KABARBURSA.COM – Pemerintah Indonesia memperpanjang kebijakan pengenaan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) terhadap impor sejumlah produk tekstil dalam upaya melindungi dan mendukung daya saing industri tekstil dalam negeri.
“Sebagai langkah untuk melindungi dan meningkatkan daya saing industri tekstil dalam negeri, pemerintah memperpanjang kebijakan pengenaan BMTP,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, dalam pernyataannya di Jakarta, Kamis, 8 Agustus 2024.
Kebijakan ini berlaku untuk produk kain serta karpet dan tekstil penutup lainnya, seperti diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2024. Pemerintah telah memutuskan untuk memperpanjang pengenaan BMTP terhadap impor produk-produk tersebut selama tiga tahun ke depan.
Aturan ini tertuang dalam PMK Nomor 48 Tahun 2024 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan terhadap Impor Produk Kain, dan PMK Nomor 49 Tahun 2024 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan terhadap Impor Produk Karpet dan Tekstil Penutup Lainnya.
Febrio menekankan bahwa kebijakan ini diambil dengan memperhatikan keselarasan rantai industri untuk memastikan sesuai dengan arah pengembangan industri nasional dan menjaga daya saing industri tekstil dalam negeri.
Selain itu, penyusunan kedua PMK ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk kementerian/lembaga terkait, asosiasi, pelaku usaha, serta perwakilan negara mitra dagang, dengan ketentuan yang sejalan dengan aturan World Trade Organization (WTO).
Beberapa kementerian yang terlibat dalam proses ini meliputi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional, serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
“Pemerintah terus memantau situasi dan mencari solusi untuk mendukung pemulihan kinerja fundamental industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam jangka panjang, sambil mempertimbangkan dampaknya terhadap perekonomian secara keseluruhan,” tambah Febrio.
Selain kebijakan ini, pemerintah juga menerbitkan beberapa kebijakan trade remedies lainnya, yang masih berlaku hingga saat ini. Ini termasuk PMK Nomor 176/PMK.010/2022 tentang pengenaan BMAD atas impor produk serat pakaian (polyester staple fiber) yang berlaku hingga Desember 2027; PMK Nomor 46/PMK.101/2023 tentang pengenaan BMTP atas impor produk benang dari serat stapel sintetik dan artifisial yang berlaku hingga Mei 2026; PMK Nomor 45/PMK.010/2023 tentang pengenaan BMTP atas impor tirai, kerai dalam, kelambu tempat tidur, dan barang perabot lainnya yang juga berlaku hingga Mei 2026; serta PMK Nomor 142/PMK.010/2021 tentang pengenaan BMTP atas impor produk pakaian dan aksesori pakaian yang berlaku hingga November 2024.
Raport Merah Satgas
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, membeberkan hasil analisis tajam terkait respons masyarakat di media sosial X (Twitter) terhadap membanjirnya produk impor ilegal di pasar Indonesia.
Eko memaparkan bahwa dari analisis yang melibatkan 2.300 perbincangan selama periode 25 Juli sampai dengan 6 Agustus 2024, terungkap bahwa 99 persen di antaranya dengan tegas menuntut agar produk impor ilegal harus segera diberantas.
“Warganet menilai, produk impor ilegal hanya akan mematikan usaha atau produk lokal,” kata Eko, dalam diskusi INDEF secara daring, Kamis, 8 Agustus 2024.
Namun, yang tak kalah menarik adalah kesadaran para warganet akan pentingnya peningkatan kualitas produk dalam negeri. Warganet mengingatkan bahwa jika kualitas produk lokal tidak ditingkatkan, konsumen tetap akan sulit beralih dari produk impor.
“Selain itu, warganet juga mempertanyakan setelah barang illegal diamankan oleh Satgas Impor Ilegal lalu di kemanakan? Kalau tidak dijaga secara benar, barang ilegal itu bisa masuk ke pasar lagi. Istilahnya seperti itu,” ujarnya.
Analisis INDEF juga menyoroti sentimen warganet terhadap efektivitas Satgas Impor Ilegal yang baru dibentuk oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada Juli 2024. Satgas ini terdiri dari 11 anggota dari berbagai kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Perindustrian, Kejagung, Polri, Kementerian Keuangan, serta pemerintah kota dan provinsi.
Tugas utama Satgas ini adalah melakukan penyelidikan terhadap masuknya barang impor ilegal dan memberikan klarifikasi terhadap pelaku usaha yang diduga melanggar aturan impor.
Namun, temuan INDEF menunjukkan bahwa sebanyak 64,09 persen warganet pesimis terhadap efektivitas Satgas Impor Ilegal bentukan Kemendag tersebut dalam mengatasi masalah impor ilegal.
Warganet meragukan bahwa tindakan Satgas ini akan memberikan dampak signifikan, berkaca dari pengalaman sebelumnya dengan kebijakan serupa yang tidak efektif.
Penggerebekan gudang barang ilegal memang mendapat apresiasi, tetapi kritik tajam juga datang dari publik yang mempertanyakan mengapa hanya pedagang pasar yang menjadi sasaran, bukan pelaku di hulu yang harus diincar pertama kali.(*)