KABARBURSA.COM – Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak hanya mewariskan utang kepada Presiden RI terpilih, Prabowo Subianto, tapi juga mewariskan sejumlah proyek investasi yang belum tereksekusi.
Wakil Menteri Investasi Yuliot Tanjung mengatakan sisa investasi mangkrak saat ini sebesar 20 persen dari total Rp708 triliun, atau sekitar Rp141,6 triliun.
“Yang bisa diselesaikan sekitar 80 persen dari Rp 700-an triliun itu,” kata Yuliot di Jakarta, Senin, 29 Juli 2024 lalu.
Menurut Yuliot, faktor yang menyebabkan terjadinya investasi mangkrak disebabkan permasalahan internal perusahaan hingga kondisi bisnisnya. Kata dia, fokus ke depan adalah pemerintah akan memfasilitasi para investor yang mau menanamkan modalnya di Indonesia.
“Jadi yang 20 persen itu karena ada permasalahan internal perusahaan, ada juga kondisi bisnis yang tidak memungkinkan,” jelasnya.
Persoalan investasi mangkrak beberapa kali disinggung oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia. Bahlil mengaku diwariskan masalah investasi mangkrak oleh pimpinan sebelumnya sebesar Rp708 triliun, namun berhasil dia eksekusi sebesar Rp558 triliun dalam kurun waktu tiga tahun.
“Saya masuk BKPM Oktober 2019, saya diwariskan pemimpin terdahulu permasalahan investasi mangkrak Rp708 triliun. Alhamdulillah tidak lebih dari tiga tahun investasi mangkrak berhasil kita eksekusi sebesar Rp558 triliun atau 78,9 persen,” kata Bahlil beberapa waktu lalu.
Sementara sisanya gagal dieksekusi karena terhambat akibat terjadinya pandemi COVID-19, dan sejumlah perusahaan memilih mundur. Misalnya Lotte Chemical di Cilegon yang sempat mangkrak, namun kini berhasil dieksekusi hingga 80 persen.
“Lotte Chemical, ini investasi di Cilegon 80 persen (sudah dieksekusi). Ini mangkrak 4 hingga 5 tahun. Pemimpin terdahulu tidak bisa menyelesaikan ini. Memang ilmu lapangan tidak ada diajarkan di Harvard. Apalagi menyelesaikan masalah pemain-pemain lapangan,” tuturnya.
Utang Pemerintah Indonesia
Sementara itu, utang pemerintah Indonesia terus mengalami peningkatan. Terbaru, utang pemerintah di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) per Juni 2024 sudah menembus Rp8.444,87 triliun.
Dengan begitu, terjadi kenaikan utang pemerintah sebesar Rp91,85 triliun atau 1,09 persen jika dibandingkan dengan bulan Mei 2024.
Jika mengutip dokumen APBN Kita edisi Juni 2024, posisi utang pemerintah per Mei 2024 tercatat sebesar Rp8.353,02 triliun.
Dengan perkembangan tersebut rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) turut terkerek naik.
Rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) pada Juni sebesar 39,13 persen, lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 38,71 persen.
Meskipun meningkat, realisasi rasio utang terhadap PDB masih di bawah dari batas rasio utang dan target strategi pengelolaan utang jangka menengah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023, batas rasio utang sebesar 60 persen, sementara mengacu Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah periode 2023-2026 targetnya adalah 40 persen.
Jika melihat komposisinya, utang pemerintah didominasi oleh surat berharga negara (SBN) dengan denominasi rupiah.
Tercatat nilai utang pemerintah dalam bentuk SBN sebesar Rp7.418,76 triliun, atau setara 87,85 persen dari total utang pemerintah.
Secara lebih rinci, nilai SBN domestik sebesar Rp5.967,70 triliun, terdiri dari surat utang negara (SUN) sebesar Rp4.732,71 triliun dan surat berharga syariah negara (SBSN) sebesar Rp1.234,99 triliun.
Kemudian, SBN dengan denominasi valuta asing (valas) nilainya sebesar Rp1.451,07 triliun, dengan komposisi SUN sebesar Rp1.091,63 triliun dan SBSN sebesar Rp359,44 triliun.
Kemudian, nilai utang pemerintah yang berasal dari pinjaman sebesar Rp1.026,11 triliun, atau setara 12,15 persen total utang pemerintah. Nilai itu terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp38,10 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp988,01 triliun.
Adapun dilihat dari struktur kepemilikannya, lembaga keuangan memegang sekitar 41,1 persen dari total SBN domestik, kemudian Bank Indonesia (BI) memiliki 23,1 persen. Sementara kepemilikan asing terhadap SBN domestik yaitu sebesar 13,9 persen.
Rp10,27 Triliun Aliran Modal Asing Masuk ke RI
Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa dari tanggal 29 Juli hingga 1 Agustus 2024, terdapat aliran modal asing sebesar Rp10,27 triliun yang masuk ke pasar keuangan Indonesia.
Aliran modal asing masuk melalui pasar saham, pasar Surat Berharga Negara (SBN), dan Sekuritas Rupiah BI (SRBI).
Dana asing yang masuk terdiri dari Rp2,31 triliun melalui pasar saham, Rp5,77 triliun melalui Surat Berharga Negara (SBN), dan Rp2,19 triliun melalui Sekuritas Rupiah BI (SRBI).
“Berdasarkan data transaksi 29 Juli-1 Agustus 2024, nonresiden tercatat net beli Rp10,27 triliun,” ujar Direktur Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dikutip Sabtu, 3 Agustus 2024.
Dengan demikian, berdasarkan data setelmen hingga 1 Agustus 2024 (year to date/ytd), tercatat bahwa transaksi di pasar saham mengalami aliran modal asing keluar atau jual neto sebesar Rp2,54 triliun.
Sementara itu, di pasar Surat Berharga Negara (SBN) tercatat aliran modal asing masuk atau beli neto sebesar Rp 5,92 triliun, sedangkan di Sekuritas Rupiah BI (SRBI) terjadi beli neto sebesar Rp 42,97 triliun.
Seiring masuknya modal asing ke Indonesia pada pekan ini, premi risiko investasi atau premi credit default swaps (CDS) Indonesia 5 tahun naik ke level 75,81 bps per 1 Agustus 2024 dari sebelumnya di level 72,95 bps per 26 Juli 2024.
Di sisi lain, untuk tingkat imbal hasil (yield) SBN tenor 10 tahun tercatat turun ke level 6,87 persen. Begitu pula yield surat utang Amerika Serikat (AS) atau US Treasury tenor 10 tahun turun ke level 3,976 persen.
Erwin mengatakan, BI terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait, serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi nasional. (*)