Scroll untuk baca artikel
Makro

Family Office Hanya Sekadar Wacana Menteri Belum Satu Suara

×

Family Office Hanya Sekadar Wacana Menteri Belum Satu Suara

Sebarkan artikel ini
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa pembentukan "family office" di Indonesia memiliki potensi besar. (Foto: Instagram/luhut.pandjaitan)

KABARBURSA.COM – Wacana membentuk family office pada Oktober 2024 sudah dilontarkan pemerintah sejak beberapa waktu lalu. Skemanya adalah pemberian insentif perpajakan yang sedang dirancang untuk menarik investor.

Terkait hal ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, telah bertemu dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, untuk membahas hal ini. Namun, Sri Mulyani ingin melihat konsep family office terlebih dahulu sebelum memutuskan insentif pajak yang akan diberikan.

“Kalau insentif tadi sudah disampaikan Pak Luhut dari sisi desain rancangan keberadaan family office itu akan seperti apa?” ucap Sri Mulyani dapam konferesi pers, Senin, 22 Juli 2024.

Sri Mulyani menegaskan bahwa konsep family office yang akan dibangun harus jelas, karena beberapa negara sukses menarik investasi dengan family office, sementara yang lain gagal. Ia menyebutkan bahwa bench marking akan dilakukan terhadap pusat-pusat family office di berbagai negara untuk mempelajari apa yang berhasil dan apa yang tidak.

“Itu kita akan melakukan bench marking terhadap pusat-pusat dari familiy office yang ada di berbagai negara, ada yang sukses ada yang tidak sukses, jadi kita belajar dari situ,” tegasnya.

Untuk insentif pajaknya, Sri Mulyani mengatakan bahwa banyak opsi sudah tersedia, seperti yang diatur dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Dia juga menyoroti pentingnya aturan-aturan yang ada seperti trust dalam UU P2SK dan UU HPP untuk memberikan insentif perpajakan.

“Kita punya banyak pelajaran, seperti tax holiday, tax allowance maupun yang sekarang ini kita sudah berikan untuk IKN ini juga cukup banyak dalam kerangka peraturan untuk memberi insentif perpajakan. Jadi nanti kita akan lihat kemajuan pembahasan family office itu sendiri,” ungkapnya.

Sementara, dalam kesempatan yang sama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menargetkan pembentukan Family Office sebelum Oktober 2024. Artinya sebelum masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) habis.

Proses yang telah dilakukan Luhut yakni bertemu pemerintah Abu Dhabi untuk mengambil pengalaman terkait pembentukan Family Office.

“Sekarang bicara minimum berapa yang harus mereka masukan, berapa yang harus mereka investasikan, dan berapa pegawai yang me-runoffice-nya di sini, itu saya kira teknis, tetapi ini harus selesai sebelum Oktober,” kata dia di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat.

Luhut mengatakan hasil pertemuannya dengan pemerintah Abu Dhabi juga telah dilaporkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kemudian juga terkait kepastian hukum investor yang akan menaruh uangnya di Indonesia juga masuk dalam pembicaraan antara Luhut dan Jokowi.

Seperti masalah arbitrase misalnya, dia mengatakan itu tidak bisa ada banding-banding. Oleh karena itu judges (hakim) yang dipakai adalah judge internasional.

“Saya lapor ke Pak Presiden, ‘ya udah pak kita tiru saja hakim yang dipakai Singapura, yang dipakai Abu Dhabi, Hong Kong, dengan begitu akan memastikan akan memberikan kepastian hukum kepada orang yang menginvestasikan ke mari,” pungkasnya.

Ketidaksepahaman Antar Menteri

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, menilai bahwa pembebasan pajak bagi investor tidak selalu perlu diformalkan dan bukan kebijakan yang tepat. Dia mengaku telah meminta Sri Mulyani untuk berhati-hati dalam memberikan insentif fiskal, menekankan bahwa kemudahan infrastruktur dan fasilitas mungkin lebih efektif dalam menarik investor daripada insentif pajak.

“Itu kan tidak ada. Yang lalu itu tidak diformalkan. Saya berpendapat tidak selamanya kita harus memberikan insentif fiskal. Saya pernah sampaikan kepada Ibu Menteri Keuangan, kita sekarang harus berhemat-hemat untuk memberikan kesempatan terhadap insentif fiskal,” kata Suharso kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 4 Juli 2024.

Kendati begitu, Suharso menegaskan, ketidaksepahaman itu bukan berarti menolak investor. Menurutnya, ada beberapa kemudahan yang bisa disediakan pemerintah untuk mengundang para investor masuk di Indonesia.

“Misalnya gini, sebuah investasi ingin melakukan pembangunan satu pabrik. Tapi untuk jalan ke pabriknya dia harus bangun sendiri. Untuk penyediaan airnya dia harus bangun sendiri. Listriknya dia harus bangun sendiri. Tapi sekarang bagaimana kalau di luar seluruh fasilitas itu bisa disiapkan oleh pemerintah, tetapi juga kemudahan-kemudahannya dia dapat dengan segera,” ujarnya.

“Orang menganggap kita memang memberikan kemudahan, tetapi dalam pelaksanaannya belum. Itu yang harus kita koreksi. Menurut saya itu lebih bagus memberikan hal yang seperti itu dibandingkan insentif fiskal,” ungkapnya.

Suharso juga mengaku prihatin dengan peran Sri Mulyani yang mendorong naiknya tax ratio, tetapi juga diwajibkan memberikan insentif fiskal dalam skema family office. Kendati ampuh mengundang investor masuk, dia menilai insentif fiskal juga berdampak pada ekonomi Indonesia.

“Saya juga satu sisi harus memahami kesulitan yang dihadapi oleh kita sendiri dalam hal untuk mendapatkan tax rasio yang baik. Pada saat yang sama kita dorong-dorong untuk lakukan itu,” ujarnya.

“Orang kaya itu nggak perlu dikasih insentif pajak. Karena di negaranya dia pasti kena tax sudah. Nah dia kesini ya dikasih kemudahan, dia senang menjadi family ini,” tutupnya.(yub/*)