KABARBURSA.COM – Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa dari tanggal 29 Juli hingga 1 Agustus 2024, terdapat aliran modal asing sebesar Rp10,27 triliun yang masuk ke pasar keuangan Indonesia.
Aliran modal asing masuk melalui pasar saham, pasar Surat Berharga Negara (SBN), dan Sekuritas Rupiah BI (SRBI).
Dana asing yang masuk terdiri dari Rp2,31 triliun melalui pasar saham, Rp5,77 triliun melalui Surat Berharga Negara (SBN), dan Rp2,19 triliun melalui Sekuritas Rupiah BI (SRBI).
“Berdasarkan data transaksi 29 Juli-1 Agustus 2024, nonresiden tercatat net beli Rp10,27 triliun,” ujar Direktur Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dikutip Sabtu, 3 Agustus 2024.
Dengan demikian, berdasarkan data setelmen hingga 1 Agustus 2024 (year to date/ytd), tercatat bahwa transaksi di pasar saham mengalami aliran modal asing keluar atau jual neto sebesar Rp2,54 triliun.
Sementara itu, di pasar Surat Berharga Negara (SBN) tercatat aliran modal asing masuk atau beli neto sebesar Rp 5,92 triliun, sedangkan di Sekuritas Rupiah BI (SRBI) terjadi beli neto sebesar Rp 42,97 triliun.
Seiring masuknya modal asing ke Indonesia pada pekan ini, premi risiko investasi atau premi credit default swaps (CDS) Indonesia 5 tahun naik ke level 75,81 bps per 1 Agustus 2024 dari sebelumnya di level 72,95 bps per 26 Juli 2024.
Di sisi lain, untuk tingkat imbal hasil (yield) SBN tenor 10 tahun tercatat turun ke level 6,87 persen. Begitu pula yield surat utang Amerika Serikat (AS) atau US Treasury tenor 10 tahun turun ke level 3,976 persen.
Erwin mengatakan, BI terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait, serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi nasional.
Utang Pemerintah Indonesia
Sementara itu, utang pemerintah Indonesia terus mengalami peningkatan. Terbaru, utang pemerintah di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) per Juni 2024 sudah menembus Rp8.444,87 triliun.
Dengan begitu, terjadi kenaikan utang pemerintah sebesar Rp91,85 triliun atau 1,09 persen jika dibandingkan dengan bulan Mei 2024.
Jika mengutip dokumen APBN Kita edisi Juni 2024, posisi utang pemerintah per Mei 2024 tercatat sebesar Rp8.353,02 triliun.
Dengan perkembangan tersebut rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) turut terkerek naik.
Rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) pada Juni sebesar 39,13 persen, lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 38,71 persen.
Meskipun meningkat, realisasi rasio utang terhadap PDB masih di bawah dari batas rasio utang dan target strategi pengelolaan utang jangka menengah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023, batas rasio utang sebesar 60 persen, sementara mengacu Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah periode 2023-2026 targetnya adalah 40 persen.
Jika melihat komposisinya, utang pemerintah didominasi oleh surat berharga negara (SBN) dengan denominasi rupiah.
Tercatat nilai utang pemerintah dalam bentuk SBN sebesar Rp7.418,76 triliun, atau setara 87,85 persen dari total utang pemerintah.
Secara lebih rinci, nilai SBN domestik sebesar Rp5.967,70 triliun, terdiri dari surat utang negara (SUN) sebesar Rp4.732,71 triliun dan surat berharga syariah negara (SBSN) sebesar Rp1.234,99 triliun.
Kemudian, SBN dengan denominasi valuta asing (valas) nilainya sebesar Rp1.451,07 triliun, dengan komposisi SUN sebesar Rp1.091,63 triliun dan SBSN sebesar Rp359,44 triliun.
Kemudian, nilai utang pemerintah yang berasal dari pinjaman sebesar Rp1.026,11 triliun, atau setara 12,15 persen total utang pemerintah. Nilai itu terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp38,10 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp988,01 triliun.
Adapun dilihat dari struktur kepemilikannya, lembaga keuangan memegang sekitar 41,1 persen dari total SBN domestik, kemudian Bank Indonesia (BI) memiliki 23,1 persen. Sementara kepemilikan asing terhadap SBN domestik yaitu sebesar 13,9 persen.
Warisan Utang Jokowi ke Prabowo
Menjelang akhir masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), utang pemerintah kembali meroket, menembus angka Rp8.444,87 triliun per Juni 2024.
Pemerintahan baru Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dipastikan akan mewarisi beban utang yang besar dari pendahulunya.
Menurut laporan APBN Kita edisi Juli 2024, rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) mengalami kenaikan sepanjang semester pertama tahun 2024. Dari posisi akhir Desember 2023 sebesar 38,59 persen rasio ini naik menjadi 39,13 persen. Artinya jumlah utang pemerintah yang mencapai Rp8.444,87 triliun ini setara dengan 39,13 persen dari PDB.
Meskipun hampir mencapai batas 40 persen, Kementerian Keuangan mengklaim bahwa rasio utang tersebut masih berada dalam batas aman di bawah 60 persen PDB, sesuai dengan UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara.
Kementerian yang dipimpin oleh Sri Mulyani Indrawati tersebut menyatakan bahwa komposisi utang pemerintah dioptimalkan dengan menggunakan sumber pembiayaan dalam negeri, serta memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap. Lantas, apa saja komposisi utang pemerintah di era Jokowi?
Kemenkeu mencatat bahwa mayoritas utang pemerintah berasal dari dalam negeri dengan proporsi sebesar 71,12 persen. Berdasarkan instrumen, sebagian besar utang pemerintah berupa Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai 87,85 persen.
Pemerintah juga fokus pada pengadaan utang dengan jangka waktu menengah hingga panjang, serta aktif dalam mengelola portofolio utang.
Per akhir Juni 2024, profil jatuh tempo utang pemerintah dianggap cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) selama 7,98 tahun. (*)