KABARBURSA.COM – Besaran Upah Minimum Provinsi atau UMP 2025 akan diputuskan di masa pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto. Wakil Menteri Tenaga Kerja, Afriansyah Noor, mengonfirmasi pemerintah masih membahas kenaikan UMP tersebut.
“Sedang dibahas dan digodok,” kata Afriansyah kepada wartawan di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Jumat, 18 Oktober 2024.
Namun, Afriansyah enggan menjelaskan lebih lanjut soal besaran kenaikan UMP dan menyerahkannya kepada Menteri Tenaga Kerja baru di era Prabowo. “Nanti tanyakan dengan menteri yang baru. Nanti saya salah ngomong,” kata dia.
Mengenai siapa yang akan menjadi Menaker baru, Afriansyah mengaku belum mengetahuinya karena belum bertemu dengan calon pengisi posisi tersebut. Meski begitu, ia mengungkapkan Immanuel Ebenezer kemungkinan besar akan menggantikannya sebagai Wakil Menteri Tenaga Kerja. “(Wamenaker) Immanuel Ebenezer. Kalau menterinya saya belum paham,” katanya.
Menunggu November
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, yang juga menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja ad interim, sebelumnya meminta masyarakat menunggu hingga November 2024 untuk hasil akhir pembahasan UMP 2025.
“UMP kan siklusnya di bulan November nanti, jadi kita tunggu saja hasil dari report BPS (Badan Pusat Statistik),” kata Airlangga di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis, 3 Oktober 2024.
Di sisi lain, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama Partai Buruh mendesak pemerintah untuk menaikkan UMP dan UMK 2025 sebesar 8-10 persen. Usulan ini didasarkan pada angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Presiden KSPI, Said Iqbal, mengatakan inflasi dalam dua tahun terakhir sekitar 2,5 persen, sementara pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2 persen. Jika digabungkan, totalnya sekitar 7,7 persen, yang kemudian dibulatkan menjadi 8 persen hingga 10 persen.
“Kenaikan upah minimum yang diusulkan adalah sebesar 8 persen. Namun, KSPI mengajukan tambahan 2 persen sehingga menjadi 10 persen untuk daerah-daerah yang memiliki kesenjangan upah tinggi antara kabupaten/kota yang berdekatan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi disparitas upah di wilayah-wilayah tersebut,” kata Said dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 27 September 2024.
Terbaru, KSPI dan aliansi buruh yang tergabung dalam Partai Buruh berencana akan melakukan aksi mogok nasional tak lama setelah pelantikan Prabowo. Aksi ini masih berkaitan dengan tuntutan buruh mengenai penetapan UMP 2025.
Sebanyak enam konfederasi serikat buruh terbesar dan 60 serikat pekerja yang akan mengakomodir massa dalam aksi mogok nasional. Aksi mogok nasional ini pun diperkirakan akan diikuti oleh lima juta buruh dari 15 ribu pabrik yang ada di Indonesia.
Said menuturkan, aksi mogok nasional buruh akan dilakukan secara bergilir di 38 provinsi dan 350 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Aksi akan digelar pada 11 dan 12 November 2024 mendatang.
Aksi akan dilakukan di Jakarta dan dikoordinasikan oleh serikat-serikat buruh. Adapun aksi tersebut akan rencananya akan dilakukan di Istana pada tanggal 24 Oktober 2024. Sementara di Jawa Barat, gelombang unjuk rasa akan dilakukan pada tanggal 25 Oktober 2024.
“Tanggal 26, kecuali Sabtu-Minggu, sampai 27, 28, 29, 30, 31 Oktober. Gelombang (unjuk rasa), ada yang serempak, ada yang bergelombang. Aksi akan dimulai pada tanggal 24 Oktober, ribuan buruh aksi di depan Istana,” katanya.
Aksi mogok nasional dilakukan dengan tuntutan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2025. Adapun para buruh menuntut kenaikan UMP sebesar 8 hingga 10 persen. Di sisi lain, buruh meminta pemerintah tidak menggunakan PP Nomor 51 Tahun 2023 tentang Upah Minimum.
Pasalnya, beleid tersebut tengah digugat serikat buruh ke Mahkamah Konstitusi (MK). Saat ini, PP tersebut sudah ditetapkan untuk dilakukan Judicial Review atau uji materi terhadap UU Cipta Kerja yang menjadi dasar regulasi tersebut.
Oleh karenanya, Said meminta penetapan UMP tidak dilakukan berdasarkan regulasi yang tengah dikaji MK. Dia meminta Menteri Ketenagakerjaan Ad-Interim itu memutuskan UMP 2025 sebelum pemerintahan baru resmi dilantik. “Tidak mengambil keputusan apapun sampai diputuskannya kenaikan upah 2025 sebesar 8 persen sampai 10 persen oleh pemerintahan yang baru,” katanya.
Di sisi lain, Said juga meminta pemerintah mencabut UU Cipta Kerja sekurang-kurangnya pada klaster ketenagakerjaan dan klaster perlindungan petani. Apalagi saat ini, kata dia, UU tersebut sudah dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) arena sebelumnya serikat buruh mengajukan uji materi UU ini ke Mahkamah Konstitusi.
Lebih jauh, Said menyebut kenaikan UMP menjadi hal penting yang perlu menjadi perhatian pemerintah. Pasalnya, saat ini terjadi pelemahan daya beli masyarakat seiring dengan stagnasi kenaikan upah buruh sejak dua tahun terakhir.
“Faktor daya beli yang menurun, sehingga upah buruh tiga tahun terakhir nggak naik, dua tahun terakhir kalaupun naik di bawah harga inflasi,” katanya.(*)