Scroll untuk baca artikel
Makro

KADIN: Prinsip ESG Pengaruhi Keputusan Investor Global

×

KADIN: Prinsip ESG Pengaruhi Keputusan Investor Global

Sebarkan artikel ini
Kadin Indonesia
Kadin Indonesia (Foto: Dialeksis)

KABARBURSA.COM – Mengutip data yang dilansir Harvard Law School of Corporate Governance 2022, tercatat sebanyak 26 persen investor global mengambil keputusan berdasarkan pendekatan tata kelola lingkungan, sosial, dan perusahaan (ESG). Secara keseluruhan, prinsip ESG global dalam investasi mengalami peningkatan minat 89 persen dari 84 persen pada tahun 2021.

Menanggapi hal tersebut, Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, menyebut bahwa penerapan ESG menjadi upaya semua pihak untuk mendorong net zero emission. Meski begitu, menurut catatan KADIN, implementasi prinsip ESG di Indonesia masih sangat minim kalangan pelaku usaha dalam negeri.

Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Kemaritiman, Investasi, dan Luar Negeri Kadin Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani, menyebut perlu adanya penegasan terkait prinsip ESG lantaran banyak pelaku usaha yang belum mengerti.

Padahal, kata Shinta, adopsi prinsip investasi keberlanjutan sangat mendesak di tengah era perubaan iklim yang semakin nyata. Berdasarkan laporan World Economic Forum, tutur Shinta, ESG menjadi indikator fundamental yang dipertimbangkan investor.

“Karena itu perusahaan mau tidak mau perlu beradaptasi cepat di tengah tuntutan untuk mengedepatkan transparansi dan pengungkapan ESG. Khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang dianggap sebagai market leader atau memiliki share pasar yang dominan,” kata Shinta dalam acara bertajuk Road to SAFE 2024: Strengthening ESG Implementation in Indonesia’s Business Sector, di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin, 22 Juli 2024.

Di Indonesia sendiri, kata Shinta, adopsi ESG menunjukan progress yang cukup positif seiring dengan dukungan pemerintah dan lembaga keuangan lainnya. Meski tak spesifik menyebut presentasi, dia meyakini prinsip ESG yang diadopsi sektor bisnis terus mengalami peningkatan jumlah.

Hal itu dinilai sejalan dengan regulasi ​Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 51/POJK. 03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik. Shinta menilai, regulasi tersebut mendorong para pelaku usaha membuat laporan keberlanjutan yang mencakup aspek ESG sebagai upaya mendorong penguatan implementasinya di tanah air.

Berdasarkan riset dari The Economist Intelligence Unit tentang pembiayaan keberlanjutan, kata Shinta, tercatat sebanyak 161 investor dan 154 emiten di seluruh Asia-Pasifik, serta 68 persen investor dan 63 persen emiten investasi, dan pembiayaan keberlanjutan mencatat kinerja lebih baik daripada investasi tradisional yang setara.

Sementara di bursa nasional, Shinta menyebut ESG bukti memiliki kaitan terhadap return yang lebih tinggi. Bahkan, kata dia, dana keberlanjutan memiliki performa yang lebih tanggu jika dibandingkan conventional funds.

“Oleh karena itu, implementasi ESG yang efektif tidak hanya meningkatkan cipta dan nilai perusahaan, tetapi juga memberikan keuntungan financial yang signifikan. Tidak hanya bagi investor, ESG juga menjadi penting bagi perusahaan khususnya dalam keputusan investasi yang berkolerasi dengan pengembangan bisnis yang akan dibuktikan perusahaan bagaimana operational dapat dijalankan,” jelasnya.

Kontribusi ESG Bagi Perusahaan?

ESG juga dinilai berkontribusi besar bagi keberlangsungan kinerja perusahaan kerena sifatnya yang jangka panjang. Menurut Shinta, prinsip ESG berguna bagi pembangunan masa depan yang berkelanjutan dan kesejahteraan mengingat pengaruhnya terhadap keputusan investasi.

“ESG dapat berpengaruh kinerja investasi di dalam perusahaan sehingga membantu meningkatkan kinerja keberlanjutan, manajemen kemudahan, dan kebijakan risiko pengembalian,” jelasnya.

Meski memuat banyak manfaat bagi keberlanjutan perusahaan, Shinta tak memungkiri banyaknya kendala yang dihadapi pelaku usaha dalam menerapkan prinsip ESG. Sebagai contoh, tutur dia, kesadaran dan pemahaman ESG dan serta keterbasasan sumber daya serta infrastruktur budaya bisnis yang masih fokus pada tujuan jangka pendek.

Di sisi lain, prinsip ESG juga membutuhkan biaya dan sumber daya tambahan seperti pelatihan karyawan, pengembangan sistem, hingga audit. Dalam hal ini, Shinta menyebut UMKM bisa terbebani mengingat biaya dan sumber dayanya yang terbatas.

“Sehingga upaya untuk meningkatkan pemahaman dan mendorong penerapan ESG perlu dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan berbagai pihak,” jelasnya.

Sejalan dengan prinsip keberlanjuta, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 18 Tahun 2023 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang dan Sukuk Berlandaskan Keberlanjutan.

Dalam catatan OJK, terdapat sebanyak 10 emiten yang telah menerbitkan Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS). Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi menuturkan, EBUS yang diterbitkan mencapai Rp34,19 triliun.

“Terkait market size EBUS berlangdaskan keberlanjutan, sejak tahun 2018 hingga Juni 2024, terdapat 10 emiten yang telah menerbitkan EBUS berlangdaskan keberlanjutan dengan total penerbitan mencapai Rp34,19 triliun, yang mayoritasnya didominasi sektor keuangan, manufaktur, dan energi terbarukan,” kata Inarno dalam acara bertajuk Road to SAFE 2024: Strengthening ESG Implementation in Indonesia’s Business Sector, di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin, 22 Juli 2024.

Inarno menuturkan, seiring dengan diluncurkannya Indeks Saham Berbasis Tata kelola lingkungan, sosial, dan perusahaan (ESG) oleh IDX, jumlah reksadana berbasis ESG dan berkelanjutan terus mengalami peningkatan.

Inarno menyebut, hingga Juni 2024, reksadana berbasis ESG mencapai Rp8,21 triliun. Dia pun merinci, angka tersebut terdiri dari 34 produk yang berasal dari 19 manajer investasi (MI).

Inarno meyakini, pasar obligasi dan sukuk tematik di Indonesia masih akan terus berkembang pesat. Kendati saat ini, kata dia, perkembangannya masih tergolong lambar dan relatif kecil jika dibandingkan dengan seluruh obligasi dan sukuk tematik yang diterbitkan di ASEAN.

“Oleh karena itu, kami mendorong lebih banyak entitas untuk dapat menerbitkan EBUS berlandaskan keberlanjutan mengingat peran sektor swasta sangat lah penting untuk mencapai ekosistem keuangan di Indonesia,” tutupnya. (Ndi/*)