KABARBURSA.COM – Pembangunan rumah dinas bagi para menteri di Ibu Kota Nusantara (IKN) kembali menjadi sorotan. Kali ini bukan hanya karena desain dan ukurannya, tetapi juga karena besarnya anggaran yang dialokasikan.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Pandjaitan, sempat mengkritik ukuran rumah tersebut yang dianggap terlalu kecil dibandingkan perumahan dinas menteri di kawasan Widya Chandra, Jakarta Selatan. Namun, di balik perdebatan ukuran, muncul isu yang lebih mendalam mengenai efektivitas penggunaan anggaran negara.
Rumah dinas di IKN ini dirancang dengan konsep open space, memiliki luas bangunan 580 meter persegi di atas lahan seluas 1.000 meter persegi. Pembangunan 36 unit rumah dinas ini menelan biaya Rp519,05 miliar, atau sekitar Rp14,4 miliar per unit, yang didanai melalui skema Multi Years Contract (MYC) 2022-2024. Meski tampaknya angka tersebut sudah memperhitungkan seluruh kebutuhan rumah, mulai dari struktur hingga perabotan, banyak pihak yang mempertanyakan apakah biaya tersebut sesuai dengan kondisi keuangan negara yang saat ini sedang seret.
Ekonom yang juga Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI), Salamudin Daeng, mengkritisi alokasi anggaran untuk rumah dinas menteri ini.
Menurutnya, dengan fasilitas yang disediakan oleh negara, seperti tanah gratis dan pajak yang dibebaskan, biaya pembangunan seharusnya bisa jauh lebih rendah. “Tanahnya gratis, pajak juga dibebaskan, infrastruktur pendukung disiapkan negara. Kalau dihitung, seharusnya satu rumah hanya butuh sekitar Rp5 miliar,” kata Salamudin saat dihubungi Kabar Bursa, Jumat, 23 Agustus 2024.
Menurut Salamudin, dengan biaya tanah per meter sekitar Rp5 juta di IKN, seharusnya rumah dengan luas 1.000 meter persegi bisa dibangun dengan anggaran yang jauh lebih efisien. Salamudin juga mempertanyakan alasan biaya yang membengkak hampir tiga kali lipat dari estimasi yang ia buat. “Kalau jadi mahal, artinya ada yang salah dalam perencanaan,” ujarnya.
Kritik ini menjadi sangat relevan ketika menilik kondisi keuangan negara yang sedang ketat. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan pertumbuhan ekonomi hanya akan mencapai 5,2 persen pada RAPBN 2025, dengan inflasi sebesar 2,5 persen dan defisit anggaran sekitar 2,53 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Sementara itu, belanja negara diperkirakan mencapai Rp3.613,1 triliun, namun penerimaan negara hanya diproyeksikan sebesar Rp2.996,9 triliun. Dengan situasi ini, setiap pengeluaran pemerintah seharusnya dipertimbangkan dengan sangat cermat.
Kepala Satgas Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur IKN, Danis H. Sumadilaga, menjelaskan hingga saat ini, progres pembangunan rumah dinas menteri telah mencapai 80 persen. Pembangunan ini diharapkan selesai pada pertengahan 2024 dan siap dihuni oleh para menteri yang akan pindah ke IKN pada bulan Juli lalu. Meski demikian, kritik mengenai besarnya anggaran tetap mencuat.
Namun, Salamudin menyoroti pembengkakan biaya dalam proyek seperti ini sering kali terjadi karena pemilihan lokasi yang tidak optimal atau spesifikasi proyek yang tidak realistis. Dia juga menekankan pentingnya pengawasan terhadap anggaran negara, terutama dalam proyek besar seperti pembangunan IKN yang melibatkan banyak swasta. “Kontraktor salah perencanaan,” kata Salamudin.
Menurutnya, ketika anggaran mencapai jumlah yang tinggi, seperti yang terjadi pada proyek ini, perlu dilakukan audit menyeluruh terhadap pos-pos biaya yang ada. “Dari cost tersebut pos biaya mana yang bengkak, kalau secara umum biaya semahal itu berarti perencanaan yang salah,” katanya.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono, sebelumnya mengatakan desain rumah dinas di IKN sudah sesuai dengan konsep compact city yang dirancang untuk kota baru tersebut. “Rumah menteri di IKN memang lebih kecil dibandingkan Widya Chandra, tapi konsep ini sesuai dengan desain pemenang sayembara,” kata Basuki di kompleks Istana Kepresidenan, Rabu, 13 Maret 2024.
Basuki pun menegaskan fasilitas dan perumahan menteri di IKN tidak akan semewah rumah dinas menteri di Widya Chandra. “Tidak mewah. Fasilitasnya hanya mencakup kamar tidur, dapur, ruang tamu, ruang rapat, dan semua tipe bangunannya seragam. Ukurannya juga lebih kecil daripada yang di Widya Chandra. Jadi, yang di sini lebih mewah,” jelas Basuki.
Anggaran Rp4,13 Triliun untuk IKN
Kementerian PUPR mengalokasikan anggaran sebesar Rp4,13 triliun untuk melanjutkan pembangunan di Ibu Kota Nusantara (IKN) pada tahun 2025. Angka ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR, Zainal Fatah, usai menghadiri Konferensi Pers Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) serta Nota Keuangan 2025 di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat, 16 Agustus 2024, lalu.
“Anggaran yang tercatat untuk IKN adalah Rp4,13 triliun,” kata Zainal.
Menurut dia, dana tersebut akan digunakan untuk beberapa proyek, termasuk penanganan banjir di kawasan IKN, pembangunan jalan tol, serta pengembangan sektor permukiman dan perumahan.
Pada 2025, Kementerian PUPR memiliki pagu indikatif sebesar Rp75,63 triliun. Jumlah ini jauh di bawah kebutuhan anggaran yang diajukan kementerian sebesar Rp212,58 triliun dan juga lebih kecil dibandingkan dengan anggaran tahun 2024 yang mencapai Rp 157,73 triliun. Basuki menjelaskan pola penganggaran ini merupakan hasil dari kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Kepala Bappenas.(*)