Scroll untuk baca artikel
Makro

Penjualan Motor Listrik Lesu: MCAS Berjuang di Tengah Tekanan

×

Penjualan Motor Listrik Lesu: MCAS Berjuang di Tengah Tekanan

Sebarkan artikel ini
pengguna Motor Listrik jpg
Motor listrik dengan merek baru bersaing ketat dengan motor listrik merek lama. (Foto: Kabar Bursa/Abbas Sandji)

KABARBURSA.COM – Penjualan sepeda motor listrik di Indonesia kembali melambat setelah kuota subsidi habis pada tahun 2024. Calon pembeli sepeda motor listrik diduga menahan pembelian hingga pemerintah kembali mengucurkan subsidi sebesar Rp7 juta.

Berdasarkan data dari Sistem Informasi Pemberian Bantuan Pembelian Kendaraan Listrik Roda Dua (SISAPIRa), kuota subsidi yang tersedia pada Jumat, 18 Oktober 2024 masih nol.

Sampai hari ini jumlah kendaraan yang telah diterima masyarakat pada tahun 2024 sebesar 60.817 unit. Dari jumlah tersebut, 49.062 unit telah tersalurkan atau telah diterima masyarakat, 8.437 unit masih dalam proses pendaftaran dan yang telah terverifikasi 3.318 unit.

“Sekarang (insentif) tiba-tiba hilang dan kembali menjadi harga normal. Mungkin masyarakat sedang menunggu ada insentif lagi,” kata Ketua Umum Asosiasi Sepeda Motor Listrik Indonesia (Aismoli) Budi Setyadi ketika dihubungi kabarbursa.com beberapa waktu lalu. Jakarta, Jumat 18 Oktober 2024.

Budi mengungkapkan, berdasarkan data Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) di Kementerian Perhubungan, populasi kendaraan listrik di Indonesia hampir 180 ribu unit.

Jumlah tersebut belum termasuk dengan pembelian yang dilakukan UMKM untuk usaha sehingga data motor ini tidak tercatat. Ditargetkan akhir tahun 2024, pemerintah menargetkan populasi motor listrik di Indonesia bisa meningkat.

Sementara Kementerian ESDM menargetkan pada tahun 2030, populasi sepeda motor listrik di Indonesia bisa mencapai 13 juta unit, baik untuk motor baru dan motor konversi.

Lebih lanjut, penurunan BI-Rate pada September 2024 sebesar 25 basis poin menjadi 6 persen, belum membawa dampak siginifikan kepada minat masyarakat membeli kendaraan, khususnya sepeda motor listrik.

Setelah kuota subsidi habis, harga motor listrik kembali meroket dan berkisar di angka Rp20-28 jutaan bergantung merek dan spesifikasi. Di sisi lain, harga tersebut dinilai terlalu tinggi untuk motor listrik yang belum sepenuhnya dipercaya kualitasnya oleh masyarakat.

Dampak Penurunan Penjualan

Salah satu perusahaan yang dinilai terdampak oleh penurunan penjualan motor listrik adalah PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS). Perusahaan ini bergerak di sektor teknologi dengan bidang usaha produk digital dan e-commere ini dinilai terdampak pelemahan penjualan sepeda motor listrik.

Analis Komoditas dan Founder Traderindo.com Wahyu Tribowo menilai, sejauh ini saham untuk perusahaan motor listrik di Indonesia masih kurang menarik.

“Kinerja belum meyakinkan. Emiten grup Kresna PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) menargetkan kinerja positif di tahun 2024 usai tahun sebelumnya, pendapatan dan labanya kompak anjlok,” kata Wahyu kepada kabarbursa.com, Jumat, 18 Oktober 2024.

Wahyu mengungkapkan bahwa laba MCAS di tahun 2023 sebesar Rp27,88 miliar. Sebelumnya MCAS mendapat laba sebesar Rp53,67 miliar atau turun sebesar 48 persen secara tahunan.

Berdasarkan data dari Stockbit, saham MCAS menunjukkan beberapa perubahan penting dalam kinerja keuangan mereka sepanjang 2024. Pada kuartal kedua, MCAS mencatat rugi bersih sebesar Rp4 miliar, berbanding terbalik dengan keuntungan Rp2 miliar di kuartal yang sama tahun sebelumnya.

Pendapatan tahunan (TTM) tercatat sebesar Rp9,34 triliun, dengan margin laba bersih minus 0,22 persen, yang mencerminkan tekanan dalam profitabilitas.

Valuasi perusahaan saat ini menunjukkan sinyal yang beragam. Rasio price to sales (P/S) MCAS sebesar 0,12 menempatkan saham ini pada level yang cukup menarik jika dilihat dari sisi penjualan. Namun, rasio price to book (P/B) sebesar 5,80 menandakan saham ini relatif mahal dibandingkan nilai aset bersihnya.

Meskipun demikian, rasio enterprise value to EBITDA sebesar 18,00 memberikan harapan bagi pemulihan nilai saham jika MCAS berhasil meningkatkan efisiensi operasionalnya.

Perusahaan mencatat margin laba kotor yang rendah, hanya 2,27 persen, sehingga investor perlu berhati-hati dalam mengantisipasi perkembangan lebih lanjut. Dengan margin operasional yang negatif sebesar -0,26 persen dan laba bersih yang juga negatif, MCAS perlu fokus untuk meningkatkan marjin melalui strategi efisiensi yang lebih baik dalam beberapa kuartal mendatang.

Dalam perspektif jangka menengah (6-12 bulan), saham MCAS lebih cocok bagi investor dengan toleransi risiko tinggi. Mengingat kondisi laba yang belum stabil dan rasio PE yang negatif sebesar -1.054,05, investor disarankan untuk tetap memantau perbaikan dalam profitabilitas dan strategi yang akan diterapkan oleh perusahaan.

Untuk jangka panjang (lebih dari 12 bulan), MCAS masih memiliki peluang pertumbuhan, terutama jika perusahaan dapat memperbaiki margin laba dan memanfaatkan peluang dari diversifikasi bisnis serta peningkatan layanan digital. Bagi investor yang memiliki waktu dan kesabaran, potensi pemulihan di masa mendatang cukup menarik, namun risiko tetap harus dipertimbangkan dengan cermat.(*)