KABARBURSA.COM – Rupiah sore ini, 5 September 2024, ditutup menguat sebesar 78 poin atau 0,51 persen. Sementara, data terbaru menunjukkan bahwa ekonomi AS mengalami perlambatan, yang meningkatkan kemungkinan pemangkasan suku bunga acuan Federal Reserve dalam pertemuan FOMC pada 17-18 September 2024.
Mengutip data pukul 15.00 WIB, nilai tukar rupiah ditutup di level Rp15.401 per dolar AS, menguat sebesar 78 poin atau 0,51 persen dibandingkan akhir perdagangan Rabu sore, 4 September 2024 di level Rp15.479 per dolar AS. Analis pasar uang Lukman Leong, menyatakan bahwa perlambatan ekonomi AS, berdasarkan data terbaru, memang berdampak pada penguatan rupiah hari ini.
“Melambatnya ekonomi AS berpengaruh pada penguatan rupiah. Banyak pelaku pasar yang mulai memasukkan dana ke aset-aset berisiko, mulai dari pasar saham hingga obligasi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia,” ujar Lukman.
Data terbaru menunjukkan bahwa angka lowongan kerja, atau JOLTS, untuk Juli 2024 lebih rendah dari perkiraan dan mencapai level terendah sejak 2021. Data ini menguatkan dugaan bahwa pelemahan ekonomi AS terjadi lebih cepat, setelah sebelumnya data manufaktur menunjukkan kontraksi selama lima bulan berturut-turut.
Laporan tersebut menjadi indikasi awal sebelum rilis data pasar tenaga kerja, termasuk tingkat pengangguran pada Agustus, yang akan menjadi laporan terakhir sebelum FOMC pada 18 September mendatang.
Howard Marks dari Oaktree Capital Management LP memprediksi bahwa suku bunga acuan AS akan berada di kisaran 3 persen hingga 4 persen setelah dilakukan penurunan oleh The Fed. Marks mengatakan, “The Fed kemungkinan akan menurunkan suku bunga dari level 5,25 persen hingga 5,5 persen menjadi sekitar 3 persen.”
“Namun, saya yakin bahwa kita akan tetap berada di angka tiga dan tidak akan kembali ke angka nol, setengah, atau satu,” tambah Marks dalam konferensi di Melbourne pada Kamis, 5 September 2024.
The Fed diperkirakan akan memulai siklus pelonggaran bulan ini, meskipun masih terdapat ketidaksepakatan mengenai kecepatan penurunan suku bunga.
Tren Positif Berlanjut
Setelah mengalami tekanan selama tiga hari berturut-turut sejak Jumat, 30 Agustus 2024, rupiah akhirnya berhasil menguat pada penutupan perdagangan Rabu, 4 September 2024. Mengutip data dari Refinitiv, mata uang Indonesia ditutup pada posisi Rp15.470 per dolar AS, naik sebesar 0,32 persen dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya.
Penguatan rupiah kali ini didorong oleh perkembangan ekonomi global, terutama dari Amerika Serikat dan China. Di Amerika Serikat, data PMI Manufaktur untuk Agustus 2024 menunjukkan kontraksi untuk kelima kalinya secara berturut-turut, meskipun ada sedikit perbaikan dari bulan sebelumnya. Angka ini mengindikasikan bahwa aktivitas pabrik di AS mungkin akan tetap melemah dalam waktu dekat, terutama akibat penurunan pesanan baru dan peningkatan inventaris.
Menurut survei dari Institute for Supply Management (ISM), PMI Manufaktur AS berada di level 47,2 persen, naik 0,4 poin dari Juli, namun tetap mencerminkan kondisi kontraksi.
Selain itu, Amerika Serikat juga akan segera merilis data neraca perdagangan untuk Juli 2024. Pada Juni, defisit perdagangan menyempit menjadi USD73,1 miliar, didukung oleh peningkatan ekspor, terutama di sektor pesawat sipil, kendaraan bermotor, dan komoditas energi. Namun, kenaikan ini diimbangi oleh peningkatan impor di sektor farmasi dan teknologi. Data neraca perdagangan ini sangat penting karena bisa mempengaruhi keputusan The Federal Reserve terkait kebijakan suku bunga, terutama jika disertai dengan data tenaga kerja yang akan dirilis dalam waktu dekat.
Dari sisi China, pasar sedang menantikan rilis data PMI Jasa Umum Caixin untuk Agustus 2024, setelah pada Juli mencapai angka 52,1, menunjukkan pertumbuhan di sektor jasa. Kenaikan ini didorong oleh peningkatan pesanan baru, ekspor, dan penambahan lapangan kerja. Kondisi ekonomi China ini sangat penting karena bisa memberikan dampak signifikan pada pasar global, termasuk Indonesia.
Sementara rupiah menguat, indeks dolar AS (DXY) tercatat mengalami penurunan sebesar 0,23 persen ke level 101,59, menunjukkan pelemahan nilai dolar terhadap mata uang lainnya.
Sementara, di pasar Asia, mayoritas mata uang menunjukkan penguatan terhadap dolar AS pada Rabu, 4 September 2024. Ringgit Malaysia memimpin dengan penguatan terbesar, mencatat kenaikan sebesar 0,53 persen. Yen Jepang mengikuti dengan kenaikan 0,35 persen, sementara rupiah Indonesia berada di posisi ketiga dengan penguatan sebesar 0,30 persen.
Yuan China juga mengalami kenaikan sebesar 0,14 persen terhadap dolar AS, diikuti oleh baht Thailand yang naik 0,09 persen. Dolar Singapura menguat 0,08 persen, peso Filipina naik 0,06 persen, dan dolar Hong Kong mencatat kenaikan tipis sebesar 0,02 persen.
Di sisi lain, rupee India tercatat stagnan, tidak mengalami perubahan terhadap dolar AS. Namun, beberapa mata uang Asia lainnya melemah, seperti won Korea yang turun 0,14 persen dan dolar Taiwan yang mengalami penurunan terbesar sebesar 0,36 persen.(*)