Scroll untuk baca artikel
Makro

Menkeu Siapkan Insentif Fiskal Amankan Industri Ekspor, Seperti Apa?

×

Menkeu Siapkan Insentif Fiskal Amankan Industri Ekspor, Seperti Apa?

Sebarkan artikel ini
kegiatan ekspor impor indonesia
Ilustrasi kegiatan ekspor Indonesia. (Foto: Int)

KABARBURSA.COM – Menteri Keuangan Sri Mulyani, sedang menyiapkan suatu aturan untuk menyelamatkan industri ekspor Indonesia. Hal serupa seperti yang dilakukan pada industri lokal, seperti tekstil, di mana pemerintah memberlakukan bea masuk tindakan pengamanan terhadap impor kain dan karpet.

Pada Jumat, 18 Oktober 2024, Menkeu mengumumkan rencana pemerintah untuk merilis berbagai insentif fiskal yang ditujukan kepada industri berbasis ekspor. Kebijakan ini diluncurkan sebagai bagian dari upaya memperkuat rantai pasok global serta mendorong peningkatan ekspor, penciptaan lapangan kerja, dan menjaga tingkat upah tenaga kerja dalam negeri.

Dalam konferensi pers yang digelar oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada hari ini, Sri Mulyani menjelaskan bahwa pemerintah berfokus pada langkah-langkah akselerasi bagi sektor-sektor industri strategis.

“Untuk beberapa akselerasi industri, pemerintah akan mengeluarkan berbagai insentif fiskal untuk memperkuat rantai pasok global,” ujar Sri Mulyani.

Di samping dorongan bagi ekspor, pemerintah juga memperkuat proteksi bagi industri domestik melalui kebijakan safeguard. Misalnya, untuk sektor tekstil, pemerintah memberlakukan bea masuk tindakan pengamanan terhadap impor kain dan karpet, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 48/2024 dan PMK No. 49/2024.

Kebijakan ini mulai berlaku pada Agustus kemarin, berdasarkan penyelidikan yang membuktikan bahwa peningkatan impor produk tekstil menyebabkan kerugian serius pada industri lokal.

Sri Mulyani menegaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk melindungi daya saing industri lokal dan menjaga keberlanjutan pertumbuhan ekonomi.

“Kebijakan ini diarahkan agar daya kompetisi dan proteksi pada industri tapi juga daya saing dan menjaga kesempatan kerja,” tambahnya.

Selain itu, pada Oktober 2024, pemerintah juga memberlakukan bea masuk anti-dumping atas impor ubin keramik dari China melalui PMK No. 70 Tahun 2024. Ini merupakan langkah lanjutan dalam menjaga pasar domestik dari praktik-praktik perdagangan yang merugikan.

Kebijakan-kebijakan ini diharapkan mampu memberikan perlindungan pada industri dalam negeri, meningkatkan ekspor, dan memperkuat perekonomian nasional dalam menghadapi tantangan global.

Ekspor Indonesia Turun

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa nilai ekspor Indonesia pada September 2024 mencapai USD22,08 miliar, mengalami penurunan sebesar 5,80 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya, Agustus 2024.

Menurut Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, penurunan ini terutama disebabkan oleh menurunnya ekspor non-migas, yang turun 5,96 persen dari USD22,23 miliar menjadi USD20,91 miliar. Sementara itu, ekspor migas juga mengalami penurunan sebesar 2,81 persen, dari USD1,20 miliar menjadi USD1,16 miliar. Seperti dalam pernyataannya di Jakarta, Selasa 15 Oktober 2024.

Amalia menjelaskan lebih lanjut bahwa penyebab penurunan ekspor migas adalah berkurangnya ekspor hasil minyak sebesar 12,90 persen, menjadi USD312,6 juta, dan penurunan ekspor gas alam yang turun 8,87 persen menjadi USD659,5 juta. Namun, ekspor minyak mentah mengalami kenaikan signifikan sebesar 63,39 persen, mencapai USD197,8 juta.

Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia selama periode Januari-September 2024 mencapai USD192,85 miliar, naik 0,32 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Ekspor kumulatif non-migas selama periode yang sama mencapai USD181,15 miliar, naik 0,39 persen.

Dalam rincian lebih lanjut, dari sepuluh komoditas dengan nilai ekspor non-migas terbesar pada September 2024, terdapat penurunan pada komoditas lemak dan minyak hewani/nabati yang mencapai USD404,4 juta, sementara komoditas besi dan baja mengalami peningkatan nilai ekspor sebesar USD207,6 juta.

Menurut sektor, ekspor non-migas dari industri pengolahan meningkat 2,52 persen dibandingkan tahun sebelumnya, dan ekspor hasil pertanian, kehutanan, serta perikanan meningkat 17,58 persen. Namun, ekspor hasil pertambangan dan komoditas lainnya turun sebesar 8,79 persen.

Amalia juga menyampaikan bahwa negara tujuan ekspor terbesar Indonesia pada September 2024 adalah Tiongkok dengan nilai ekspor mencapai USD5,35 miliar, diikuti oleh Amerika Serikat sebesar USD2,22 miliar, dan Jepang sebesar USD1,55 miliar. Ketiga negara tersebut berkontribusi sebesar 43,57 persen terhadap total ekspor Indonesia. Ekspor ke negara-negara ASEAN mencapai USD3,91 miliar, sementara ke Uni Eropa (27 negara) mencapai USD1,56 miliar.

Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional Bara Khrisna Hasibuan, mengatakan nilai ekspor Indonesia Agustus 2024 mencapai USD23,56 miliar.

“Ini nilai terbesar sejak akhir Desember 2022. tentunya ini merupakan pencapaian besar, khususnya di saat kondisi ekonomi global yang tidak menentu,” kata Bara saat konferensi pers di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin, 23 September 2024.

Dia menyebut, China dan Amerika Serikat (AS) menjadi dua negara tujuan ekspor pada Agustus 2024.

Dipaparkannya, nilai ekspor Indonesia ke China sebesar USD5,47 miliar dari total ekspor. Sedangkan nilai ekspor AS sebesar USD2,61 juta.

Bara menyebut, meski terjadi perlambatan ekonomi di dua negara tersebut, ekspor nonmigas ke China dan AS mengalami peningkatan jika dibanding dengan sebulan sebelumnya.

Sebagai informasi, China dan AS berkontribusi sebesar 35,50 persen dari total ekspor nonmigas nasional.

Adapun ekspor Indonesia pada Agustus 2024 naik 5,97 persen dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/mtm) , dan naik 7,13 persen dibandingkan Agustus 2023 (year on year/yoy).

Capaian tersebut didorong kenaikan ekspor nonmigas sebesar 7,43 persen dan kontraksi migas 15,14 persen dibandingkan Juli 2024 (mtm).

Secara rinci, lanjut Bara, pada Agustus 2024, terjadi peningkatan kinerja ekspor nonmigas secara bulanan pada semua sektor.

Sektor dengan kenaikan tertinggi dibanding bulan sebelumnya yaitu sektor pertambangan dengan kenaikan sebesar 9,01 persen, diikuti sektor pertanian (8,70 persen), dan industri pengolahan (7,09 persen).

Ditinjau dari kawasannya, Bara mengatakan, beberapa kawasan tujuan ekspor menunjukkan peningkatan ekspor nonmigas yang signifikan (mtm). Kawasan tersebut antara lain Afrika Utara dengan kenaikan 74,73 persen, Afrika Selatan 35,97 persen, Eropa Utara 33,94 persen, Asia Tengah 26,28 persen, dan Amerika Tengah 24,44 persen.

“Peningkatan ekspor ke beberapa kawasan tersebut menunjukkan bahwa potensi pasar nontradisonal berpeluang besar untuk dikembangkan,” kata Bara.