KABARBURSA.COM – Pemilihan presiden Amerika Serikat (Pilpres AS) tinggal menghitung hari, kurang dari tiga pekan lagi. Siapa pun yang menang, baik Kamala Harris maupun Donald Trump, akan memimpin negara dengan populasi 330 juta jiwa. Namun, yang menarik, hasil Pilpres AS tahun ini bisa jadi diputuskan oleh hanya puluhan ribu pemilih di beberapa negara bagian kunci atau swing states.
Mengutip Reuters, Jumat, 18 Oktober 2024, survei publik menunjukkan hanya ada tujuh dari 50 negara bagian yang benar-benar kompetitif kali ini, sementara negara bagian lainnya sudah dikuasai oleh Partai Demokrat atau Republik. Swing states, yang sering disebut medan pertempuran suara, berperan besar dalam menentukan hasil pemilu nasional karena tidak ada partai yang mendominasi dukungan di wilayah-wilayah ini.
Tahun ini, tujuh negara bagian yang menjadi pusat perhatian adalah Arizona, Georgia, Michigan, Nevada, North Carolina, Pennsylvania, dan Wisconsin. Di antara ketujuh negara bagian ini, Pennsylvania menjadi medan pertempuran paling krusial yang bisa menentukan apakah Kamala Harris dari Demokrat atau Donald Trump dari Republik yang akan duduk di kursi presiden.
Strategi kampanye kedua kandidat menunjukkan fokus mereka pada swing states ini, dengan sebagian besar anggaran iklan dan acara kampanye terpusat di tujuh wilayah tersebut. Michigan, Pennsylvania, dan Wisconsin sebelumnya dikenal sebagai “benteng biru” Demokrat selama beberapa dekade. Namun, kemenangan tipis Trump di ketiga negara bagian itu pada 2016 mengantarnya ke Gedung Putih. Ini mengejutkan banyak pihak yang memperkirakan Hillary Clinton akan menang.
Empat tahun kemudian, Joe Biden berhasil membalik keadaan dengan merebut kembali Michigan, Wisconsin, dan Pennsylvania untuk Demokrat. Selain itu, dia juga mencetak kemenangan tak terduga di Georgia dan Arizona, yang secara tradisional menjadi basis kuat Partai Republik.
Sejumlah survei menunjukkan Kamala Harris unggul tipis dari Trump. Jajak pendapat terbaru dari Reuters/Ipsos mencatat Harris unggul tipis tiga persen, dengan 45 persen suara dibandingkan Trump yang mendapat 42 persen. Begitu juga dalam survei nasional 538/ABC News, Harris unggul dengan 49 persen, sementara Trump mengumpulkan 46 persen.
Sistem Electoral College, Kunci Penentu Pilpres AS 2024
Hasil jajak pendapat yang beredar hanya mencerminkan suara populer, namun itu bukan penentu utama kemenangan dalam Pilpres AS 2024. Tidak seperti pemilihan untuk jabatan federal lainnya atau tingkat negara bagian, pemilu presiden di AS tidak hanya bergantung pada siapa yang mendapat suara terbanyak.
Pemilu presiden menggunakan sistem yang disebut Electoral College, di mana kandidat yang menang di setiap negara bagian, termasuk Washington D.C., akan memperoleh suara elektoral dari wilayah tersebut. Jumlah suara elektoral ini sebagian besar ditentukan berdasarkan jumlah penduduk di negara bagian tersebut.
Nantinya, pemenang Pilpres AS ditentukan oleh Electoral College. Untuk menang, seorang kandidat harus memperoleh minimal 270 dari total 538 suara elektoral. Jika terjadi hasil seri 269-269, Dewan Perwakilan Rakyat AS yang akan menentukan pemenang dengan memberikan satu suara per delegasi negara bagian.
Berdasarkan proyeksi jika hasil di luar swing states berjalan sesuai ekspektasi, Wakil Presiden Kamala Harris diperkirakan akan meraih 226 suara elektoral, sedangkan Donald Trump mendapatkan 219 suara. Sementara itu, 93 suara elektoral dari negara bagian kunci masih diperebutkan.
Bantuan Obama
Di tengah persaingan ketat untuk merebut suara elektoral di negara-negara bagian kunci, seruan dari mantan Presiden AS Barack Obama menambah dimensi baru dalam upaya Partai Demokrat. Obama meminta pemilih kulit hitam, terutama laki-laki, untuk teguh mendukung Kamala Harris sebagai calon presiden dari Partai Demokrat.
Ajakan ini mencerminkan upaya keras Partai Demokrat untuk mengamankan suara di basis penting mereka, termasuk negara bagian seperti Wisconsin, Pennsylvania, dan Georgia yang menjadi medan pertempuran utama dalam Pilpres 2024.
Seruan ini disampaikan saat Obama berbicara kepada para pekerja dan sukarelawan di sebuah kantor kampanye pada Kamis, pekan lalu, sebelum tampil dalam rapat umum di Pittsburgh bersama Wakil Presiden Kamala Harris.
“Anda tidak merasa nyaman dengan gagasan memiliki seorang perempuan sebagai presiden. Anda mencari alasan atau alternatif lain untuk itu,” kata Obama, dikutip dari Huffpost, Senin, 14 Oktober 2024.
“Perempuan dalam hidup kita selalu mendukung kita sepanjang waktu,” kata Obama. “Ketika kita menghadapi masalah dan sistem tidak berjalan untuk kita, mereka yang turun ke jalan, berdemonstrasi, dan memprotes.”
Pidato Obama ini disampaikan di tengah upaya Partai Demokrat untuk mendorong partisipasi pemilih kulit hitam dalam pemilu November mendatang. Bulan lalu, Harris mengadakan serangkaian acara di Wisconsin serta beberapa negara bagian lainnya untuk melibatkan pemilih demografis penting ini dan melawan upaya Donald Trump yang mencoba menarik simpati mereka dengan pendekatan berbeda.
Menurut survei Washington Post bersama Ipsos, sebanyak 69 persen pemilih kulit hitam mengatakan mereka sangat yakin akan memberikan suara pada bulan November. Namun, angka ini masih lebih rendah dibandingkan 74 persen pada Juni 2020.
“Kalian mencari-cari alasan dan alasan lain. Saya punya masalah dengan itu,” kata Obama, menyoroti antusiasme yang lebih rendah di kalangan pemilih kulit hitam pada pemilihan ini dibandingkan dengan kampanye presidennya.
Menurut laporan The Washington Post, partisipasi pemilih kulit hitam melonjak dari 48,1 persen pada 1996 menjadi 69,1 persen saat Obama terpilih pada 2008. Pada pemilihannya kembali di 2012, persentase partisipasi pemilih kulit hitam melebihi pemilih kulit putih untuk pertama kalinya dalam sejarah AS.(*)