Scroll untuk baca artikel

OJK Ambil Alih Pengawasan Kripto Mulai 2025

×

OJK Ambil Alih Pengawasan Kripto Mulai 2025

Sebarkan artikel ini
Editor: Adi Subchan
kripto bitcoin

KABARBURSA.COM – Aset kripto akan mulai diatur dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

Hasan Fawzi, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) OJK, menyatakan bahwa proses peralihan kewenangan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan (Kemendag) ke OJK harus selesai dalam waktu maksimal dua tahun setelah UU P2SK mulai berlaku.

“Undang-undang tersebut menyebutkan bahwa peralihan kewenangan dari otoritas yang saat ini ada di Kemendag Bappebti harus dilakukan selambatnya dua tahun setelah UU P2SK resmi berlaku pada 12 Januari 2023,” ujar Hasan di Jakarta, Jumat, 9 Agustus 2024.

“Jadi, paling lambat Januari 2025, peralihan kewenangan tugas pengaturan dan pengawasan ini akan terjadi di OJK,” ungkapnya.

Hasan juga mengungkapkan bahwa terkait peralihan kewenangan ini, pihaknya sedang melakukan diskusi intensif dengan Kementerian Perdagangan, Bappebti, dan Bank Indonesia (BI). Ia berharap proses peralihan dapat berjalan dengan mulus.

“Kami tentu ingin menciptakan kondisi yang kondusif agar peralihan kewenangan ini berlangsung dengan lancar, aman, dan tanpa gangguan berarti pada industri yang selama ini diatur oleh otoritas sebelumnya,” pungkasnya.

Kripto dan Pinjol Setor Pajak Rp26,75 Triliun

Pemerintah Indonesia mencatatkan penerimaan dari sektor ekonomi digital mencapai Rp26,75 triliun hingga 31 Juli 2024. Angka ini mencakup pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), pajak kripto, pajak fintech (P2P lending), serta pajak yang dipungut oleh pihak ketiga atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP).

“PPN PMSE mencapai Rp21,47 triliun, pajak kripto sebesar Rp838,56 miliar, pajak fintech mencapai Rp2,27 triliun, dan pajak SIPP sebesar Rp2,18 triliun,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Dwi Astuti, dalam pernyataan tertulisnya, Kamis, 8 Agustus 2024.

Hingga Juli 2024, pemerintah telah menunjuk 174 pelaku usaha PMSE sebagai pemungut PPN khusus untuk sektor ini. Angka tersebut mencakup dua penunjukan baru dan empat pembetulan atau perubahan data pemungut PPN PMSE.

Penunjukan pada Juli 2024 yaitu PT Final Impian Niaga dan Niantic International Ltd. Sementara pembetulan kepada Elsevier B.V, Lexisnexis Risk Solutions FL Inc., EZVIZ International Limited, dan DeepL SE.

Dari keseluruhan pemungut yang telah ditunjuk, 163 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE sebesar Rp21,47 triliun. Jumlah tersebut berasal dari Rp731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp3,90 triliun setoran di 2021, Rp5,51 triliun setoran di 2022, Rp6,76 triliun setoran di 2023 dan Rp4,57 triliun setoran 2024.

“Dalam rangka menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi pelaku usaha baik konvensional maupun digital, pemerintah masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia,” ujar Dwi.

Sementara itu, penerimaan pajak kripto yang terkumpul Rp838,56 miliar sampai Juli 2024 berasal dari Rp246,45 miliar penerimaan 2022, Rp220,83 miliar penerimaan 2023 dan Rp371,28 miliar penerimaan 2024.

Penerimaan tersebut terdiri dari Rp394,19 miliar penerimaan PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger dan Rp444,37 miliar penerimaan PPN DN atas transaksi pembelian kripto di exchanger.

Pajak fintech yang telah menyumbang penerimaan pajak Rp2,27 triliun sampai Juli 2024 berasal dari Rp446,39 miliar penerimaan tahun 2022, Rp1,11 triliun penerimaan tahun 2023 dan Rp712,53 miliar penerimaan tahun 2024.

Pajak fintech tersebut terdiri atas PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima WPDN dan BUT sebesar Rp747,93 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima WPLN sebesar Rp281,28 miliar dan PPN DN atas setoran masa sebesar Rp1,24 triliun.

Penerimaan pajak atas usaha ekonomi digital lainnya berasal dari penerimaan pajak SIPP. Hingga Juli 2024, penerimaan dari pajak SIPP sebesar Rp2,18 triliun yang berasal dari Rp402,38 miliar penerimaan tahun 2022, Rp1,12 triliun penerimaan tahun 2023 dan Rp656,37 miliar penerimaan tahun 2024. Penerimaan pajak SIPP terdiri dari PPh Rp149,7 miliar dan PPN sebesar Rp2,03 triliun.

“Pemerintah akan menggali potensi penerimaan pajak usaha ekonomi digital lainnya seperti pajak kripto atas transaksi perdagangan aset kripto, pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman, dan pajak SIPP atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah,” ucapnya. (*)