Scroll untuk baca artikel
Makro

Royalti Tambang Bisa Rp10 Triliun: Timah-Nikel di Simbara

×

Royalti Tambang Bisa Rp10 Triliun: Timah-Nikel di Simbara

Sebarkan artikel ini
HRUM
Ilustrasi batu bara. (Foto: Int)

KABARBURSA.COM – Pemerintah resmi menambahkan komoditas timah dan nikel ke dalam Sistem Informasi Mineral dan Batubara (Simbara), yang sebelumnya hanya mencakup komoditas batu bara, pada Senin, 22 Juli 2024.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marvel) Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan bahwa penambahan timah dan nikel ke dalam Simbara dapat meningkatkan potensi pendapatan royalti tambang negara sebesar Rp5 triliun hingga Rp10 triliun.

“Dengan hanya royalti, kita bisa memperoleh Rp5 triliun hingga Rp10 triliun, belum termasuk pajak. Bayangkan jika semuanya tertib, hasilnya bisa sangat besar,” ujar Luhut.

Selain memberikan manfaat bagi pendapatan negara, Luhut menambahkan bahwa Simbara juga akan berdampak positif pada sektor pertambangan dalam hal lingkungan dan tenaga kerja.

Perusahaan tambang yang tidak mematuhi peraturan di kedua aspek tersebut akan otomatis diblokir oleh sistem dan tidak dapat melakukan ekspor.

“Tidak peduli siapa pun itu, baik memakai baju kuning, merah, hitam, atau jika ada yang mendukung seperti tentara atau polisi, tidak akan bisa. Sistem ini akan mendisiplinkan bangsa,” jelas Luhut.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Anggaran (DJA) Kementerian Keuangan Isa Rachmatawarta mengatakan sebelumnya Simbara telah memberikan dampak signifikan terhadap penerimaan negara dari batu bara, yakni pencegahan atas modus pertambangan ilegal senilai Rp3,47 triliun; tambahan penerimaan negara yang bersumber dari data analytic dan risk profiling dari pelaku usaha sebesar Rp2,53 triliun; serta penyelesaian piutang dari hasil penerapan automatic blocking system –yang juga merupakan bagian dari Simbara– sebesar Rp1,1 triliun.

Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menjelaskan pihaknya berkontribusi dalam penyediaan data badan usaha terdaftar, di mana perusahaan tambang yang membuat billing royalty pada aplikasi E-PNBP sudah terdaftar pada Minerba One Data Indonesia (MODI) dan telah memiliki persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB).

Dengan integrasi tersebut, maka dapat dipastikan hanya perusahaan tambang yang terdaftar dan memiliki RKAB yang dapat membuat billing professional, yang setelah dibayarkan akan mendapatkan nomor transaksi penerimaan negara (NTPN).

Menurut Arifin, implementasi sistem ini untuk komoditas batu bara telah mendeteksi beberapa modus berupa penggunaan NTPN yang tidak valid, penggunaan NTPN yang berkali-kali, jangka waktu penggunaan NTPN yang tidak wajar, dan penghindaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) berupa NTPN lokal yang digunakan untuk ekspor.

Sekadar catatan, Simbara mulai go live sejak September 2023 dan saat ini mengintegrasikan pengelolaan komoditas batubara di dalam satu ekosistem. Pada 2024, diharapkan komoditas nikel dan timah juga dapat diintegrasikan dalam Simbara.

Simbara mengintegrasikan proses mulai dari single identity dari wajib pajak dan wajib bayar, proses perizinan tambang, rencana penjualan, verifikasi penjualan, pembayaran PNBP, serta ekspor dan pengangkutan atau pengapalan, dan devisa hasil ekspor.

Di samping itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengklaim bahwa sejak diluncurkannya Sistem Informasi Pengelolaan Mineral dan Batu Bara (Simbara) pada 2022, negara berhasil mencegah penambangan ilegal (illegal mining) sebesar Rp3,47 triliun. Simbara kini mengintegrasikan sepuluh sistem menjadi satu, memungkinkan enforcement dengan satu data entry.

“Maka kita bisa melakukan pencegahan terhadap illegal mining sebesar Rp 3,47 triliun,” kata Sri Mulyani, Senin, 22 Juli 2024

Selain itu, negara juga memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp2,53 triliun dari data analitik dan risk profiling pelaku usaha, serta menyelesaikan piutang sebesar Rp1,1 triliun melalui penerapan automatic blocking system Simbara.

“Untuk mereka yang memiliki piutang, artinya belum membayar kewajiban PNBP-nya, maka kita bisa melakukan satu blocking system bersama-sama sehingga tidak bisa lepas. Akhirnya mereka comply dengan membayar piutangnya tersebut sebelum mengekspor batu baranya sebesar Rp1,1 triliun,” ucapnya.

Sri Mulyani juga mengungkapkan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari Simbara mencapai Rp183,5 triliun pada 2022. Pada tahun berikutnya, meskipun harga komoditas menurun, penerimaan mencapai Rp172,9 triliun atau 18 persen di atas target APBN.

“Kita tentu ingat 2022 adalah komoditas boom. Tahun 2023 pada saat harga komoditas turun dan volatilitas harga tentu mempengaruhi, kita masih mampu menjaga penerimaan dengan nilai Rp172 triliun, ini pada saat harga komoditas sudah mulai turun dan ini 18 persen di atas target APBN,” bebernya.

Dengan fokus pada pengelolaan komoditas batu bara, berbagai pendapatan tersebut diperoleh. Diharapkan, dengan perluasan ke komoditas nikel dan timah, manfaatnya akan semakin besar.

“Itu hanya dari batu bara ya, makanya kalau sekarang dengan nikel dan timah yang tadi disebutkan sebagai mineral yang nomor satu dan dua terbesar di dunia, ini akan memberikan dampak yang tadi disebutkan Pak Luhut, ada potensi sebanyak Rp10 triliun,” pungkas Sri Mulyani. (*)