KABARBURSA.COM – Harga minyak terperosok 2 persen pada Jumat, mengakhiri pekan dengan penurunan signifikan setelah data ketenagakerjaan AS bulan Agustus melemah di luar ekspektasi. Penurunan ini lebih kuat dibandingkan dukungan harga dari penundaan peningkatan pasokan oleh produsen OPEC+.
Pada Jumat 6 September 2024, minyak mentah Brent untuk pengiriman November 2024 terpuruk USD 1,63 atau 2,24 persen, ditutup pada USD 71,06 per barel—level terendah sejak Desember 2021.
Sejalan dengan itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Oktober 2024 ditutup melemah USD 1,48 atau 2,14 persen menjadi USD 67,67 per barel, titik terendah sejak Juni 2023.
Sepanjang pekan ini, Brent terjun 10 persen, sementara WTI menyusut sekitar 8 persen.
Katalis negatif bagi harga minyak datang dari laporan pemerintah AS yang menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja yang lebih lambat dari prediksi pada Agustus.
Meskipun begitu, penurunan tingkat pengangguran ke 4,2 persen mencerminkan perlambatan pasar tenaga kerja yang terkendali dan mungkin tak memerlukan penurunan suku bunga besar dari Federal Reserve bulan ini.
“Data pekerjaan yang lemah ini menandakan ekonomi AS mulai mengalami pelemahan,” ujar Bob Yawger, Direktur Eksekutif Energi Berjangka di Mizuho.
Selain itu, kekhawatiran terhadap penurunan permintaan dari China terus menekan harga minyak, lanjut Yawger.
Pada Kamis, Brent merosot ke level terendah sejak Juni 2023 meskipun terjadi penarikan stok minyak AS dan keputusan OPEC+ yang menunda peningkatan produksi.
Cadangan minyak mentah AS menyusut 6,9 juta barel menjadi 418,3 juta barel pekan lalu, jauh di atas perkiraan analis Reuters yang memproyeksikan penurunan 993.000 barel.
Sinyal bahwa faksi-faksi berseteru di Libya mendekati kesepakatan untuk mengakhiri sengketa yang menghambat ekspor minyak negara itu juga menekan harga pekan ini. Ekspor sebagian besar tetap ditutup, namun beberapa pengiriman dari penyimpanan telah diizinkan.
Bank of America memangkas proyeksi harga Brent untuk paruh kedua 2024 menjadi USD 75 per barel dari hampir USD 90 sebelumnya, mengutip peningkatan cadangan global, pertumbuhan permintaan yang melambat, dan kapasitas cadangan produksi OPEC+.
Jumlah rig minyak aktif di AS, indikator awal produksi masa depan, tetap stagnan di angka 483 pekan ini, menurut laporan Baker Hughes pada Jumat.
Sementara itu, manajer keuangan memangkas posisi net long minyak mentah berjangka dan opsi AS mereka hingga 3 September, menurut laporan Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas AS (CFTC) pada Jumat.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) untuk Agustus 2024 di angka USD78,51 per barel. Angka ini turun sebesar USD3,94 dari bulan sebelumnya, di mana ICP tercatat USD82 per barel pada Juli 2024.
Penetapan harga ini didasarkan pada Keputusan Menteri ESDM Nomor 348.K/MG.03/DJM/2024 tentang Harga Minyak Mentah Bulan Agustus 2024 yang diterbitkan pada 2 September 2024.
“Penurunan ini sejalan dengan tren pelemahan harga minyak mentah dunia yang dipicu oleh kekhawatiran pasar terhadap turunnya permintaan serta sentimen negatif pasar. Selain itu, meredanya ketegangan politik di Timur Tengah turut berkontribusi,” ujar Agus Cahyono Adi, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Jumat, 6 September 2024.
Faktor lain yang memengaruhi penurunan harga minyak adalah rencana OPEC+ yang akan menghentikan pengurangan produksi sukarela pada Oktober 2024, diperkirakan akan meningkatkan pasokan minyak pada akhir 2024.
Laporan Agustus 2024 dari International Energy Agency (IEA) juga mengungkapkan peningkatan produksi minyak global sebesar 230.000 barel per hari (bph), dengan total produksi mencapai 103,4 juta bph. Ini didorong oleh kembalinya pasokan OPEC+ dan peningkatan dari negara-negara non-OPEC+.
“IEA dan OPEC juga merevisi proyeksi pertumbuhan permintaan minyak, terutama untuk 2025, yang diperkirakan akan lebih lambat akibat perlambatan ekonomi global dan penurunan konsumsi minyak di China,” lanjut Agus.
Di Asia Pasifik, pelemahan harga minyak turut dipicu oleh perlambatan ekonomi China, yang terlihat dari penurunan Purchasing Manager Index (PMI) di sektor manufaktur dan non-manufaktur.
Tak hanya itu, permintaan minyak di China juga merosot seiring dengan meningkatnya penggunaan kendaraan listrik serta kendaraan berbahan bakar gas alam cair. OPEC turut menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi Jepang untuk 2024 sebesar 0,1 persen menjadi 0,2 persen, disebabkan oleh lemahnya investasi pada semester pertama 2024.