Scroll untuk baca artikel
Infacaft 2025 Kerjasama dengan KabarBursa.com
Makro

OJK Ingin Bangun Ekosistem Kripto di Indonesia

×

OJK Ingin Bangun Ekosistem Kripto di Indonesia

Sebarkan artikel ini
Transkasi Aset Kripto
Ilustrasi Kripto (Foto: Int)

KABARBURSA.COM – Upaya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah berupaya membangun ekosistem kripto di Indonesia mendapat apresiasi dari beberapa kalangan.

Di era disruptif teknologi digital, sektor Inovasi Keuangan Digital (IKD) di Indonesia telah mengalami pertumbuhan dua kali lipat dalam kurun lima tahun terakhir.

Untuk merespons perkembangan ini, pemerintah perlu mengambil langkah yang cepat guna memanfaatkan potensi keuangan digital secara maksimal sambil mengelola risikonya.

Upaya ini mencakup adaptasi terhadap Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK) yang dapat meningkatkan efisiensi dan inklusi di industri jasa keuangan.

Seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang P2SK, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sekarang bertanggung jawab untuk mengatur dan mengawasi secara terintegrasi aset digital serta melindungi konsumen.

Dengan regulasi yang jelas diharapkan dapat memberikan panduan yang terarah bagi pengembangan ITSK dan aset digital, termasuk aset kripto dan non-fungible token (NFT).

OJK juga telah meluncurkan aplikasi SPRINT (Sistem Perizinan dan Registrasi Terintegrasi) untuk menyederhanakan dan mempercepat proses perizinan bagi penyelenggara inovasi teknologi di sektor keuangan.

Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Hasan Fawzi, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, aplikasi ini memudahkan pengajuan untuk regulatory sandbox serta pendaftaran penyelenggara inovasi teknologi di sektor keuangan.

Inisiatif OJK dalam membangun ekosistem kripto telah meningkatkan kepercayaan masyarakat dan berdampak positif pada volume perdagangan kripto di Indonesia.

Indodax, yang kini menjadi bursa kripto terbesar dengan volume perdagangan mencapai 14.231.209 dolar Amerika Serikat (AS) dalam 24 jam terakhir, menurut data CoinGecko.

CEO Indodax, Oscar Darmawan, menyampaikan rasa terima kasih atas kepercayaan yang diberikan pengguna dan komitmennya untuk terus meningkatkan layanan serta memberikan pengalaman terbaik. Indodax tetap fokus pada keamanan dana dan informasi pengguna serta terus mengembangkan teknologi dan sistem keamanannya.

“Kami akan terus berupaya meningkatkan layanan dan memberikan pengalaman terbaik bagi para pengguna,” kata Oscar Darmawan dalam siaran pers yang dikutip, Selasa, 23 Juli 2024.

Selain itu, Indodax aktif dalam mengedukasi dan meningkatkan literasi keuangan digital di Indonesia, dengan menyediakan fitur seperti ‘Earn (staking)’ dan ‘Investasi Rutin’ untuk memenuhi kebutuhan investor dan trader kripto.

Pemerintah Kantongi Rp25 Triliun dari Pungutan E-Commerce dan Kripto

Sampai dengan akhir Juni 2024, pemerintah berhasil mengumpulkan pendapatan pajak sebesar Rp25,88 triliun dari sektor ekonomi digital.

Pendapatan ini diperoleh dari berbagai sumber, di antaranya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp20,8 triliun, pajak kripto sebesar Rp798,84 miliar, pajak fintech (P2P lending) sebesar Rp2,19 triliun, dan pajak yang dipungut oleh pihak lain atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP) sebesar Rp2,09 triliun.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Dwi Astuti menjelaskan sampai dengan Juni 2024, pemerintah telah menunjuk 172 pelaku usaha PMSE sebagai pemungut PPN.

Menariknya, pada bulan Juni 2024, tidak ada penunjukan, pembetulan, atau perubahan data, maupun pencabutan pemungut PPN PMSE.

Dari keseluruhan pemungut yang telah ditunjuk, 159 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE sebesar Rp20,8 triliun.

“Jumlah tersebut berasal dari Rp731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp3,90 triliun setoran tahun 2021, Rp5,51 triliun setoran tahun 2022, Rp6,76 triliun setoran tahun 2023, dan Rp3,89 triliun setoran tahun 2024,” ungkap Dwi Astuti seperti dikutip dari Kabarmakassar.com, Senin, 22 Juli 2024.

Penerimaan pajak kripto mencapai Rp798,84 miliar sampai dengan Juni 2024. Penerimaan ini berasal dari Rp246,45 miliar pada tahun 2022, Rp220,83 miliar pada tahun 2023, dan Rp331,56 miliar pada tahun 2024. Pajak kripto terdiri dari Rp376,13 miliar PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger dan Rp422,71 miliar PPN DN atas transaksi pembelian kripto di exchanger.

Pajak fintech (P2P lending) juga memberikan kontribusi signifikan dengan penerimaan sebesar Rp2,19 triliun hingga Juni 2024. Penerimaan dari pajak fintech berasal dari Rp446,39 miliar pada tahun 2022, Rp1,11 triliun pada tahun 2023, dan Rp635,81 miliar pada tahun 2024. Pajak fintech terdiri dari PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima WPDN dan BUT sebesar Rp732,34 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima WPLN sebesar Rp270,98 miliar, dan PPN DN atas setoran masa sebesar Rp1,19 triliun.

Dari penerimaan pajak SIPP, pemerintah berhasil mengumpulkan Rp2,09 triliun hingga Juni 2024. Penerimaan ini berasal dari Rp402,38 miliar pada tahun 2022, Rp1,12 triliun pada tahun 2023, dan Rp572,17 miliar pada tahun 2024. Pajak SIPP terdiri dari PPh sebesar Rp141,23 miliar dan PPN sebesar Rp1,95 triliun.

Dwi Astuti menyatakan bahwa untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha bagi pelaku usaha baik konvensional maupun digital, pemerintah akan terus menunjuk pelaku usaha PMSE yang menjual produk atau layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia. Pemerintah juga akan menggali potensi penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital lainnya seperti pajak kripto, pajak fintech, dan pajak SIPP. (*)