 2024.

Presiden Jokowi menekankan pentingnya kolaborasi internasional dalam menguatkan posisi Indonesia di pasar global, khususnya dalam industri yang berkembang pesat seperti kendaraan listrik dan teknologi baterai.

Pemerintah Indonesia telah melarang ekspor bijih nikel sejak 2020 untuk mendorong penambahan nilai dalam negeri, yang menghasilkan investasi besar dalam produksi nikel pig iron (NPI) dan bahan untuk baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV).