Scroll untuk baca artikel

Diam-diam Jokowi Terbitkan Perpres 96/2024 tentang Cadangan Energi, ini Isinya!

×

Diam-diam Jokowi Terbitkan Perpres 96/2024 tentang Cadangan Energi, ini Isinya!

Sebarkan artikel ini
Penulis: Andi HidayatEditor: Pramirvan Datu
jokowi 1 jpg
Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Foto: Biro Pers Setpres)

KABARBURSA.COM – Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 96 Tahun 2024 tentang Cadangan Penyangga Energi (CPE). Perpres tersebut resmi ditetapkan pada tanggal 2 September 2024 lalu.

Adapun Perpres tersebut diterbitkan untuk menjamin ketahanan energi nasional sebagai upaya mewujudkan kesejahteraan umum dan menjaga keberlanjutan, kesinambungan energi di seluruh wilayah Indonesia.

Dalam menjaga keberlanjutan energi, maka diperlukan regulasi yang mengatur cadangan penyangga energi untuk memenuhi ketersediaan sesuai dengan komitmen nasional dalam mendorong pembangunan energi bersih.

“Penyediaan CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk; (a) menjamin Ketahanan Energi nasional; (b) mengatasi Krisis Energi dan Darurat Energi; dan (c) melaksanakan pembangunan berkelanjutan,” tulis Perpres No. 96 Tahun 2024, Pasal 2 ayat (3).

Berdasarkan Pasal 3, pengaturan CPE dilakukan oleh Dewan Energi Nasional (DEN) tentang jenis, jumlah, waktu, dan lokasi. Di Pasal 4, jenis CPE yang dimaksud mempertimbangkan beberapa aspek, yakni peran strategis dalam konsumsi nasional; sumber perolehan yang berasal dari impor; sebagai modal pembangunan nasional; neraca energi nasional; dan/atau sumber energi yang siap ditransformasikan atau dipergunakan.

“Penetapan Jenis CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan aspek geopolitik, kewilayahan, dan waktu dalam rangka mewujudkan Ketahanan Energi guna mendukung pertahanan dan keamanan negara,” tulis Pasal 4.

Pada Pasal 5, ditentukan jenis CPE yang diantaranya, bahan bakar minyak jenis bensin (gasolinel yang digunakan sebagai bahan bakar transportasi; Liqtefied Petroleum Gas (LPG) sebagai bahan bakar keperluan industri, transportasi, komersial besar, menengah dan kecil, petani, nelayan, dan rumah tangga; minyak bumi yang digunakan sebagai bahan baku keperluan operasi kilang minyak.

Adapun jumlah CPE tercantum dalam Pasal 6 sebagai berikut:

  1. bahan bakar minyak jenis bensin (gasolinel sejumlah 9,64 (sembilan koma enam puluh empat) juta barel;
  2. Liquefied Petroleum Gas (LPG) sejumlah 525,78 (lima ratus dua puluh lima koma tujuh puluh delapan) ribu metrik ton; dan
  3. minyak bumi sejumlah 10,L7 (sepuluh koma tujuh belas) juta barel.

Di Pasal 7, Perpres No.96 tahun 2024 itu juga mengatur waktu CPE untuk memenuhi jumlah, yakni hingga tahun 2035 yang dipenuhi sesuai dengan kemampuan keuangan negara.

Sementara lokasi CPE ditetapkan pada Pasal 8, di mana lokasi mesti memenuhi persyaratan teknis dan kelayakan meliputi 10 aspek diantaranya, aspek geologi; kemudahan akses dalam distribusi dan pelayanan; rencana tata ruang wilayah; aspek geopolitik, hukum, pertahanan, dan keamanan; aspek sosial dan budaya; aspek lingkungan; infrastruktur; pendanaan; perencanaan mitigasi risiko; dan potensi Krisis Energi dan Darurat Energi.

Adapun pengelolaan CPE diatur pada Pasal 10 yakni, Menteri terkait dapat mengikutsertakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang Energi, Badan Usaha, dan/atau Bentuk Usaha Tetap yang memiliki perizinan berusaha di bidang Energi.

Pelaksanaan pengelolaan CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumuskan oleh Menteri dan disampaikan dalam Sidang Anggota dan/atau Sidang Paripurna. Pelaksanaan pengelolaan CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan menyertakan pertimbangan aspek pertahanan dan keamanan negara.

Pada Pasal 14 menyatakan Penyediaan infrastruktur CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf (b) yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh BUMN, Badan Usaha, dan Bentuk Usaha Tetap dilakukan dengan kerja sama dan/atau sewa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada Pasal 17 ayat (3) menyebut, Pemeliharaan CPE sebagaimana dimaksud dilakukan oleh Menteri melalui kerja sama dengan BUMN di bidang Energi, Badan Usaha, dan/atau Bentuk Usaha Tetap yang memiliki perizinan berusaha di bidang Energi, dengan diberikan imbalan atas jasa pemeliharaan.

Adapun Imbalan atas jasa pemeliharaan yang dilakukan oleh BUMN di bidang Energi atau Badan Usaha yang memiliki perizinan berusaha di bidang Energi melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Pada Pasal 18, diatur penggunaan CPE dilakukan apabila terjadi Krisis Energi dan/atau Darurat Energi. Adapun ketentuan Krisis Energi atau Darurat Energi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara penetapan dan penanggulangan.

Adapun penggunaan CPE apabila terjadi Krisis Energi dan/atau Darurat Energi ditetapkan berdasarkan dua keputusan yang diambil melalui dua hal, yakni:

  1. Sidang Anggota untuk Krisis Energi dan/atau Darurat Energi yang bersifat teknis operasional; atau
  2. Sidang Paripurna untuk Krisis Energi dan/atau Darurat Energi yang bersifat nasional.

Transisi Energi Secara Bertahap

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyatakan bahwa transisi energi secara bertahap dapat menghemat subsidi sebesar Rp45 triliun hingga Rp90 triliun per tahun.

“Jika kita melaksanakan transisi energi secara bertahap dalam satu tahun ke depan, kita bisa menghemat antara Rp45 triliun hingga Rp90 triliun per tahun,” ujar Luhut saat ditemui di sela Forum Tingkat Tinggi Kemitraan Multipihak (HLF MSP) dan Forum Indonesia-Afrika (IAF) ke-2, di Badung, Bali, pada Senin.

Tahapan transisi energi ini mencakup penghentian operasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya di Cilegon, Banten, penerapan standar emisi karbon untuk industri, serta dorongan untuk penggunaan kendaraan listrik (electric vehicle/EV).

Menurut Luhut, penggunaan EV dapat mengurangi anggaran yang selama ini digunakan untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM). “Itu angka yang sangat besar, dan kita bisa memanfaatkannya untuk kepentingan lainnya di masa depan,” kata Luhut.(*)