Scroll untuk baca artikel
Makro

Kebijakan OJK ini Rangsang Merger Perusahaan Asuransi

×

Kebijakan OJK ini Rangsang Merger Perusahaan Asuransi

Sebarkan artikel ini
aaji
Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) (Foto: Sindo)

KABARBURSA.COM – Dalam diskusi terkini mengenai sektor keuangan, Alvin Baramuli dari Algo Research mengungkapkan bahwa industri asuransi seringkali terabaikan jika dibandingkan dengan sektor-sektor keuangan lainnya seperti perbankan dan multifinance.

Fenomena ini semakin nyata dengan tren merger dan akuisisi (M&A) yang semakin menguat di sektor asuransi. Salah satu perusahaan yang kini tengah mengeksplorasi peluang akuisisi adalah PT Bank Maybank Indonesia Tbk (BNII).

Alvin Baramuli menjelaskan, Dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan premi asuransi menunjukkan penurunan yang signifikan, dan penetrasi pasar semakin menurun. “Ditambah dengan meningkatnya klaim akibat kualitas aset yang memburuk, industri asuransi saat ini menghadapi tantangan besar,” katanya dikutip Sabtu31 Agustus 2024.

Kondisi ini diperburuk oleh regulasi terbaru yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui POJK 23/2023. Peraturan tersebut menetapkan peningkatan ekuitas minimum bagi perusahaan asuransi dan reasuransi. Regulasi ini mencakup kenaikan modal secara bertahap yang dirancang untuk memperkuat posisi finansial sektor asuransi.

Pada tahap pertama, setiap perusahaan asuransi diwajibkan memiliki ekuitas minimum sebesar Rp250 miliar, perusahaan asuransi syariah Rp100 miliar, perusahaan reasuransi Rp500 miliar, dan perusahaan reasuransi syariah Rp200 miliar. Kewajiban ini harus dipenuhi paling lambat 31 Desember 2026. Tahap kedua akan memulai pengelompokan perusahaan perasuransian berdasarkan ekuitas pada 31 Desember 2028.

Alvin memperkirakan bahwa sekitar 33 persen dari total perusahaan asuransi, tidak termasuk unit usaha syariah (UUS), memiliki modal di bawah Rp250 miliar. Hal ini menandakan bahwa banyak perusahaan asuransi menghadapi kesulitan dalam memenuhi syarat modal minimum secara organik, menjadikan opsi M&A semakin relevan.

Di tengah ketidakpastian ini, OJK turut memberikan dorongan lebih besar untuk kegiatan M&A. OJK berpendapat bahwa mengakuisisi perusahaan yang ada atau yang baru memasuki pasar Indonesia bisa menjadi langkah strategis untuk meningkatkan efisiensi dan stabilitas sektor asuransi.

“Kami yakin bahwa langkah ini tepat, karena persaingan yang sehat lebih baik daripada hanya mengambil alih pangsa pasar dari pemain yang lebih kecil. Dengan berkurangnya jumlah pemain besar, regulasi juga akan lebih mudah diterapkan,” ujar Alvin.

Isu akuisisi semakin memanas dengan kabar bahwa Maybank (BNII) tengah merencanakan akuisisi terhadap PT Asuransi Jiwa Syariah Mitra Abadi Tbk (JMAS). Kospin Jasa, yang memegang 57,95 persen saham JMAS, dilaporkan akan melepas kepemilikannya kepada Maybank. Kospin dikabarkan menawarkan sahamnya seharga Rp200 miliar, sementara Maybank dilaporkan menawarkan antara Rp100 miliar hingga Rp150 miliar.

Namun, Maybank tidak hanya menjadikan JMAS sebagai target tunggal. Perusahaan asal Malaysia ini juga menargetkan dua entitas besar di Grup Panin: PT Panin Financial Tbk (PNLF) dan PT Panin Bank Tbk (PNBN). Menurut informasi dari pelaku pasar, Maybank telah menawarkan tawaran sebesar dua kali nilai buku atau price to book value (PBV) untuk akuisisi kedua entitas tersebut.

Direktur Utama PNBN, Herwidayatmo, menyatakan bahwa dia belum menerima informasi resmi terkait isu akuisisi ini. “Ini adalah bagian dari aksi pemegang saham, dan merupakan urusan mereka,” ungkap Herwidayatmo.

Kondisi ini menambah kompleksitas di sektor asuransi yang sudah menghadapi tantangan berat. Di tengah tekanan regulasi dan kebutuhan untuk konsolidasi, perusahaan asuransi harus beradaptasi dengan cepat untuk menjaga kelangsungan dan pertumbuhan bisnis mereka. Merger dan akuisisi menjadi strategi utama dalam menghadapi dinamika pasar yang semakin menuntut efisiensi dan daya saing yang tinggi.

Kinerja Industri Asuransi 2024

Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) melaporkan bahwa pendapatan premi industri asuransi jiwa nasional mengalami kenaikan sebesar 2,6 persen year-on-year (yoy) pada semester pertama tahun ini, mencapai Rp88,49 triliun.

“Sejak awal tahun hingga Juni 2024, kami mencatat adanya sinyal pertumbuhan positif di sektor asuransi jiwa. Ini menjadi dorongan bagi kami untuk memperkuat strategi bisnis di sisa tahun ini,” ujar Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon, dalam keterangannya di Jakarta pada hari Rabu 28 Agustus 2024 lalu.

Dalam rincian produk, Budi menjelaskan bahwa pendapatan premi dari produk asuransi jiwa tradisional mencatatkan angka Rp51,81 triliun, meningkat sebesar 18,6 persen yoy. Sebaliknya, premi dari produk asuransi jiwa unit link—atau asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI)—menurun menjadi Rp36,68 triliun, turun sebesar 13,8 persen yoy.

Melihat dari cara pembayaran, Budi mencatat bahwa industri asuransi jiwa memperoleh Rp59,9 triliun dari pembayaran premi secara reguler. Sedangkan sisa Rp35,51 triliun berasal dari premi tunggal. Pendapatan dari premi yang dibayarkan secara berkala meningkat sebesar 5,2 persen yoy, sementara premi tunggal mengalami penurunan sebesar satu persen yoy.

“Peningkatan pendapatan premi yang dibayar secara berkala mencerminkan keberlanjutan bisnis asuransi jiwa. Ini juga menunjukkan bahwa masyarakat semakin memahami fungsi utama asuransi jiwa sebagai proteksi jangka panjang,” jelas Budi.

Menurut unit usaha, baik asuransi jiwa konvensional maupun syariah menunjukkan pertumbuhan yang positif. Pendapatan premi asuransi jiwa konvensional mencapai Rp77,41 triliun, meningkat 1,9 persen yoy, sementara asuransi jiwa syariah mencapai Rp11,08 triliun, meningkat 7,6 persen yoy.

“Pertumbuhan total pendapatan premi pada semester pertama 2024 ini didorong oleh performa yang baik di setiap kanal distribusi dalam industri asuransi jiwa,” tambah Budi.

Dari segi kanal distribusi, Budi mengungkapkan bahwa kanal bancassurance menyumbang pendapatan premi terbesar dengan angka Rp36,92 triliun, meningkat 1,3 persen yoy. Kanal distribusi keagenan dan alternatif masing-masing mencatatkan peningkatan sebesar 3,4 persen yoy menjadi Rp27,94 triliun dan 3,8 persen yoy menjadi Rp23,64 triliun.

Selain pendapatan premi, total aset industri asuransi jiwa juga mengalami kenaikan sebesar 0,3 persen yoy, mencapai Rp616,91 triliun. Namun, hasil investasi industri asuransi jiwa mengalami penurunan tajam sebesar 26,4 persen yoy, menjadi Rp12,32 triliun.

Penurunan hasil investasi ini berdampak pada total pendapatan industri asuransi jiwa pada semester I 2024, yang turun sebesar 1,9 persen yoy menjadi Rp105,25 triliun.

“Penurunan ini jelas dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, khususnya tekanan pada arus investasi di pasar modal. Hal ini tercermin dari penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sejak awal tahun,” pungkas Budi. (*)