KABARBURSA.COM – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang meninjau kembali kebijakan tarif pajak penghasilan (PPh) sebesar 0,5 persen bagi pelaku Usaha Menengah, Kecil, dan Mikro (UMKM) yang akan berakhir pada akhir tahun ini.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Febrio Kacaribu, mengatakan hasil evaluasi tersebut belum dapat dipublikasikan. “Kita tunggu arahan dari Ibu Menteri. Evaluasi seperti ini selalu dilakukan, sama seperti insentif lainnya yang selalu kami kaji ulang,” ungkapnya saat ditemui di Kompleks DPR RI, Senin, 9 September 2024.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), alokasi belanja perpajakan mencapai Rp60 hingga Rp70 triliun, dengan sebagian besar dimanfaatkan oleh UMKM. Febrio menekankan bahwa insentif PPh sebesar 0,5 persen telah memberikan dampak signifikan bagi keberlangsungan UMKM di Indonesia.
Selain itu, Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang terbaru juga memperkenalkan Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebesar Rp500 juta, yang semakin meringankan beban pajak pelaku usaha kecil.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018, tarif PPh sebesar 0,5 persen berlaku bagi UMKM dengan peredaran bruto tahunan hingga Rp4,8 miliar. Namun, dengan berakhirnya masa berlaku tarif tersebut, pelaku UMKM akan kembali dikenakan tarif PPh final sebesar 1 persen sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013.
Saat ini, Ditjen Pajak Kemenkeu gencar mensosialisasikan perubahan ini, karena tarif insentif yang berlaku selama tujuh tahun akan digantikan dengan skema pajak normal pada tahun 2025.
Pelaku UMKM dengan peredaran bruto tahunan tidak melebihi Rp4,8 miliar berhak atas keringanan Pajak Penghasilan (PPh) dengan tarif final sebesar 0,5 persen. Tarif ini dikenakan langsung pada peredaran bruto bulanan, sehingga mempermudah penghitungan pajak.
Pemerintah menetapkan batas waktu penggunaan tarif PPh final 0,5 persen dalam upaya mendukung pertumbuhan sektor UMKM, sesuai dengan Pasal 59 PP Nomor 55 Tahun 2022. Masa berlaku tarif ini adalah:
- Maksimal 7 tahun untuk Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi.
- Maksimal 4 tahun untuk WP Badan berbentuk koperasi, CV, firma, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), BUMDes bersama, atau perseroan perorangan yang didirikan oleh satu orang.
- Maksimal 3 tahun untuk WP Badan Perseroan Terbatas (PT).
Jangka waktu ini dihitung berdasarkan beberapa ketentuan. Bagi WP yang terdaftar sebelum PP 23 Tahun 2018 berlaku, masa pengenaan PPh final dimulai sejak Tahun Pajak 2018. Sedangkan WP yang terdaftar setelah PP 23 berlaku, waktu pengenaan dihitung sejak tahun terdaftarnya WP.
Untuk WP yang terdaftar setelah 20 Desember 2022, jangka waktu dimulai dari Tahun Pajak pertama WP terdaftar. Bagi BUMDes dan perseroan perorangan yang terdaftar sebelum 20 Desember 2022, tarif final dihitung sejak Tahun Pajak 2022.
Selain karena berakhirnya masa berlaku, tarif PPh final 0,5 persen juga dapat berakhir lebih cepat jika dalam satu Tahun Pajak, peredaran bruto WP melebihi Rp4,8 miliar. WP juga dapat secara sukarela memilih skema penghitungan normal dengan tarif Pasal 17 UU PPh, beserta fasilitas Pasal 31E UU PPh.
WP UMKM Orang Pribadi mendapatkan keringanan tambahan. Berdasarkan Pasal 7 ayat (2a) UU PPh, WP UMKM Orang Pribadi tidak dikenakan PPh atas peredaran bruto hingga Rp500 juta dalam satu tahun pajak. Oleh karena itu, pelaku UMKM dengan penghasilan tahunan di bawah Rp500 juta tidak dikenakan PPh final 0,5 persen. Ketentuan ini berlaku sejak Tahun Pajak 2022.
Dasar hukum yang mengatur tarif PPh final 0,5 persen untuk UMKM adalah PP Nomor 55 Tahun 2022, yang masih berlaku hingga kini tanpa perubahan. Dengan demikian, UMKM tetap dapat memanfaatkan tarif PPh 0,5 persen di tahun 2024, selama jangka waktu penggunaan fasilitas ini belum habis dan peredaran bruto UMKM pada Tahun Pajak 2023 tidak melebihi Rp4,8 miliar.
Direktorat Jenderal Pajak menegaskan bahwa pembatasan masa berlaku tarif PPh final 0,5 persen bertujuan untuk mendorong UMKM berkembang dengan tarif yang terjangkau. Selain itu, UMKM Orang Pribadi dengan omzet hingga Rp500 juta per tahun juga mendapatkan pembebasan dari PPh Final.
Pada tahun terakhir masa penggunaan tarif PPh final 0,5 persen, pelaku UMKM masih bisa memanfaatkannya hingga akhir Tahun Pajak tersebut. Barulah pada Tahun Pajak berikutnya, penghitungan pajak beralih ke tarif PPh Pasal 17 UU PPh.
Menariknya, tarif PPh Pasal 17 dapat memberikan keuntungan lebih bagi UMKM. Jika bisnis mengalami kerugian, tidak ada pajak yang harus dibayar. Berbeda dengan PPh Final, yang mengharuskan pembayaran 0,5 persen dari omzet, tanpa memperhitungkan untung atau rugi.
Namun, setelah beralih ke tarif PPh Pasal 17, UMKM diwajibkan membuat pembukuan atau pencatatan sebagai dasar penghitungan pajak.
Perubahan tarif ini tidak berarti pajak UMKM naik, tetapi masa berlaku PPh Final 0,5 persen telah habis dan otomatis beralih ke tarif PPh Pasal 17 sesuai regulasi, seperti yang disampaikan oleh Ditjen Pajak di akun X resminya. (*)