KABARBURSA.COM – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh Said Iqbal, mengungkap 5 juta elemen buruh akan menggelar mogok nasional pada awal bulan November 2024.
Mulai 24-31 Oktober 2024, tutur Said, elemen buruh akan mengadakan unjuk rasa secara bergilir di seluruh wilayah industri Indonesia. Dia menyebut, terdapat 38 provinsi dan lebih dari 350 kabupaten-kota yang menyatakan siap mengikuti aksi mogok nasional.
“Selama seminggu akan diadakan unjuk rasa atau demonstrasi buruh ratusan ribu buruh di seluruh wilayah Indonesia, 38 provinsi dan sudah menyatakan kesediaan lebih dari 350 kabupaten-kota,” kata Said dalam konferensi persnya yang diikuti secara virtual, Jumat, 18 Oktober 2024.
Di Jakarta sendiri, tutur Said, serikat-serikat buruh akan menggeruduk Istana pada tanggal 24 Oktober 2024. Sementara di Jawa Barat, gelombang unjuk rasa akan dilakukan pada tanggal 25 Oktober 2024.
“Tanggal 26, kecuali Sabtu-Minggu, sampai 27, 28, 29, 30, 31 Oktober. Gelombang (unjuk rasa), ada yang serempak, ada yang bergelombang. Aksi akan dimulai pada tanggal 24 Oktober, ribuan buruh aksi di depan Istana,” jelasnya.
Said menuturkan, aksi mogok nasional dilakukan dengan tuntutan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2025. Adapun para buruh menuntut kenaikan UMP sebesar 8 hingga 10 persen. Di sisi lain, dia juga meminta pemerintah tidak menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Upah Minimum.
Pasalnya, tutur Said, PP Nomor 51 Tahun 2023 tentang Upah Minimum tengah digugat para serikat buruh ke Mahkamah Konstitusi (MK). Saat ini, PP tersebut sudah diputuskan, Judicial Review atau Uji Material terhadap Undang-Undang Cipta Kerja Omnibus Law yang menjadi dasar regulasi tersebut.
Oleh karenanya, Said meminta penetapan UMP tidak dilakukan berdasarkan regulasi yang tengah dikaji MK. Dia juga meminta Menteri Ketenagakerjaan Ad-Interim itu memutuskan UMP 2025 sebelum pemerintahan baru resmi dilantik.
“Dalam hal ini, Menaker ad-interim, tidak mengambil keputusan apapun sampai diputuskannya kenaikan upah 2025 sebesar 8 persen sampai 10 persen oleh pemerintahan yang baru,” tegasnya.
Di sisi lain, Said juga meminta pemerintah mencabut Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja sekurang-kurangnya pada klaster ketenagakerjaan dan klaster perlindungan petani. Apalagi saat ini, kata dia, UU tersebut sudah dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
“Kami minta segera dicabut Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja sesuai uji materi yang sedang dilakukan di Mahkamah Konstitusi oleh semua serikat buruh,” ungkapnya.
Lebih jauh, Sadi menyebut kenaikan UMP menjadi hal penting yang perlu menjadi perhatian pemerintah. Pasalnya, saat ini terjadi pelemahan daya beli masyarakat seiring dengan stagnasi kenaikan upah buruh sejak dua tahun terakhir.
“Faktor daya beli yang menurun, sehingga upah buruh tiga tahun terakhir nggak naik, dua tahun terakhir kalaupun naik di bawah harga inflasi,” tutupnya.
Calon Menaker tak Paham Hukum
Diberitakan sebelumnya, Said juga turut mengomentari susunan zaken kabinet Presiden terpilih Prabowo Subianto. Menurutnya, susunan anggota yang beredar lebih menyerupai kabinet balas budi lantaran banyak tokoh yang dianggap kurang mempuni menjabat sebagai menteri.
Kementerian Ketenagakerjaan misalnya, kata Said, bukan diisi oleh tokoh yang berkompeten. Berdasarkan info yang diterimanya, calon Menteri Ketenagakerjaan dijabat oleh seorang ahli kesehatan dan keselamatan kerja (K3) sekaligus guru besar Institute Teknologi Bandung (ITB). Sementara calon Wakil Menteri Ketenagakerjaan, kata dia, diambil dari unsur relawan.
“Menteri yang berperan ini, kalau dikasih sama orang ITB, cuma ahli K3, kan tenaga kerja bukan K3 saja, apalagi hanya relawan, berat. Rasanya berat,” kata Said dalam konferensi persnya yang diikuti secara virtual, Jumat, 18 Oktober 2024.
Said menyayangkan susunan kabinet Prabowo. Pasalnya, banyaknya tokoh yang diamanahkan sebagai calon menteri, wakil menteri, dan kepala badan, tidak meliputi unsur kaum buruh.
“Tidak ada satu orang pun buruh, kata teman-teman buruh yang masuk informasi ke saya, yang masuk ke jajaran (kabinet). Jadi ini bukan Zaken Kabinet, lebih Kabinet Balas Budi, mungkin ya,” jelasnya.
“Artis dipilih, pelawak dipilih, badut-badut dipilih, juru agama dipilih, akademisi dipilih, politisi dipilih, pengusaha paling banyak, pengusaha dipilih. Tidak ada satu orang pun dari buruh,” tambahnya.
Said menyebut ada kekhawatiran yang muncul di kelas pekerja, petani, dan para nelayan, usai munculnya susunan kabinet pemerintahan mendatang. Pasalnya, dia menilai tidak ada sosok yang merepresentasikan kelas pekerja.
Menurutnya, sosok menteri keekonomian yang dipilih Prabowo hanya memahami prinsip ekonomi neo-liberal hingga liberalisasi hukum perburuhan melalui regulasi Omnibus Law dan Undang-undang (UU) Cipta Kerja.
“Jadi ada ketakutan bukan hanya kekhawatiran, buruh, petani, nelayan takut. Persoalan guru yang gak pernah diangkat-angkat, biaya pendidikan tinggi. Itu semua neoliberal,” jelasnya.
Said bahkan meyakini Kementerian Ketenagakerjaan akan diisi sosok yang tidak memahami tentang perburuhan. Dia meyakini, ketidakpahaman Menteri dan Wakli Menteri Ketenagakerjaan akan terlihat dari ketetapan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2025.
“Kalau secara politik, menteri, Menaker Dan Wamenaker sebagai menteri teknis (menimbulkan) kekhawatiran dan ketakutan mereka nggak akan berpihak pada buruh tentang upahnya, kita lihat nanti upahnya. Mereka nggak akan berkomentar apa-apa. Pasti akan bilang oh ini kan kebijakan yang sudah ada,” ungkapnya.(*)