KABARBURSA.COM – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai bahwa kekeringan dan fluktuasi harga komoditas masih menjadi tantangan utama yang dihadapi Provinsi Sumatera Selatan di masa depan.
“Sejumlah tantangan masih akan dihadapi wilayah Provinsi Sumatera Selatan seperti kekeringan hingga fluktuasi harga komoditas,” ujar Airlangga saat memimpin Leader’s Offsite Meeting (LOM) Kemenko Perekonomian di Kota Palembang, dikutip melalui keterangan resmi di Jakarta, Senin.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Airlangga memberikan beberapa arahan penting, antara lain memperkuat produksi pangan melalui optimalisasi infrastruktur pengairan, pemanfaatan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR), penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk menunjang konektivitas, serta pemanfaatan investasi secara produktif.
“Saya berharap berbagai kebutuhan fiskal juga bisa dilakukan dengan cara-cara yang lebih inovatif, termasuk kerja sama dengan perbankan, lembaga keuangan, maupun lembaga pembiayaan Pemerintah seperti PT SMI,” ujarnya.
Dalam rapat tersebut, Airlangga juga memberikan arahan terkait kondisi terkini perekonomian nasional dan global kepada seluruh jajaran pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan.
Sebagai kontributor ekonomi terbesar ketiga di Pulau Sumatera, kinerja pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan pada kuartal I-2024 menunjukkan pertumbuhan solid sekitar 5,6 persen secara tahunan (yoy) dengan inflasi terkendali pada angka 2,48 persen (yoy) per Juni 2024.
Indikator sosial di Provinsi Sumatera Selatan juga menunjukkan perbaikan, dengan tingkat ketimpangan per Maret 2024 sebesar 0,33 persen dan tingkat pengangguran terbuka per Februari 2024 sebesar 3,97 persen.
Namun, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan perlu bekerja lebih keras untuk mengatasi tingkat kemiskinan yang masih berada di atas angka nasional. Didukung oleh sektor pertambangan, industri, dan perdagangan, perekonomian Sumatera Selatan dinilai akan semakin menguat dengan optimalisasi berbagai potensi tersebut.
“Salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah melalui hilirisasi komoditas pertambangan dan pertanian untuk mendorong peningkatan nilai tambah yang berkelanjutan,” ucap Airlangga.
Khusus Minyak dan Batu Bara
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti tekanan yang dihadapi keuangan negara akibat pergerakan harga komoditas, khususnya minyak dan batu bara. Menurutnya, naik-turunnya harga kedua komoditas ini memiliki dampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia.
“Jatuh bangunnya harga komoditas tentu menyebabkan dampak signifikan bagi ekonomi Indonesia,” ungkap Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI pada Senin, 20 Mei 2024.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa ketika harga komoditas tinggi, pertumbuhan ekonomi terdorong melalui peningkatan ekspor dan permintaan domestik. Namun, saat harga komoditas jatuh, pertumbuhan ekonomi dan posisi fiskal mengalami tekanan berat.
Dalam penyampaian Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) untuk RAPBN Tahun Anggaran 2025, Sri Mulyani merinci berbagai tantangan yang dihadapi kas negara akibat fluktuasi harga komoditas energi.
Contohnya, harga minyak mentah Brent yang melonjak ke USD 115 per barel pada Juni 2014 kemudian anjlok tajam ke USD 28 per barel pada Januari 2016. Pada masa pandemi 2020, harga Brent kembali turun ke level terendah USD 23 per barel.
Namun, karena ketegangan geopolitik dan perang di Ukraina, harga melonjak hingga USD 120 per barel pada Juni 2022. “Pada tahun 2023, harga minyak turun tajam kembali menjadi USD 65 per barel, kemudian naik ke USD 90 per barel di awal 2024 akibat perang Gaza di Palestina,” tambahnya.
Selain itu, Sri Mulyani mencatat harga batu bara yang sempat melambung ke USD 430 per ton pada September 2022, lalu turun tajam ke USD 127 per ton pada November 2023.
“Harga CPO juga pernah turun terendah USD 544 per ton pada Juli 2019, kemudian melonjak mencapai USD 1.800 per ton pada Maret 2022,” jelasnya.
Level Terendah
Harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) terus mengalami penurunan selama lima minggu berturut-turut, menunjukkan tren bearish yang kuat.
Harga CPO di Bursa Malaysia untuk kontrak pengiriman Juli mencapai MYR 3.810/ton, turun 0,55 persen dibandingkan hari sebelumnya. Ini merupakan level terendah yang dicapai sejak pertengahan Februari.
Dengan turunnya harga ini, CPO resmi mengalami penurunan selama tiga hari berturut-turut, dengan penurunan sebesar 0,88 persen sepanjang minggu lalu.
Kini, harga CPO telah mencatat penurunan selama lima minggu beruntun, mencatatkan rentetan koreksi mingguan terpanjang sejak Desember 2017.
Penurunan harga minyak nabati lainnya, terutama minyak kedelai di Dalian (China), juga ikut menyeret harga CPO ke zona merah. Sepanjang minggu lalu, harga minyak kedelai di Dalian turun sebesar 2,04 persen.
Dalam analisis teknikal, dengan perspektif harian (daily time frame), CPO masih terjebak dalam area bearish. Hal ini tercermin dari Relative Strength Index (RSI) yang berada pada angka 36,3, menunjukkan posisi bearish karena RSI berada di bawah 50.