Scroll untuk baca artikel
Makro

Genjot Inklusi Keuangan, Tiga LPIP Bersatu Bentuk Asosiasi ini

×

Genjot Inklusi Keuangan, Tiga LPIP Bersatu Bentuk Asosiasi ini

Sebarkan artikel ini
MGL7382 11zon
Menteri Koordinator Bidang Ekonomi RI, Erlangga Hartarto memimpin Rapat Koordinasi Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) di Grand Ballroom West Mal, Hotel Indonesia Kempinski Jakarta, Jumat (22/3/2024). foto: abbas sandji

KABARBURSA.COM – Tiga lembaga pengelola informasi perkreditan (LPIP) berkolaborasi mendirikan Asosiasi Pengelola Informasi Kredit (APIIK). Harapan dari pembentukan asosiasi ini adalah untuk memperkuat infrastruktur kredit di Indonesia dan menciptakan sistem keuangan inklusif dan efisien.

Adapun inisiator APIIK adalah PT CRIF Lembaga Informasi Keuangan (CLIK), PT PEFINDO Biro Kredit (idScore) dan PT Kredit Biro Indonesia Jaya (CBI).

Ketua Umum APIIK Yohanes Arts Abimanyu mengatakan, pendirian Asosiasi APIIK adalah untuk mengatasi kesenjangan akses kredit bagi masyarakat yang masih besar.

“Pendirian APIIK merupakan langkah strategis untuk mengatasi kesenjangan ini dan mendukung transformasi lanskap kredit di Indonesia,” kata Yohanes dalam keterangannya, Selasa, 3 September 2024.

Tujuan lain dari APIIK, lanjut Yohanes, adalah untuk meningkatkan kesadaran publik dan pemangku kepentingan yang terkait dengan peran penting biro kredit dalam menciptakan sistem keuangan yang lebih inklusif dan efsien.

Dijelaskan, dasar pendirian APIIK adalah karena rasio produk domestik bruto (PDB) terhadap utang rumah tangga di Indonesia masih berada di angka 16 persen atau rendah. Rasio tersebut jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan India dan Filipina yang angkanya mencapai 30 persen.

Lebih jauh, mengacu dari ata World Bank tahun 2021, Indonesia menjadi negara dengan jumlah penduduk unbanked (penduduk cukup umur yang tidak punya rekening bank) tertinggi ke-4 di dunia dengan jumlah mencapai 97,74 juta orang dewasa.

Situasi ini disebut sebagai indikator kesenjangan antara permintaan kredit dengan suku bunga. APIIK menilai kondisi ini sebagai inefisiensi dalam pemanfaatan data keuangan dan menunjukkan perlunya peningkatan evaluasi kelayakan kredit.

Sementara itu, Ketua Dewan Pengawas APIIK Rizana Noor menyebut Indonesia masih banyak menghadapi tantangan di sektor kredit. Tantangan utama di sektor kredit, kata dia, adalah memastikan semua pihak yang terlibat memiliki akses yang setara dan transparan terhadap data kredit.

Menurutnya, hal ini penting untuk menciptakan sistem yang lebih inklusif dan efisien, yang pada akhirnya akan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

“Perbaikan berkelanjutan dalam infrastruktur dan model akses berbagi data sangat penting untuk menyediakan akses data yang adil dan dapat diandalkan untuk PCB, serta untuk mengembangkan platform berbagi data yang aman dan mendorong inovasi,” jelasnya.

Oleh karena itu, pihaknya berkomitmen untuk berkolaborasi dengan LJK, Non-LJK, penyedia data lain, dan regulator untuk mendukung adopsi sistem ganda ini.

“APIIK yakin bahwa inovasi ini akan mendorong pergeseran dari inklusi keuangan ke pendalaman keuangan (financial deepening), yang memungkinkan lembaga keuangan untuk menawarkan layanan dan produk yang lebih luas kepada masyarakat,” ujarnya.

Ekosistem Pelaporan Kredit Indonesia

Agar dapat memberikan pandangan yang komprehensif kepada regulator terkait infrastruktur kredit nasional, APIIK dan EY Parthenon melakukan studi terkait ekosistem pelaporan kredit Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk memahami kinerja dan dinamika sektor pelaporan kredit di Indonesia, serta mendalami industri pelaporan kredit global, khususnya mengenai interaksi antara Public Credit Registry (PCR) dan Private Credit Bureau (PCB).

Studi ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai kesenjangan dan peluang yang dapat meningkatkan kemampuan dalam penilaian kredit. Rekomendasi dari penelitian ini adalah saran untuk mempertahankan pendekatan sistem ganda (dual system approach) dalam infrastruktur pelaporan kreditnya.

Sistem ini adalah situasi di mana PCR dan PCB memiliki peran yang berbeda namun saling melengkapi. Saat ini, PCR di Indonesia diwakili oleh SLIK OJK, yang berfungsi sebagai basis data terpusat untuk data dari lembaga jasa keuangan (LJK).

Sementara itu, PCB atau Biro Kredit Swasta mengumpulkan data yang beragam dari non-lembaga jasa keuangan (Non-LJK) untuk menghasilkan laporan terperinci dan skor kredit yang menilai kelayakan kredit dan pola penggunaan kredit.

Kombinasi dari kedua sistem ini diharapkan dapat mencapai tujuan nasional, yaitu meningkatkan inklusi keuangan bagi kelompok masyarakat yang belum memiliki akses perbankan (unbanked), memastikan penilaian risiko yang kuat, menjaga privasi data dengan aman, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem pelaporan kredit secara keseluruhan.

Partner EY-Parthenon Anugrah Pratama menjelaskan bahwa pendekatan sistem ganda akan mengatasi inefisiensi yang ada saat ini dan meningkatkan pemanfaatan data kredit secara signifikan.

“Kedepannya, pendekatan ini dapat meningkatkan inklusivitas keuangan dan memungkinkan penilaian kelayakan kredit yang lebih akurat, memperluas akses keuangan bagi UMKM, mendukung manajemen risiko kredit, dan menghasilkan produk keuangan yang lebih baik untuk pasar Indonesia,” ujarnya.