Scroll untuk baca artikel
Makro

ESDM Kebut Harmonisasi Kebijakan Carbon Capture Storage

×

ESDM Kebut Harmonisasi Kebijakan Carbon Capture Storage

Sebarkan artikel ini
Dekarbonisasi

KABARBURSA.COM – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang terus melakukan penyesuaian terkait kebijakan turunan dari Peraturan Presiden No. 14 tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon atau Carbon Capture Storage (CCS). Peraturan Presiden ini dibuat untuk mencapai target iklim yang ditetapkan dalam Nationally Determined Contribution (NDC) dan mencapai netralitas karbon atau emisi nol bersih (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, menyatakan bahwa Peraturan Presiden ini berfungsi sebagai dasar hukum untuk pengembangan kebijakan penangkapan dan penyimpanan karbon di Indonesia. Oleh karena itu, Dadan menekankan bahwa pihaknya terus mempercepat penerbitan aturan turunan dari Peraturan Presiden nomor 14 tahun 2024.

Saat ini, pembahasan mengenai aturan turunan tersebut sedang dalam proses harmonisasi untuk menyelesaikan aturan dan implementasinya. “Salah satunya adalah dalam bentuk Permen yang telah selesai proses harmonisasinya dan sekarang sedang dalam proses untuk mendapatkan izin dari Presiden,” kata Dadan, Selasa, 23 Juli 2024.

Sebelumnya, Direktur Teknik dan Lingkungan Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Noor Arifin Muhammad, mengatakan bahwa kementeriannya sedang mempercepat perumusan aturan tersebut untuk mengejar implementasi pengembangan penyimpanan karbon di Indonesia. “Sedang disusun, Pak Menteri ESDM (Arifin Tasrif) meminta agar aturan ini selesai dalam dua sampai tiga bulan ke depan,” kata Noor.

Noor menjelaskan bahwa aturan turunan dari Peraturan Presiden ini akan mencakup regulasi sertifikat kapasitas penyimpanan karbon, prosedur perizinan karbon, lelang, hingga izin eksplorasi. Ia menambahkan bahwa kementeriannya masih membahas jumlah peraturan yang mungkin dihasilkan untuk mengatur kompleksitas pengembangan penangkapan karbon ini. “Dengan adanya aturan turunan ini, diharapkan CCS bisa berjalan karena sebelumnya belum ada aturan mainnya,” tuturnya.

Pemerintah Targetkan 15 Proyek

Indonesia terus berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca, salah satunya dari sektor energi, melalui pengembangan energi terbarukan, implementasi konservasi energi, maupun penerapan teknologi bersih. Salah satu upaya yang ditempuh dalam penerapan teknologi bersih adalah pengembangan dan pemanfaatan Carbon Capture and Storage dan Carbon Capture Utilisation and Storage (CCS/CCUS).

“Saat ini, Indonesia memiliki total sekitar 15 proyek potensial CCS/CCUS dengan target onstream tahun 2026 – 2030. Dua cekungan yang sedang didorong Pemerintah untuk dijadikan CCS Hub di wilayah Asia Timur dan Australia yaitu cekungan Sunda Asri dan cekungan Bintuni,” papar Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Ariana Soemanto.

Indonesia dikenal memiliki cekungan sedimen terbesar di kawasan Asia Tenggara. Indonesia memiliki potensi sumber daya penyimpanan karbon di 20 cekungan dengan kapasitas 573 Giga ton Saline Aquifer dan 4,8 Giga Ton depleted oil and gas reservoir yang tersebar di berbagai wilayah di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.

Ariana juga menjelaskan bahwa skema CCS di Indonesia dibagi menjadi 2 (dua) pilihan. Pilihan pertama adalah penyelenggaraan CCS berdasarkan Kontrak Kerja Sama Migas, rencana kegiatan CCS dapat diusulkan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama dalam POD I maupun POD lanjutan atau revisinya. Kedua, CCS dapat dikembangkan sebagai usaha tersendiri, melalui Izin Eksplorasi Zona Target Injeksi dan Izin Operasi Penyimpanan Karbon.

Untuk mendukung pengembangan CCS/CCUS, Pemerintah juga telah mengimplementasikan berbagai kebijakan, antara lain pembentukan CCS/CCUS National Centre of Excellence bersama dengan lembaga penelitian dan universitas, memperkuat kerja sama internasional di bidang CCS/CCUS, serta menyusun regulasi dan kebijakan turunan.

“Saat ini, telah terbit Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 2 tahun 2023 dan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 14 tahun 2024 yang menjadi landasan hukum kuat untuk pengembangan dan penerapan penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS) di Indonesia,” pungkas Ariana.

Undang-Undang Migas

Pemerintah dan juga parlemen hingga kini masih belum lagi membahas revisi Undang–Undang Migas, padahal itu yang paling ditunggu-tunggu para pelaku usaha untuk mendapatkan kepastian hukum dalma berinvestasi di tanah air. Salah satu poin yang kelihatannya jadi tantangan hingga membuat pembahasan revisi UU Migas terus molor adalah implementasi Carbon Capture Storage (CCS) ataupun Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) di industri migas.

Indonesia bahkan sampai harus membahas penerapan CCS tersebut dengan Norwegia, salah satu negara yang terdepan dalam penerapan CCS di industri migas.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Energi Norwegia dalam Pertemuan The 10th Indonesia-Norway Bilateral Energy Consultations (INBEC) turut memasukkan isu CCS yang bakal dijadikan salah satu poin dalam revisi UU Migas terbaru nanti.

Mirza Mahendra, Direktur Pembinaan Program Migas, menyatakan Pemerintah Indonesia saat ini tengah mengembangkan bisnis serta menerbitkan peraturan dan perizinan usaha CCS. Mengingat Norwegia selangkah lebih maju dalam CCS, Indonesia memerlukan masukan dan diskusi lebih lanjut dengan Norwegia tentang cara menciptakan pasar dan memenuhi nilai ekonomi CCS.

“Kami mencatat bahwa Norwegia telah mampu mengkolaborasikan litbang, peran aktif pemerintah, dan antusiasme sektor bisnis. Indonesia ingin menggali pengalaman tentang CCS dari Norwegia,” ujar Mirza. (*)