KABARBURSA.COM – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewacanakan penyesuaian terhadap tarif pungutan pajak kripto. Opsi ini dipertimbangkan setelah pelaku usaha mengeluhkan besaran pungutan pajak terhadap aset digital itu.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi, mengungkapkan sudah terjadi pembahasan terkait penyesuaian tarif pajak kripto. Namun, sampai saat ini besaran tarif kripto masih mengikuti ketentuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 3 Tahun 2022,sebab kripto masih tergolong ke dalam aset kelas komoditas.
“Penyesuaian pungutan pajak kripto, saya kira sedang dalam pembahasan,” kata Hasan Fawzi di Jakarta, Jumat, 9 Agustus 2024.
Meski begitu, lanjut Hasan menjelaskan, penyesuaian tarif kripto akan bisa dilakukan setelah pengawasan dan regulasi terkait industri kripto beralih dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke OJK yang rencananya paling cepat terjadi pada 2025.
“Ke depan tentu kami akan membuka ruang untuk membahas lebih lanjut dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam hal ini,” tuturnya.
Meski sudah melakukan pembahasan, kata Hasan, sampai saat ini belum terdapat besaran tarif rekomendasi yang disiapkan untuk menyesuaikan tarif pajak kripto saat ini.
Sebagai informasi, dalam ketentuan pajak saat ini, transaksi aset kripto akan dipotong pajak sebanyak dua kali. Pertama, pada saat pembelian aset kripto, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan dipungut sebesar 0,11 persen dari nilai pembelian.
Kemudian, ketika menjual aset kripto dikenai Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Final akan dipotong sebesar 0,1 persen dari nilai penjual.
Dalam berbagai kesempatan, pelaku usaha industri kripto dan Bappebti menilai, besaran pajak kripto perlu dievaluasi. Hal ini dengan mempertimbangkan keberlangsungan industri kripto nasional.
Selaku pelaku industri kripto di Indonesia, CEO Indodax Oscar Darmawan mengatakan, pemberlakuan pajak kripto memberikan beban finansial yang sangat berat bagi para investor kripto. Katanya, total jumlah pajak yang harus disetorkan setiap bulan diklaim melebihi pendapatan para pelaku industri.
“Saat ini terdapat berbagai jenis pajak aset kripto yang dikenakan di Indonesia yaitu PPh sebesar 0,10 persen, PPN sebesar 0,11 persen, dan tambahan 0,02 persen untuk biaya bursa, deposito, dan kliring,” kata Oscar beberapa waktu lalu.
Menurut Oscar, banyaknya jenis pajak yang dikenakan, membuat jumlah total pajak yang harus dibayarkan oleh investor menjadi mahal dan berpotensi mematikan industri kripto di Indonesia.
Oscar Darmawan pun menilai, industri kripto membutuhkan sebuah trigger atau pemicu untuk merangsang pertumbuhan bisnisnya.