KABARBURSA.COM – Ekonom senior Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menunjukkan rapor merah menteri berlatar belakang partai politik (parpol) yang rentan terjerat kasus korupsi. Sepanjang era Reformasi, sebanyak 73,3 persen atau 11 dari 15 menteri yang menjadi tersangka berasal dari parpol.
Wijayanto menjelaskan, salah satu faktor penyebab menteri berlatar belakang parpol mudah terjerat kasus korupsi adalah biaya politik yang tinggi. Di sini, seorang politikus harus menanggung sejumlah ongkos untuk memperoleh jabatan strategis.
“Biaya politik yang mahal sering kali mendorong menteri berlatar belakang parpol untuk mencari dana tambahan, dan ini membuka peluang terjadinya korupsi,” jelasnya kepada Kabarbursa.com, Jumat, 18 Oktober 2024.
Kedua, kata Wijayanto, parpol sering kali memberikan tekanan pada kadernya yang menjabat menteri untuk menggalang dana bagi partainya. Tekanan ini menambah beban berat pada pejabat politik, yang akhirnya terjebak dalam praktik-praktik koruptif.
“Penugasan dari partai untuk mencari dana menjadi salah satu alasan mengapa menteri parpol lebih rentan,” tambah Wijayanto.
Selain itu, politikus umumnya memiliki karakter risk-taker. Kepribadian ini dianggap oleh Wijayanto turut berkontribusi terhadap kerawanan seseorang tersangkut kasus rasuah. Contohnya adalah pengambilan keputusan yang melibatkan penggalangan dana yang berpotensi koruptif.
Namun, ia juga menekankan bahwa pengungkapan kasus korupsi di kalangan menteri biasanya terlambat beberapa tahun setelah kejadian. Hal ini menandakan kemungkinan adanya peningkatan jumlah menteri tersangka korupsi dari periode Jokowi di masa mendatang.
“Ini bisa jadi terjadi lagi ke depannya, karena pengungkapan kasus korupsi umumnya baru terkuak setelah beberapa waktu berlalu,” ujarnya.
Wijayanto juga mencatat bahwa era Joko Widodo (Jokowi) memperkenalkan klaster baru menteri yang berasal dari kalangan relawan. “Komponen ini belum terukur dalam analisis, tetapi tentu saja perlu perhatian lebih apakah mereka juga akan menghadapi tantangan serupa dalam menjaga integritas,” pungkas Wijayanto.
Prinsip Meritokrasi Memilih Menteri
Pengamat ekonomi dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Bakhrul Fikri, menyoroti pentingnya prinsip meritokrasi dalam penyusunan kabinet oleh presiden terpilih Prabowo Subianto. Menurutnya, seleksi calon menteri di kabinet Prabowo harus mempertimbangkan kapasitas dan kapabilitas calon, terutama yang akan memegang pos kementerian yang berhubungan langsung dengan isu-isu ekonomi dan sosial.
“Pak Prabowo harus berhati-hati dalam memilih siapa yang akan masuk ke dalam kabinetnya. Prinsip meritokrasi sangat penting agar pemerintahan bisa berjalan efektif. Kita butuh profesional di berbagai pos kementerian, terutama yang berkaitan erat dengan ekonomi dan sosial,” ujar Bakhrul kepada Kabarbursa.com, Rabu, 16 Oktober 2024.
Ia menambahkan, kementerian-kementerian yang berhubungan langsung dengan isu ekonomi seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Ketenagakerjaan harus diisi oleh orang-orang yang memiliki kompetensi tinggi.
Hal ini, menurut Bakhrul, diperlukan agar pemerintahan Prabowo bisa mencapai target-target ekonominya, termasuk pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari periode sebelumnya.
“Kementerian seperti Keuangan, Perindustrian, dan Ketenagakerjaan adalah pilar utama dalam ekonomi. Jika posisi ini diisi oleh orang-orang yang tidak memiliki kapabilitas yang tepat, kita akan menghadapi kesulitan besar dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi yang diharapkan,” jelasnya.
Bakhrul juga menekankan bahwa menteri di bidang sosial seperti Menteri Pendidikan, Menteri Kesehatan, dan Menteri Sosial juga harus diperhatikan dengan serius, mengingat urgensi isu sosial yang harus segera ditangani.
“Isu-isu sosial juga mendesak. Kita perlu menteri yang bisa bekerja cepat dan responsif di Kementerian Pendidikan, Kesehatan, Sosial, dan Komunikasi, terutama karena masyarakat saat ini, khususnya generasi muda, sangat kritis terhadap kebijakan-kebijakan yang menyentuh kesejahteraan mereka,” tambahnya.
Ia juga mengingatkan agar kabinet Prabowo tidak terjebak dalam pemilihan menteri berdasarkan popularitas di media sosial atau orang-orang yang terkait dengan kasus hukum atau sosial.
“Masyarakat kita, terutama anak muda, sangat paham tentang kapabilitas dan integritas seorang pemimpin. Jadi, jangan sampai orang yang dipilih hanya karena popularitas di media sosial atau mereka yang pernah tersandung kasus hukum. Ini justru bisa menghambat kinerja pemerintahan, bahkan menjadi beban keuangan negara,” tegas Bakhrul.
Bakhrul berharap kabinet Prabowo bisa diisi oleh para profesional yang mampu membawa perubahan nyata, baik dalam ekonomi maupun sosial, demi tercapainya target pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
49 Calon Menteri Prabowo
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad sebelumnya mengatakan ada 49 tokoh yang memenuhi panggilan ke Kertanegara telah menyatakan kesediaannya dalam membantu jalannya pemerintahan Prabowo di periode 2024-2029 mendatang.
“Calon menteri yang kemarin sudah menandatangani kesediaan membantu. Tetapi finalisasinya adalah hari ini (14 Oktober 2024),” kata Dasco.
Dari 49 tokoh yang dipanggil Prabowo tersebut memiliki latar belakang yang beragam, mulai dari politisi, menteri definitif periode 2019-2024, pakar, hingga pengusaha. (*)