KABARBURSA.COM – Pemerintah dan otoritas sedang menyiapkan aturan hapus buku dan hapus tagih kredit macet bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait ini masih dalam penyusunan. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Edina Rae, mengungkapkan bahwa format aturan sudah jelas dan pembahasannya telah dilakukan bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Proses legal drafting sedang berjalan, dan keputusan final akan bergantung pada Presiden.
Kondisi Kredit Macet UMKM di Perbankan
Sebenarnya, praktik hapus buku dan hapus tagih kredit macet UMKM sudah umum dilakukan oleh perbankan swasta. Namun, tantangan muncul ketika implementasi ini melibatkan bank BUMN atau bank pelat merah. Bank BUMN menghadapi kesulitan karena adanya komponen uang negara yang disisihkan, yang dapat menimbulkan situasi kompleks bagi mereka.
Peran Aturan Baru
Aturan ini dirancang untuk membantu bank BUMN mengatasi kesulitan dalam menjalankan hapus buku dan hapus tagih kredit macet UMKM. Khusus untuk bank BUMN, penghapusan kredit macet UMKM tidak akan dianggap sebagai kerugian keuangan negara, melainkan sebagai kerugian yang dapat dihapus bukukan dan diatur secara perundang-undangan.
Data OJK menunjukkan bahwa rasio Non-Performing Loan (NPL) UMKM mencapai 4,27 persen pada April 2024, naik dari 4,26 persen pada bulan sebelumnya dan cukup tinggi dibandingkan Desember 2023 yang masih 3,71 persen. Kenaikan ini menyoroti perlunya kebijakan hapus buku dan hapus tagih kredit macet bagi UMKM, terutama setelah berakhirnya program restrukturisasi kredit Covid-19 pada Maret 2024.
Pandangan DPR
Wakil Ketua Komisi VI DPR, Sarmuji, menyatakan kekhawatirannya bahwa banyak UMKM yang mendapatkan kredit selama pandemi mengalami kesulitan besar. UMKM sulit membayar kredit karena dampak pandemi yang tidak dapat dikendalikan. Komisi VI mengusulkan agar bank menerapkan kebijakan hapus buku dan hapus tagih kredit macet UMKM dengan syarat yang selektif dan melalui verifikasi, terutama bagi nasabah dengan pinjaman kecil (Rp25 juta hingga maksimal Rp50 juta).
Implikasi bagi UMKM
UMKM yang memiliki tunggakan di bank akan sulit menjalankan bisnisnya lagi jika beban kredit macet tidak diselesaikan. Menurut Sarmuji, UMKM tidak bisa mencoba bisnis baru karena terbelit utang yang tidak bisa dibayar, terutama yang disebabkan oleh pandemi atau bencana. Bank juga diharapkan sudah memiliki cadangan yang cukup untuk menjalankan kebijakan hapus buku dan hapus tagih kredit macet.
Contoh Implementasi di Bank BUMN
Misalnya, bank BUMN seperti BRI (BBRI) dan Bank Mandiri (BMRI) sedang menunggu aturan ini agar dapat menyesuaikan kebijakan internal mereka. Dengan adanya aturan yang jelas, bank BUMN dapat lebih mudah menghapus buku dan tagih kredit macet UMKM tanpa dianggap merugikan keuangan negara, sehingga UMKM dapat kembali menjalankan bisnis mereka tanpa beban utang yang tidak terbayar.
Aturan ini diharapkan dapat memberikan kejelasan nasib bagi UMKM dengan tunggakan di bank dan membantu mereka untuk kembali produktif.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada April 2024, berikut adalah rincian nilai total baki debet atau sisa pokok pinjaman yang wajib dibayar oleh usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) secara nasional:
- Total baki debet UMKM: Rp1.461 triliun
- Nilai kredit macet (NPL) UMKM: Rp62,23 triliun (4,26 persen dari total baki debet)
Rincian Kredit Macet Berdasarkan Kategori Bank
- Bank Persero/BUMN:
- Total baki debet: Rp920,63 triliun
- Nilai kredit macet (NPL): Rp35,56 triliun
- Rasio NPL: 3,86 persen
- Bank Swasta Nasional:
- Total baki debet: Tidak disebutkan
- Nilai kredit macet (NPL): Rp18,04 triliun
- Rasio NPL: 4,19 persen
- Bank Pembangunan Daerah (BPD):
- Total baki debet: Tidak disebutkan
- Nilai kredit macet (NPL): Rp8,62 triliun
- Rasio NPL: 7,83 persen
Kesimpulan
- Bank BUMN memiliki nilai kredit macet terbesar yaitu Rp35,56 triliun, tetapi rasio NPL UMKM di bank BUMN (3,86 persen) merupakan yang terendah dibandingkan dengan bank swasta nasional (4,19 persen) dan BPD (7,83 persen).
- Bank swasta nasional memiliki nilai kredit macet Rp18,04 triliun dengan rasio NPL 4,19 persen.
- BPD memiliki nilai kredit macet Rp8,62 triliun dengan rasio NPL 7,83 persen, yang merupakan rasio tertinggi di antara kategori bank lainnya.
Dengan demikian, meskipun bank BUMN memegang jumlah baki debet terbesar dan nilai kredit macet yang paling tinggi, rasio kredit macetnya lebih rendah dibandingkan dengan bank swasta nasional dan BPD.(*)